TAG - BLOGQ

ASAM AMINO 3. 1. Struktur dan Sifat Asam Amino Asam amino adalah unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino sekurang-kurangnya mempunyai satu gugus asam karboksil (-COOH) satu gugus amino (-NH2) pada posisi alfa dari rantai karbon yang asimetris, sehingga dapat terjadi beberapa isomer. Walaupun lebih dari 100 jenis asam amino yang berbeda yang telah diisolasi dari bahan-bahan biologi, tapi hanya ada 25 jenis yang sering dijumpai dalam protein. Dengan adanya dua gugusan tersebut, asam amino dapat bertindak sebagai buffer yang berfungsi menahan perubahan pH. Seperti halnya karbohidrat sederhana, asam amino mempunyai sifat optik aktif dengan adanya isomerisasi. Asam amino dalam larutan bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan asam basa tergantung dari lingkungannya. Struktur asam amino terdapat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur Dasar Asam Amino 3. 2. Klasifikasi Asam Amino Berdasarkan struktur kimia, asam amino digolongkan menjadi : a) Kelompok asam amino Monoamino-monokarboksilat : glisin, alanin, serin, treonin, valin, leusin, dan isoleusin. b) Kelompok asam amino yang mengandung sulfur : metionin, sistin, dan sistein. c) Kelompok asam amino monoamino-dikarboksilat : asam aspartat dan asam glutamat. d) Kelompok asam amino dasar : lisin, arginin, hidroksiprolin, dan histidin. e) Kelompok asam amino aromatik : fenilalanin dan treonin f) Kelompok asam amino heterosiklik : triptofan, prolin, dan hidroksiprolin. 3. 3. Fungsi Asam Amino a) Asam amino menduduki posisi penting dalam metabolisme sel. Hampir semua reaksi biokimia dikatalis oleh enzim yang terdiri dari residu asam amino. Asam amino sangat essensial untuk metabolisme karbohidrat dan lipid, untuk sintesis jaringan protein. b) Penyusun senyawa penting seperti adrenalin, tyrosin, melanin, hiistamin, pofirin, hemoglobin, pirimidin, purin, asam nukleat, choline, asam folic, asam nikotin, vitamin, taurine, garam empedu dan sebagai sumber energi metabolis. 3.4. Kebutuhan Asam Amino Ilmu nutrisi menggolongkan asam amino berdasarkan kepentingannya dalam penyediaan pakan yaitu : a. Asam amino esensial/EAA. Asam amino esensial/EAA yaitu asam amino yang harus disediakan dalam pakan karena ternak tidak mampu mensintesanya. Yang termasuk asam amino esensial adalah sebagai berikut : Lysin, Methionine, Valin, Histidin, Fenilalanin, Arginine, Isoleusin, Threonin, Leusin, dan Triptofan. b. Asam amino non esensial/NEAA Asam amino non esensial/NEAA adalah asam amino yang dapat disintesa dalam tubuh dari sumber karbon yang tersedia dan dari gugus amino dari asam amino lain atau dari senyawa-senyawa sederhana seperti diamonium sitrat, sehingga tidak harus disediakan dalam pakan. Yang termasuk asam amino non esensial adalah sebagai berikut : Disintesa dari Media Terbatas*) Disintesa dalam tubuh dari media sederhana (nonesensial) Tirosin Alanin Glutamin Sistin Asam aspartat Glisin**) Hidroksilin Asam glutamat Serin**) Hidroksiprolin Prolin***) Ket: *) Tirosin disintesa dari fenilalanin, Sistin dari metionin, hidroksilisin dari lisin. **) Pada beberapa kondisi tidak cukup untuk cepat tumbuh, sehingga perlu ada dalam ransum. ***) Kalau ransum mengandung Asam Amino kristal, prolin berguna untuk mencapai pertumbuhan maksimal. Walaupun NEAA bukan merupakan nutrien yang essensial, tetapi berfungsi esensial pada sel atau pada metabolisme. Disebut non esensial hanya karena jaringan tubuh dapat mensintesanya untuk memenuhi kebutuhan ternak. Pada kenyataannya sering dicatat bahwa NEAA juga secara fisiologis penting dimana tubuh menentukan kadar persediaan yang disintesis. Karena itu kebutuhan zat makanan untuk asam amino essensial tergantung pada konsentrasi asam amino non essensil dalam makanan. 3.5. Penentuan kebutuhan Asam Amino Esensial Metode pengukuran kebutuhan asam amino esensial dapat dilakukan dengan cara : (a) Metode tes asam amino. Seperti halnya metode penentuan kebutuhan protein, kebutuhan EAA pada ternak dapat dilakukan dengan menarik kurva ukuran respon . Dari percobaan setiap jenis asam amino pakan Banyaknya asam amino yang dibutuhkan selalu diambil pada “break point” (titik belok) dari hasil pengamatan respon pertumbuhan. Pada percobaan “asam amino pakan”, pakan dibuat dari komponen protein dalam bentuk kristal-kristal asam amino atau dikombinasternak dengan sumber protein terpilih. Dapat juga digunakan berbagai tingkat asam amino bebas dari jarinan spesifik (darah, plasma darah atau urat/otot); atau dari label asam amino yang telah diradoaktifkan, dengan cara (dimasukkan melalui mulut atau diinjeksternak) sebagai kriteria untuk memperkirakan kebutuhan asam amino. (b) Metoda deposit asam-amino (asam-amono tersimpan) Berbeda dengan metode (a), dimana ternak diberi makan kristal-kristal asam amino. Metode ini menentukan kebutuhan kuantitatif berbagai jenis EAA ternak secara bersamaan berdasarkan deposit asam amino dalam karkas ternak. Ternak diberi pakan yang kandungan proteinnya mempunyai nilai biologis tinggi, dan kebutuhan EAA-nya dihitung berdasarkan pengamatan nilai deposit EAA setiap hari. Metode ini disebut pula metode Ogino. Dibandingkan dengan metode (a) , metode deposit karkas (b) bleih menguntungkan, karena : a. Ternak diberi pakan yang berasal dari “keseluruhan protein” bernilai biologis tinggi dan telah diketahui komposisi asam-aminonya, sehingga kebutuhan asam amino dapat diketahui dari pertumbuhan optimal ternak. b. Kebutuhan kesepuluh EAA dapat ditentukan secara bersamaan dalam satu percobaan. Sedangkan pada metode “tes asam amino pakan” bisa sampai menggunakan lebih dari 10 percobaan yang masing-masing diberi lebih dari enam jenis formula pakan dengan konsentrasi yang bervariasi dalam tes EAA tersendiri. c. Kebutuhan EAA untuk makanan pertama anak ternak dapat disamakan dengan makanan untuk induk ternak. (c) Metode Analisis Karkas (Pola EAA pada daging ternak) Dari kajian data metode (b) dari Ogino (1980) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara bentuk hubungan masing-masing asam amino yang diperlukan dalam pakan dengan bentuk hubungan ketersediaan 10 asam amino yang sama di dalam karkas. Karena komposisi asam amino dalam jaringan tubuh antar spesies ternak tidak banyak berbeda, maka pola kebutuhan EAA-nya juga sama. Walaupun belum dibuktternak, bentuk hubungan yang sama juga berlaku pada udang. Berdasarkan ketersediaan asam amino, udang mempunyai kebutuhan arginin, triptofan dan tirosin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak. Sedangkan kebutuhan valin, treonin dan lysin kebutuhannya lebih rendah. Karena tidak adanya informasi kebutuhan EAA yang tetap untuk udang dan sebagian besar spesies ternak budidaya, maka kebutuhan EAA dapat dihitung berdasarkan pola EAA karkas yang telah diketahui dari tubuh ternak. Hasil percobaan dengan menggunakan metode (b) diketahui bahwa pada umumnya kebutuhan EAA (termasuk NEAA’ sistin dan tirosin) pakan adalah 35 persennya dari persentase kebutuhan EAA per total protein yang diperlukan oleh ternak. Jadi jika udang atau ternak mempunyai kebutuhan protein 45%, maka kebutuhan EAA dapat dihitung berdasarkan pola EAA karkas dari 35% tingkat protein. Contoh; jika pola EAA karkas untuk lisin adalah 16,9 % dari total EAA, dan kandungan protein pakan 45 %, maka kebutuhan lisin menjadi (45x35x16,9)/100 = 2,66% dari total pakan. Lampiran 1 dapat dilihat perhitungan kebutuhan EAA dari ternak dan udang pada berbagai tingkat protein yang didasarkan pada pola EAA karkas. Untuk udang diambil dari keseluruhan jaringan “clam short-necked” karena tidak-adanya pola EAA karkas udang. 3.6. Kualitas Protein dan Komposisi Asam Amino Kualitas protein pada dasarnya ditentukan oleh komposisi asam amino dan ketersediaan biologisnya. Biasanya penentuan pola EAA protein diperkirakan dari kebutuhan EAA pakan, spesies, dan nilai skor kimia hasil uji biologis. Skor kimia 100 menunjukan suatu tingkat asam amino essensial dalam protein suatu bahan pakan sama dengan tingkat kebutuhan EAA untuk ternak (dinyatakan dalam persen dari total EAA serta cystine dan tyrosine). Skor kimia protein diambil dari persentase EAA suatu bahan pakan dibandingkan dengan pola kebutuhan. Metode penilaian kualitas protein ini didasarkan pada konsep bahwa nilai protein tergantung kepada jumlah EAA dalam protein, yang dibandingkan terhadap referensi protein. Daging ternak ternyata mempunyai imbangan asam amino yang baik dan skor kimia tinggi (80). Kebanyakan sumber protein yang ada komposisi asam-aminonya tidak seimbang, sehingga tidak cocok digunakan sebagai satu-satunya sumber protein untuk ternak. Tujuan dari formulasi pakan adalah mencampur protein dari berbagai kualitas untuk mendapatkan pola EAA yang diinginkan oleh ternak. Bentuk hubungan antara kualitas protein dengan pola EAA hanya akan baik jika tiap-tiap asam amino adalah sama dengan ketersediaannya dalam tubuh hewan. Contoh: a. Dibawah kondisi tertentu beberapa asam amino mungkin tidak tersedia karena protein pakan tidak sempurna dicerna, seperti pada ternak karnivora yang enzim pencernaannya tidak dapat menghancurkan dinding sel selulosa yang terdapat dalam protein tanaman. b. Adanya inhibitor enzim dalam protein pakan seperti tripsin inhibitor pada kedelai, walaupun inhibitor dapat diinaktifkan dengan perlakuan pemanasan. Perlakuan pemanasan yang sangat tinggi berakibat pencernaan protein lebih resisten karena terjadi pembentukan ikatan-ikatan peptida antara rantai samping dari asam dikarboksil lysin. Kelompok amino bebas dari lysin mudah rusak karena panas, dapat membentuk senyawa tambahan dengan senyawa-senyawa non protein (Gula reduksi seperti glukosa) yang terdapat dalam bahan pakan Reaksi ini dikenal dengan reaksi Maillard dan menggambarkan nilai biologis lysin berkurang atau menjadi tidak ada. Selain gula reduksi, zat lain yang diketahui bereaksi dengan lysin adalah gossypol yaitu senyawa fenol yang terdapat dalam bungkil biji kapuk. 3.7. Evaluasi Kualitas Protein Terlepas dari pengukuran kimia asam amino dan ketersediaannya dalam protein pakan, banyak metode biologis untuk menghitung kualitas protein, yaitu : (i) Kecepatan Pertumbuhan Spesifik (SGR), yaitu suatu indek kesensitifan dari kualitas protein yang diperiksa dari berat yang diperoleh berdasarkan asam amino yang diberternak. Setiap saat SGR dapat dihitung menggunakan formula: (ii) Feed Conversion Ratio (FCR), didefinisternak gram konsumsi pakan (Feed) per gram pertambahan berat tubuh (W). (iii) Feed Efficiency (FE) didefinisternak sebagai gram pertambahan berat per gram pakan yang dikonsumsi. (iv) Protein Effisiensi Ratio (PER) didefinisternak sebagai gram pertambahan berat per gram protein yang dikonsumsi. (v) Penggunaan Netto Protein Nyata (Apprent Net Protein Utiliztaion) didefinisternak sebagai persentase protein yang ditimbun dalam jaringan. ANPU = Pb – Pa Pi Dimana : Pb = total protein tubuh pada akhir percobaan Pa = total protein tubuh pada awal percobaan Pi = jumlah protein yang dikonsumsi selama percobaan Perhitungan ini tidak berlaku untuk protein yang terdapat dalam endogenous. Berbeda dengan metode perhitungan yang lain, metode ini memerlukan sampel yang reprentatif dari hewan yang akan dibuat percobaan dari awal dan akhir perlakuan untuk analisis protein karkas. Kesulitan metode ini adalah dalam memperkirakan zat gizi atau kualitas protein yang mana harus dilakukan dalam kondisi percobaan terkontrol tanpa adanya pakan alami karena itu metode ini hanya dapat dilakukan dalam sistem pembudidayaan yang intensif atau dalam “clean water”. Sumber : PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA UNGGAS Oleh : A b u n,UNIVERSITAS PADJADJARAN, 2006

HALAMAN FACEBOOK