Avian influenza
(AI) merupakan penyakit viral yang menyerang hampir semua organ vital
dalam tubuh ayam. Penyakit yang muncul di Indonesia pada tahun 2003
akhir ini dirasakan masih tetap eksis mengganggu produktivitas ayam,
baik ayam petelur, pedaging, jantan maupun pembibit. Meskipun demikian,
saat ini munculnya kasus AI relatif terkendali, karena peternak telah
melakukan vaksinasi dan menerapkan biosecurity yang lebih ketat dari sebelumnya.
Karakter
dasar dari virus AI ini ialah mudah bermutasi, yang bisa mengubah sifat
dan keganasan virus tersebut, baik menjadi semakin ganas atau
sebaliknya, lemah. Pola mutasi virus AI inilah yang sekiranya perlu
selalu dipantau agar penanganan munculnya serangan AI bisa lebih
optimal.
Review Karakteristik Virus AI
Avian influenza (AI) merupakan virus beramplop (enveloped) yang termasuk golongan orthomyxovirus dengan RNA rantai tunggal (single stranded). Ukuran virus AI ini hanya 80-120 nm (1 nanometer = 1/1.000.000 mm).
Struktur virus AI
Materi
genetiknya virus influenza tipe A ini tersusun dari 8 segmen RNA.
Kedelapan segmen itu adalah haemaglutinin (H atau HA), neuraminidase (N
atau NA), matrik (M), nonstruktural (NA), polimerase A (PA), polimerase B
(PB1 dan PB2) dan nukleoprotein (NP).
Subtipe
virus AI ini dibedakan berdasarkan antigenesitas dua glikoprotein
permukaan yaitu H dan N. Saat ini sudah diketahui terdapat 16 macam H
(H1 sampai H16) dan 9 N (N1 sampai N9). Dengan demikian subtipe virus AI
mencapai 144 subtipe.
Virus
AI relatif tidak stabil saat berada di lingkungan. Kondisi lingkungan
yang panas dan kering dengan pH ekstrim akan mematikan virus ini. Virus
AI akan infektif dalam waktu 3 jam pada suhu 56oC, selama 30 menit pada suhu 60oC dan pada suhu 80oC selama 1 menit.
Struktur virus yang beramplop juga memudahkan virus ini mudah dihancurkan oleh beberapa desinfektan, seperti Antisep, Neo Antisep, Medisep, Mediklin, Sporades atau Formades.
Virus AI mudah bermutasi
Menjadi
karakteristik khusus dari virus AI ialah memiliki kemampuan untuk
bermutasi di dalam genom RNA. Kemampuan mutasi tersebut setidaknya
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan ekternal.
Adanya enzim polimerase yang berperan dalam proses replikasi virus (PA, PB1 dan PB2) namun tidak dilengkapi dengan sistem proofreading menjadi faktor utama yang mendorong virus AI bermutasi. Proofreading
merupakan kemampuan polimerase DNA untuk membaca rangkaian DNA dan
memperbaiki kesalahan penyusunan bagian dari salinan (hasil duplikat)
untaian DNA. Proofreading sangat penting dalam proses multiplikasi virus AI, terutama pada saat proses replikasi RNA. Hal ini disebabkan dengan proofreading
kesalahan pembacaan susunan asam amino dalam rantai RNA akan terdeteksi
dan dapat disusun ulang atau diperbaiki. Namun lain halnya dengan virus
AI, kesalahan susunan asam amino pada saat replikasi tidak dapat
terdeteksi. Hal ini akan mengakibatkan munculnya varian baru dari virus
AI.
Proses
multiplikasi virus AI yang terjadi dalam nukleus (inti sel) menjadi
faktor internal lainnya yang ikut berperan dalam proses mutasi virus AI.
Nukleus cenderung mempunyai luasan yang sempit sedangkan virus AI
memiliki 8 segmen RNA yang saling terlepas satu dengan lainnya. Kondisi
ini dapat memperbesar kemungkinan kesalahan penyusunan asam amino dalam
RNA pada saat proses replikasi.
Proses replikasi virus AI di dalam sel
Faktor
ekternal yang menyebabkan terjadinya mutasi virus AI biasanya terkait
program vaksinasi yang kurang tepat, contohnya pemberian vaksin dengan
kandungan virus dengan subtipe yang berbeda dengan virus AI lapangan.
Jenis mutasi
Mutasi virus AI secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu antigenic drift dan antigenic shift.
1. Antigenic drift
Pada
tipe mutasi ini, virus AI hanya mengalami perubahan antigenik minor
(H/N) yang terjadi dalam satu subtipe. Waktu yang diperlukan untuk
proses mutasi seperti ini relatif singkat, sekitar + 1 tahun dan dapat menginfeksi kembali setelah 1-5 tahun kemudian.
Skema antigenic drift
2. Antigenic shift
Skema antigenic shift
Virus AI yang mengalami antigenic shift
akan terjadi perubahan antigenik mayor oleh rekombinan H dan N subtipe
yang berbeda sehingga dapat memicu timbulnya pandemik (serangan kasus AI
yang terjadi secara luas, melewati batas negara). Mutasi jenis ini
hanya terjadi pada virus influenza A yang mampu menghasilkan subtipe
baru. Proses mutasi ini membutuhkan waktu yang relatif lama, sekitar
8-10 tahun dengan efek yang ditimbulkan sangat berbahaya.
Tipe
mutasi ini biasanya terjadi saat dua atau lebih subtipe virus AI
bercampur dalam satu inang membentuk subtipe baru. Contoh inang yang
bisa berperan dalam proses mutasi ini adalah babi.
Babi memiliki peranan dalam proses mutasi virus AI karena mampu mempertemukan antara virus AI dari unggas dan manusia
Awalnya
virus AI hanya berikatan dengan reseptor 2,3 linkage yang terdapat
pada sel epitel saluran pernapasan unggas sedangkan virus influenza
manusia berikatan dengan reseptor 2,6 linkage. Namun karena babi
memiliki 2 macam reseptor, baik N-acetylneuraminic acid 2,3-galactose
linkage (2,3 linkage) dan N-acetylneuraminic acid 2,6-galactose
linkage (2,6 linkage) maka virus AI dari unggas dan manusia dapat
bertemu di dalam tubuh babi yang selanjutnya akan terjadi mutasi (antigenic shift).
Mutasi dan Keberhasilan Vaksinasi
Karakteristik
khusus dari virus AI yang mudah mengalami mutasi akan berpengaruh besar
terhadap upaya pengendalian AI, terutama yang dilakukan melalui teknik
vaksinasi. Perlu menjadi perhatian kita, vaksin akan mampu memberikan
perlindungan optimal jika virus yang menyerang memiliki tipe atau
karakteristik yang sama dengan virus dalam vaksin.
Oleh
karena itu, perlu sekiranya kita melakukan pemantauan perkembangan
virus AI, terlebih lagi saat ini juga sedang merebak virus influenza
H1N1. Pemantauan virus AI ini menjadi hal yang selayaknya dilakukan,
mengingat karekteristik dari virus AI yang mudah mengalami mutasi.
Medion, Meneliti Perkembangan AI Terkini
Medion,
perusahaan Indonesia yang inovatif dan berkualitas, sebagai perusahaan
obat hewan yang dipercaya pemerintah Indonesia untuk memproduksi vaksin
AI (Medivac AI dan Medivac ND-AI Emulsion) mempunyai
kewajiban untuk memastikan bahwa produknya mampu memberikan perlindungan
yang optimal terhadap AI. Setiap produk vaksin AI yang akan dipasarkan
telah dilakukan uji quality control (QC) yang ketat, baik secara
laboratorium maupun langsung diujicobakan ke ayam. Perusahaan obat hewan
yang telah memperoleh sertifikat cara pembuatan obat hewan yang baik
(CPOHB) dan sertifikat ISO 9001:2008 ini juga melakukan pemantauan (monitoring) perkembangan virus AI H5N1 dan efektivitas penggunaan vaksin AI di lapangan.
Medion bekerja sama dengan FKH Udayana
Medion, dalam hal ini research and development
(R&D) menjalin kerja sama dengan Dr. drh. I. Gusti Ngurah
Mahardika, kepala Laboratorium Biomedik dan Biologi Molekuler dan dosen
Laboratorium Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
dalam me-monitoring perkembangan virus AI di Indonesia. Kerjasama
ini menjadi salah satu wujud kepedulian Medion untuk meningkatkan
kiprah akademisi, dalam hal ini universitas, melalui penelitian yang
bisa langsung diaplikasikan dan bermanfaat bagi peternak.
Pemantauan kasus dan koleksi isolat lapangan
Medion
selalu melakukan pemantauan perkembangan kasus serangan AI yang terjadi
di seluruh wilayah Indonesia. Tenaga lapangan Medion selalu mengamati
perkembangan kasus AI kemudian memberikan laporan ke tim R&D.
Saat
ditemukan indikasi adanya kasus AI maka tenaga lapangan akan melakukan
diagnosa lebih detail, baik pemeriksaan gejala klinis maupun bedah
bangkai. Selain itu, sejarah atau riwayat vaksinasi juga diamati dan
dianalisis.
Swab trakea dan kloaka dilakukan untuk membantu memperoleh spesimen guna mendeteksi virus AI
Swab
pada kloaka maupun trakea juga dapat dilakukan untuk memperoleh sampel
yang akan digunakan untuk pengujian selanjutnya. Selain itu, sampel ayam
atau organnya yang diduga terinfeksi AI dikirimkan ke R&D untuk
pemeriksaan lebih detail.
Setelah
isolat dari lapangan yang diduga positif terserang H5N1 diterima
R&D maka akan dianalisis dengan cara ekstraksi RNA dan polymerase chain reaction (PCR) maupun DNA sequencing.
Mesin PCR untuk mendeteksi virus AI
Alat untuk sequencing yang digunakan untuk menganalisis perubahan struktur
genetik dari virus AI
Dengan
PCR maka akan bisa diketahui apakah virus AI yang menyerang tersebut
bersubtipe H5N1 ataukah virus AI dengan subtipe yang lain. Sedangkan
mesin sequencing dipakai untuk mengetahui susunan asam amino dalam rantai DNA virus AI. Setelah hasil PCR dan sequencing
diketahui dan dianalisis maka akan diperoleh data apakah virus AI yang
menyerang telah mengalami perubahan atau mutasi. Pembacaan hasil
tersebut memerlukan keahlian khusus.
Hasil Pemantauan
Sampai
saat ini, setidaknya sudah 17 spesimen AI H5N1 yang telah dianalisis,
11 spesimen berasal dari peternakan ayam petelur dan 6 spesimen dari
ayam pedaging. Spesimen diperoleh dari daerah pulau Jawa, meliputi Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten; pulau Sumatra, seperti
Sumatra Utara dan Jambi; dan Sulawesi Selatan.
Pengecekan
kesesuaian spesimen virus AI H5N1 dilakukan dengan menggunakan teknik
standar internasional, baik dari OIE (2008) maupun WHO (2008). Analisis
dilakukan dengan cara mensekuens gen HA pada fragmen HA-1, yang
diketahui paling berperan dalam menginduksi kekebalan terhadap serangan
AI. Hasil sekuens dibandingkan dengan fragmen gen HA-1 dari beberapa
virus AI asal unggas Indonesia yang tersedia di GeneBank (pusat data
genetik dunia, red).
Setelah diperoleh data perbandingan genetik tersebut maka ditampilkan melalui pohon filogenik (phylogenic tree).
Adanya pohon filogenik ini akan mempermudah kita dalam melihat seberapa
jauh perbedaan karakteristik virus AI yang baru dengan virus AI
sebelumnya. Hasil analisis isolat virus AI dari Medion pada 2007-2009
berbentuk pohon filogenik tercantum pada skema 1.
Secara
umum, hasil analisis dari spesimen yang telah dikoleksi diperoleh bahwa
spesimen dari Jawa Barat mengalami perubahan atau mutasi yang paling
cepat. Perubahan tersebut tidak ditemukan pada spesimen dari daerah
lainnya, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur yang ternyata lebih lambat
atau hampir tidak mengalami mutasi.
Hasil
ini memberikan bukti pentingnya dilakukan pemantauan terhadap
perjalanan mutasi virus AI. Hasil pemantauan inipun juga bisa dijadikan
salah satu analisis mengapa ayam tetap terserang virus AI meskipun telah
divaksinasi (kegagalan vaksinasi). Adanya pergerakan karakteristik atau
genetik dari virus AI ini mengakibatkan tingkat perlindungan dari
vaksin AI semakin menurun.
Berdasarkan
hasil pemantauan dan pengujian materi genetik virus AI yang telah
mengalami perubahan, maka kajian dan penelitian secara biologi mendesak
dilakukan. Karena perbedaan genetik ini akan berpengaruh pada daya
proteksi vaksin.
Setelah
memperoleh hasil pemantauan perkembangan virus AI tersebut, Medion
sebagai perusahaan Indonesia yang inovatif dan berkualitas langsung
melakukan trial lanjutan untuk melihat tingkat protektivitas Medivac AI dalam mencegah serangan virus AI lapangan. Tingkat keandalan Medivac AI ditunjukkan dari hasil HI test dan uji tantang.
Hasil dari trial lanjutan ini membuktikan bahwa Medivac AI
dengan kandungan virus AI H5N1 masih mampu menstimulasi pembentukan
antibodi yang protektif terhadap serangan virus AI lapangan. Hasil
pemantauan lapangan juga menunjukkan bahwa Medivac AI masih
memiliki proteksi terhadap AI yang tetap baik. Dan kalaupun terkena
kasus AI, maka tingkat keparahannya rendah. drh Brigitha Etik W technical service
Medion wilayah Solo mengungkapkan pengalamannya bahwa dengan memakai
vaksin AI lain tingkat keparahan saat serangan semakin tinggi. Contohnya
beberapa waktu yang lalu ditemukan kasus penurunan produksi telur pada
ayam petelur yang sangat drastis, dari 90% menjadi 40%. Dan ini terbukti
tidak memakai vaksin AI dengan kandungan virus H5N1. Dan setelah
diganti dengan Medivac AI akhirnya produksi telur mampu recovery (pulih) kembali meskipun sudah tidak bisa mencapai puncak.
Seminar sebagai sarana sosialisasi hasil mapping virus AI
Dengan
didasari misi “mengembangkan usaha peternak dengan meningkatkan
pengetahuannya”, maka Medion menyelenggarakan seminar tentang
perkembangan AI terkini di berbagai sentra peternakan di Indonesia.
Tujuannya ingin memberikan informasi adanya perubahan karakteristik
virus AI sehingga strategi penanganannya juga perlu diperbaiki agar
kerugian ekonomi akibat AI tidak semakin parah.
Seminar ini disampaikan langsung oleh Melina Jonas, M.Sc selaku R&D Head
Medion. Setidaknya seminar ini telah diselenggarakan di 16 kota di
Indonesia, diantaranya Tangerang, Kediri, Malang, Blitar, Solo,
Semarang, Banjarmasin, Medan dan Pare-Pare. Dengan seminar ini
diharapkan mampu menjawab pertanyaan seputar AI, strain virus AI apa
yang ada di farm? Telah bermutasikah virus AI yang ada di farm? Sebarapa
jauh virus ini bermutasi? Bagaimana kita menyikapi hal tersebut? Vaksin
AI homolog atau heterolog yang sebaiknya digunakan? Apa arti dan
seberapa pentingya vaksin homolog dan heterolog? Dan titer antibodi AI
tinggi, namun kenapa masih terserang AI?
Pantau dan Waspada Serangan AI
Cepat
atau lambat, virus AI akan selalu bermutasi, baik menjadi semakin ganas
atau sebaliknya. Ini telah menjadi karakteristik dari virus RNA ini.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menghadapi hal tersebut
diantaranya :
Tepat pemakaian vaksin AI (Medivac AI)
Vaksinasi
AI akan menstimulasi pembentukan titer antibodi yang mampu mencegah
infeksi virus AI. Dan hal ini akan terwujud jika kandungan virus AI
dalam vaksin AI homolog dengan tipe virus AI yang menyerang. Medivac AI menjadi solusi untuk hal ini karena mengandung virus AI yang homolog (sama, red) dengan virus AI yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Medivac AI
akan memberikan perlindungan yang optimal terhadap serangan AI. Hal ini
telah dibuktikan melalui trial di intern Medion maupun oleh peternak.
Agar Medivac AI mampu menstimulasi pembentukan titer antibodi AI
yang optimal harus didukung dengan aplikasi vaksin secara tepat, mulai
dari persiapan sampai pelaksanaan vaksinasi.
Ketatnya aplikasi biosecurity
Aplikasi biosecurity secara ketat diharapkan mampu menurunkan konsentrasi virus AI yang berada di lingkungan kandang. Aplikasi biosecurity
yang sekiranya perlu diperhatikan antara lain desinfeksi kandang dan
peralatan secara rutin, semprot personal yang akan memasuki kandang dan
tak kalah pentingnya kontrol burung liar yang masuk ke farm. Menjadi
catatan kita bersama, virus AI akan dikeluarkan dari tubuh ayam paling
banyak melalui feses, oleh karena itu penanganan feses harus mendapatkan
perhatian khusus agar penularan virus ini dapat dikendalikan.
Perbaikan tata laksana pemeliharaan
Tata
laksana pemeliharaan yang baik akan menjadikan ayam nyaman karena semua
kebutuhannya dapat terpenuhi. Kondisi ini akan menjadikan ayam lebih
kuat terhadap serangan AI. Sirkulasi udara, kepadatan kandang, pemberian
ransum dan air minum menjadi beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
stamina tubuh ayam tetap optimal.
Pola
serangan AI yang terjadi saat ini relatif berbeda dari sebelumnya.
Kondisi ini mungkin bisa mengindikasikan bahwa virus AI telah mengalami
mutasi. Pemantauan pergerakan atau perubahan virus AI ini mutlak
dilakukan agar penanganan dan pencegahan yang dilakukan bisa sesuai
sehingga kerugian akibat infeksi AI bisa diminimalisir. Hal inilah yang
menjadi tujuan Medion selalu melakukan pemantauan perkembangan virus AI.
Semoga bermanfaat. By: Pakan Ikan Madiun, Sumber: info.medion.co.id