Seorang
peternak ayam petelur di Kota Denpasar sedang gundah gulana karena
sudah beberapa siklus produksi, ayam petelurnya terserang penyakit
Gumboro. Kali ini Gumboro menyerang ayamnya saat umur 17 hari,
padahal vaksinasi Gumboro sudah dilakukan pada umur 11 hari
menggunakan vaksin jenis intermediate. Akhirnya tindakan awal
yang diambil ialah melakukan vaksinasi ulang diumur 18 hari, yaitu
tepat 1 hari setelah Gumboro menyerang. Namun ternyata tindakan
tersebut tidak menyelesaikan masalah.
Dengan
adanya kejadian tersebut, si peternak pusing tujuh keliling mencari
penyebab berulangnya kasus. Seluruh sudut manajemen, termasuk
biosecurity serta istirahat kandang sudah dilakukan dengan
baik, namun Gumboro masih saja menyerang. Apakah gerangan yang
terjadi? Mengapa Gumboro selalu menjadi momok para peternak?
Virus
Gumboro sendiri memiliki sifat yang khas dan berbeda dengan virus RNA
lainnya sehingga dikenal sebagai “virus yang sangat bandel”.
Disebut “bandel” karena virus Gumboro tidak memiliki
amplop dan tahan hidup di lingkungan lebih dari 3 bulan. Hal ini pula
lah yang menyebabkan Gumboro sulit untuk ditangani.
Pengamatan
Lapangan
Dari
tahun 2009 hingga semester 1-2012, tim Technical Support
Medion telah merangkum data perkembangan penyakit, baik pada ayam
pedaging maupun petelur yang terjadi di Indonesia. Hasilnya bisa
dilihat pada grafik 1 dan 2, khusus pada kasus Gumboro, jumlah
kejadiannya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan selama
enam bulan terakhir (Januari – Juni 2012), kasus Gumboro masih
sering terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Jika
dilihat dari pola serangannya, diketahui bahwa anak ayam umur 22-35
hari ternyata paling rentan terhadap serangan Gumboro. Keterangan ini
diperkuat dengan data Technical Support Medion yang
menyebutkan Gumboro paling sering menyerang ayam pedaging umur 22-28
hari, sedangkan ayam petelur lebih sering terserang di umur 0-8
minggu (Grafik 3 dan 4).
Untuk
bentuk serangannya sendiri, penyakit Gumboro di lapangan umumnya
menunjukkan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang khas,
yaitu pembesaran dan peradangan pada bursa Fabrisius, kemudian
diikuti oleh pengecilan organ tersebut secara bertahap.
Gumboro
dan Imunosupresi
Sistem
pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang amat penting bagi
makhluk hidup dan berkaitan dengan respon kekebalan tubuh. Jika kerja
sistem pertahanan tubuh ayam sangat rendah, maka artinya ayam sedang
berada dalam kondisi imunosupresi.
Imunosupresi
atau immunosuppression dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dimana respon tubuh ternak terhadap masuknya benda asing menjadi
berkurang, atau bisa menjadi pemicu serangan berbagai penyakit ke
dalam tubuh ternak. Imunosupresi yang menyerang ayam akan menyebabkan
2 kerugian sekaligus, yaitu kerugian karena faktor/agen imunosupresi
itu sendiri dan kerugian karena agen penyakit lainnya menjadi lebih
mudah masuk ke dalam tubuh ayam.
Dengan
mengetahui pengertian imunosupresi tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa Gumboro merupakan salah satu agen penyebab imunosupresi. Hal
ini karena Gumboro menyerang organ bursa Fabrisius yang
termasuk ke dalam salah satu organ pembentuk kekebalan utama pada
unggas selain thymus. Letaknya berada di bagian atas lubang
dubur (kloaka). Bursa Fabrisius mulai berkembang aktif pada
umur 3-4 minggu dan akan mengalami pengecilan hingga hilang saat ayam
berumur 18 minggu (gambar A).
Berdasarkan
fungsinya, bursa Fabrisius berperan sebagai organ yang
bertugas mematangkan sel limfosit menjadi sel limfosit B yang
bertanggung jawab dalam respon kekebalan. Sel limfosit B di sini
merupakan cikal bakal dari sel plasma yang akan memproduksi zat kebal
tubuh (antibodi).
Adanya
kerusakan bursa Fabrisius oleh virus Gumboro, menyebabkan
antibodi yang dihasilkan oleh organ tersebut berkurang jumlahnya.
Akibat efek imunosupresi ini, maka ayam yang sudah terserang Gumboro
akan mudah terserang infeksi sekunder lainnya dan terjadilah
penurunan respon pembentukan antibodi terhadap berbagai program
vaksinasi.
Berdasarkan
data yang dirangkum oleh Technical Support (grafik 5), tiga
penyakit ikutan (infeksi sekunder, red) yang ditemukan sering
mengikuti Gumboro pada ayam pedaging maupun petelur adalah CRD, CRD
kompleks, dan ND. Penyakit-penyakit inilah yang nantinya akan
memperparah penyakit sehingga dapat menimbulkan tingkat kematian yang
tinggi.
Pada
dasarnya mekanisme terjadinya imunosupresi akibat Gumboro ini dapat
dijabarkan melalui 2 mekanisme :
Diagnosa
Banding Penyakit Gumboro
Dalam
melakukan diagnosa penyakit, tidak dapat hanya dilihat dari satu
gejala klinis atau satu perubahan patologi anatomi saja, karena
terdapat beberapa penyakit dengan gejala klinis yang hampir mirip.
Demikian pula halnya dengan penyakit Gumboro, dimana perubahan
patologi anatomi yang ditimbulkan seringkali mirip dengan penyakit
lain seperti ND, AI, IB, dan leucocytozoonosis.
Contohnya,
pernahkah Anda menemukan perubahan patologi anatomi organ
proventriculus seperti tampak pada Gambar 1? Atau bentuk perubahan
proventriculus lainnya yang juga mirip, seperti pada Gambar 2? Apa
perbedaan di antara keduanya? Perubahan patologi mana yang mendukung
diagnosa Gumboro? Berikut jawabannya.
Gambar
1 merupakan salah satu perubahan patologi anatomi yang muncul pada
ayam yang terserang Gumboro. Sedangkan Gambar 2 adalah perubahan
patologi anatomi yang patognomonis (menciri) akibat ayam terjangkit
ND. Kedua penyakit tersebut sama-sama menunjukkan bintik perdarahan
pada proventriculus, tetapi yang membedakan adalah “letak”
terjadinya perdarahan.
Pada
ayam yang terkena Gumboro, selain yang utama ditandai dengan
peradangan bursa Fabrisius, seperti tampak pada gambar
1, terjadi pula bintik perdarahan pada perbatasan antara
proventriculus dan ventriculus. Bedanya pada kasus ND, perdarahan
terjadi di puncak mukosa proventriculus (gambar 2).
Adanya
perdarahan pada otot dada dan paha pada kasus Gumboro juga sering
dikelirukan dengan penyakit lain seperti AI dan leucocytozoonosis.
Pada ayam yang terkena Gumboro, perdarahan yang ditemukan pada otot
dada dan paha cenderung berbentuk garis. Sedangkan pada kasus
leucocytozoonosis berbentuk bintik-bintik, dan pada kasus AI
bentuk perdarahannya tidak beraturan. Penyakit AI juga terkadang
menyebabkan radang pada bursa Fabrisius, namun bentuk plica
(lipatan-lipatan/gelambir) bursa Fabrisius nya masih seragam
karena AI tidak merusak sel-sel limfosit yang terdapat pada bursa
Fabrisius. Selanjutnya diagnosa banding antara Gumboro dan IB
juga perlu diamati lebih spesifik, terutama pada pembengkakan ginjal
yang sama-sama ditimbulkan. Karena pembengkakan ginjal antara Gumboro
dan IB terkadang sulit dibedakan dari perubahan fisik yang terjadi,
maka lebih baik periksa perubahan organ tubuh lainnnya.
Pencegahan
Kasus Gumboro
Usaha
terbaik mencegah kasus Gumboro adalah kombinasi antara manajemen
optimal dan melakukan vaksinasi. Oleh karena itu, beberapa tindakan
yang dapat diterapkan agar Gumboro tidak mengincar lagi di farm kita
antara lain:
1. Optimalkan
masa persiapan kandang
Optimalisasi
masa persiapan kandang dapat membantu mengeliminasi virus Gumboro.
Lakukan desinfeksi kandang dengan baik dan benar mulai dari
penurunan litter dan pengeluaran feses dari farm. Setelah
itu, kandang dibersihkan dan didesinfeksi. Bahasan mengenai cara
mengotimalkan persiapan kandang ini akan dibahas secara khusus dan
lebih detail pada artikel suplemen edisi kali ini.
2. Evaluasi
program vaksinasi Gumboro
Dalam
penyusunan program vaksinasi Gumboro sejak awal pemeliharaan ada 3
hal yang harus kita perhatikan :
a) Level
dan keseragaman antibodi maternal
Dalam
menentukan nilai antibodi maternal dapat diketahui dengan cara
mengambil sampel darah (serum, red) dari kelompok anak ayam
yang belum divaksin antara umur 1-4 hari, kemudian diuji dengan
metode ELISA. Dengan data ini bisa dihitung umur vaksinasi Gumboro
pertama menggunakan vaksin Gumboro aktif. Pada ayam pedaging,
vaksinasi Gumboro cukup dilakukan 1 kali, sedangkan pada ayam
petelur program vaksinasi Gumboro minimal dilakukan 2 kali selama
periode pemeliharaan. Khusus pada ayam pedaging, jika dari hasil uji
serologi diketahui sejak awal bahwa antibodi maternalnya tidak
seragam, maka meskipun sudah divaksin Gumboro, kedepannya harus
dilakukan pengulangan vaksinasi Gumboro kembali.
Terkait
dengan level antibodi maternal, program vaksinasi Gumboro yang
dilakukan ketika level antibodi maternal masih tinggi akan
menyebabkan vaksin yang kita berikan tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena virus vaksin belum
sampai di target organ bursa Fabrisius, tetapi sudah
dinetralisir oleh antibodi maternal. Oleh karena itu, waktu
pemberian vaksin Gumboro perlu diperhitungkan dengan baik. Jangan
sampai vaksin diberikan sebelum waktunya atau justru setelah ayam
kehilangan perlindungan dari antibodi maternal.
Pada
kasus Gumboro yang muncul pada ayam umur < 21 hari atau > 21
hari dengan tingkat kematian tinggi (> 5%), vaksin jenis
intermediate plus atau Medivac Gumboro A menjadi solusi
yang tepat. Namun jika kasus Gumboro yang muncul pada ayam umur >
21 hari dengan tingkat kematian rendah (< 5%), maka dapat
menggunakan vaksin jenis intermediate atau Medivac Gumboro B.
b) Sejarah
kasus Gumboro
Dalam
menentukan umur vaksinasi Gumboro selain berdasarkan antibodi
maternal, juga perlu mempertimbangkan sejarah kasus Gumboro pada
periode pemeliharaan sebelumnya. Misalnya, kasus Gumboro terjadi
di umur 25 hari, maka vaksinasi Gumboro dapat dilakukan paling
lambat 2 minggu sebelum umur kasus penyakit, yaitu pada umur 11 hari.
c) Ketepatan
aplikasi vaksinasi
Aplikasi
vaksinasi Gumboro juga menjadi kunci penting yang mendukung
keberhasilan vaksinasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,
pastikan vaksinasi Gumboro diberikan dengan menggunakan metode per
oral, yaitu cekok atau tetes mulut dan air minum. Aplikasi
vaksinasi melalui metode cekok atau tetes mulut dapat diberikan
pada umur < 7 hari, sedangkan jika melalui air minum dapat
diberikan pada umur > 10 hari.
Mengapa
aplikasi vaksinasi melalui tetes mulut atau air minum? Alasannya
tidak lain agar vaksin dapat menuju ke target organ yaitu bursa
Fabrisius yang berada di ujung saluran pencernaan (kloaka,
red). Apabila aplikasi melalui air minum, pastikan kualitas
air bagus. Namun jika kualitas air minum kurang bagus, tambahkan
Medimilk 10g/5L atau Netrabil 5g/L air minum guna
memperbaiki mutu air, sehingga dapat memperpanjang umur virus vaksin
untuk menghasilkan kekebalan yang tinggi. Selain itu, perhatikan
rasio air minum yang diberikan sehingga ayam mendapatkan dosis
vaksin yang seragam.
3. Kendalikan
stres pada ayam
Stres
merupakan reaksi fisiologis normal ayam dalam rangka beradaptasi
dengan situasi baru, baik itu yang terkait dengan lingkungan maupun
perlakuan-perlakuan yang diterima ayam. Pada kondisi tertentu,
pemeliharaan ternak seringkali memunculkan efek stres. Pada kondisi
ini, ayam butuh multivitamin anti stres seperti Vita Stress
atau Fortevit, karena kandungan vitamin C dan E- nya dapat
meningkatkan ketahanan tubuh dan mengatasi stres.
Berbagai
Kasus Gumboro di Lapangan
1. Farm
Ayam Petelur Komersial
Seperti
kasus Gumboro yang dialami oleh peternak asal Denpasar, yang telah
dibicarakan pada awal artikel, kasus Gumboro terjadi pada umur 17
hari, lalu pada keesokan harinya dilakukan vaksinasi Gumboro.
Pertanyaannya apakah tindakan yang dilakukan sudah tepat?
Tindakan
di atas masih belum tepat. Ada 3 hal yang perlu dievaluasi yaitu
waktu vaksinasi Gumboro yang terlambat, jenis vaksin yang kurang
tepat, dan pengulangan vaksinasi Gumboro setelah terjadi kasus.
Saran yang kami berikan untuk periode pemeliharaan berikutnya ialah
memajukan vaksinasinya di umur 7 hari dengan Medivac Gumboro A
melalui aplikasi tetes mulut. Kemudian pada umur 28 hari, lakukan
pengulangan vaksinasi dengan vaksin Medivac Gumboro A melalui
air minum. Sebelum memulai pemeliharaan, lakukan istirahat kandang
dengan optimal selama 14 hari dan terapkan biosecurity secara
tepat.
Perlu
kita perhatikan juga, saat terjadi outbreak Gumboro tidak
dianjurkan untuk melakukan vaksinasi karena penyakit ini merusak
bursa Fabrisius yang merupakan “pabrik”
pembuatan antibodi. Penanganan yang dapat dilakukan saat terjadi
Gumboro adalah memberikan air gula 2-5 % dan vitamin (Fortevit
atau Vita Stress) untuk memberikan energi serta
meningkatkan kondisi tubuh. Jika ada kebengkakan ginjal maka dapat
diberikan Gumbonal 1g/L air minum selama 3-5 hari. Gumbonal
dengan kandungan hexamine merupakan antiseptik pada saluran kemih
sehingga dapat mengurangi kematian akibat kebengkakan ginjal.
2. Farm
Ayam Pedaging Komersial
Pada
farm ini sering terjadi kasus Gumboro dan ND diumur 21-25 hari dengan
tingkat kematian sebesar 10%. Sedangkan vaksinasi Gumboro hanya
sekali dilakukan dengan Medivac Gumboro B pada
umur 16 hari melalui air minum. Pertanyaannya apakah program tersebut
sudah tepat? Tindakan di atas masih belum tepat. Evaluasi pertama
adalah terlalu dekat jarak waktu kejadian penyakit dengan waktu
vaksinasi (± 7 hari). Padahal antibodi hasil vaksinasi
dengan vaksin aktif paling cepat baru mencapai titer protektif pada
± 14 hari post vaksinasi. Pada kasus ini saran yang diberikan
adalah memajukan vaksinasi Gumboro pada umur 7-10 hari dengan
Medivac Gumboro A melalui tetes mulut.
Pada
periode selanjutnya jika masih terjadi kasus Gumboro maka ada 2
alternatif pilihan program perbaikan yang dapat digunakan. Pertama,
program vaksinasi Gumboro dapat diubah menjadi 7 dan 14 hari dengan
Medivac Gumboro A. Kedua, melihat efek
imunosupresi yang dipicu oleh penyakit Gumboro menyebabkan ayam
lebih rentan terinfeksi berbagai penyakit lain seperti ND, maka
dapat dipertimbangkan vaksinasi dengan Medivac ND
Hitchner B1/Lasota/ND- IB dan Medivac
ND Gumboro Emulsion pada umur 4 hari, untuk
menstimulasi kekebalan Gumboro dan ND lebih baik dan cepat. Di umur
7 hari divaksin dengan Medivac Gumboro A.
Gumboro
adalah penyakit yang salah satunya menimbulkan dampak imunosupresi.
Untuk mencegahnya, selain dengan mengoptimalkan masa persiapan
kandang, maka perlu upaya untuk memperkuat status kekebalan ayam
melalui vaksinasi Gumboro. Dalam vaksinasi Gumboro, peternak juga
setidaknya perlu mengevaluasi program vaksinasi yang selama ini
dilakukan seperti aplikasi pemberian vaksin, kapan vaksinasi
dilakukan, dan jenis vaksin apa yang diberikan agar Gumboro tidak
menyerang secara berulang di peternakan. Salam.
|
Menelusuri catatan penyakit di Indonesi, kita akan menemukan bahwa Gumboro sempat menyebabkan outbreak di tahun 1991. Sebelumnya di tahun 1987, strain very virulent infectious bursal disease (vvIBD) menyebabkan outbreak di Eropa. Data terakhir Technical Support Medion
selama 2006-2010 memperlihatkan bahwa Gumboro selalu berada di 10 besar
penyakit pada ayam pedaging maupun petelur. Hal ini mengindikasikan
penyakit ini masih tetap mengintai di sekitar ayam kita.
Di
Indonesia, tingkat kesakitan akibat penyakit ini mencapai 100%
sedangkan tingkat kematian hingga 30% pada ayam pedaging dan 60% pada
ayam petelur (Ignatovic et all., 2003). Meskipun tingkat kematian
sudah tidak sebesar dibandingkan 20 tahun yang lalu, tetapi akibat
serangan Gumboro efek negatifnya tetap besar yaitu immunosuppressive, sehingga ayam mudah terserang penyakit lain seperti ND atau bahkan AI walaupun ayam telah divaksin dengan baik.
Beberapa faktor yang menyebabkan Gumboro masih sering mengincar di peternakan akan dibahas dalam artikel ini.
- Sanitasi dan Desinfeksi Kandang yang Tidak Optimal
Penyebaran
penyakit Gumboro umumnya terjadi secara horizontal. Oleh karena itu
manajemen yang meliputi sanitasi dan biosekuriti sangat berpengaruh.
Munculnya kasus Gumboro dipicu dengan perlakuan sanitasi yang kurang
tepat, yaitu masih ditemukan adanya sisa-sisa kotoran/tumpukan karung
yang berisi feses di sekitar lokasi kandang saat DOC tiba. Seperti kita
ketahui bersama, feses merupakan media utama penularan Gumboro. Virus
IBD di dalam feses masih infektif hingga 122 hari setelah diekskresikan
(dikeluarkan).
Penumpukan feses di sekitar kandang berperan sebagai sumber penularan penyakit Gumboro
(Sumber : Dok. Medion)
Hal
lain yang terkadang masih terjadi adalah penyemprotan desinfektan tanpa
dilakukan pembersihan kandang terlebih dahulu atau pembersihan tidak
optimal (masih terdapat sisa litter/feses di sela-sela kandang). Kondisi ini tentunya akan mengakibatkan kerja desinfektan tidak akan optimal, terutama pada penggunaan Antisep (oxidizing agent). Jenis desinfektan ini kerjanya dipengaruhi oleh materi organik (feses, darah dan lendir).
Virus IBD merupakan virus yang sangat stabil. Virus ini relatif tahan terhadap panas (560C selama 5 jam, 600C selama 30 menit) dan beberapa macam desinfektan. Jenis desinfektan yang tepat untuk mengeliminasi virus IBD yaitu golongan oxidizing agent (kompleks iodium) dan golongan aldehyde (formalin). Produk yang dapat digunakan yaitu Antisep, Neo Antisep atau Formades.
Lakukan pembersihan kandang dengan optimal
(Sumber: Dok. Medion)
- Minimnya Monitoring Level dan Kesegaraman Antibodi Maternal
Program
vaksinasi Gumboro (vaksin aktif) sangat dipengaruhi oleh status
antibodi maternal. Vaksin Gumboro aktif yang diberikan ketika antibodi
maternal masih tinggi dapat mengakibatkan virus vaksin akan dinetralkan
oleh antibodi maternal. Alhasil vaksin yang diberikan tidak mampu
memberikan perlindungan secara optimal (De Wit. J.J et all.,).
Mengetahui
status antibodi maternal dapat digunakan untuk membantu menentukan
jadwal vaksinasi pertama dengan tepat. Selain itu dapat digunakan
sebagai pertimbangan untuk menentukan jenis vaksin yang akan digunakan,
jenis intermediate atau intermediate plus.
Ketepatan jadwal vaksinasi serta ketepatan pemilihan jenis vaksin
merupakan titik kritis yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi.
Pengambilan sampel serum untuk pemeriksaan antibodi maternal dilakukan
pada umur 1-3 hari.
Pada kenyataannya monitoring
antibodi maternal belum secara rutin dilakukan bahkan mungkin belum
pernah sama sekali dilakukan. Kendala ini bisa karena ketersediaan
laboratorium penguji. MediLab (Medion Laboratorium) menyediakan
jasa pengujian titer antibodi maternal Gumboro dengan metode ELISA,
hasil uji tersebut akan dilengkapi dengan analisa untuk memperkirakan
umur vaksinasi Gumboro pertama.
Peralatan ELISA yang digunakan untuk mengukur status antibodi maternal
(Sumber: Dok. Medion)
- Aplikasi Vaksinasi yang Kurang Tepat
Aplikasi
vaksin Gumboro aktif dilakukan per oral baik secara tetes mulut/ cekok
maupun air minum. Aplikasi secara tetes mulut/cekok akan lebih menjamin
setiap ayam mendapatkan 1 dosis penuh. Metode aplikasi ini terkait
dengan bagaimana virus Gumboro secara alami menginfeksi ayam yaitu
secara per oral.
Jumlah virus dalam 1 dosis vaksin Gumboro aktif minimal hanya 102 atau sama dengan 100, bandingkan dengan vaksin ND yang 1 dosis vaksin minimal mengandung 107 atau 10 juta. Bila handling
dan aplikasi vaksinasi Gumboro tidak tepat maka jumlah virus yang
sampai ke target organ tidak sesuai lagi dengan minimal dosis dan
memerlukan waktu yang lebih lama. Akibatnya pembentukan antibodi tidak
optimal dan tidak bisa protektif. Praktek di lapangan aplikasi vaksinasi
Gumboro masih dominan dilakukan melalui air minum. Meskipun praktis,
aplikasi via air minum memiliki kekurangan yang berpeluang menyebabkan
hasil vaksinasi tidak optimal karena tidak konsistensinya dosis vaksin
yang diterima ayam. Dosis vaksin yang diterima ayam tergantung pada
jumlah konsumsi air minum serta terkendala oleh batas waktu vaksinasi
dimana 2 jam harus habis terkonsumsi. Beberapa hal lain yang juga
menjadi kendala saat vaksinasi air minum, yaitu :
- Kualitas air tidak sesuai (mengandung logam berat, sadah, pH tidak netral, terkontaminasi bahan kimia seperti desinfektan/klorin)
- Tempat minum yang berisi vaksin terpapar sinar ultraviolet dari sinar matahari, terlalu dekat brooder sehingga menyebabkan kerusakan virus vaksin
Pastikan tempat minum yang berisi vaksin tidak terlalu dekat dengan brooder
(Sumber: Dok. Medion)
- Manajemen Brooding yang Tidak Optimal
Periode brooding merupakan periode pemeliharaan dari DOC (chick in)
hingga umur 14-21 hari (hingga lepas pemanas). Masa pemeliharaan ini
ikut menentukan baik tidaknya performa ayam di masa berikutnya. Apabila
terjadi kesalahan manajemen pada periode ini seringkali tidak bisa
dipulihkan dan berdampak negatif terhadap performa ayam di fase
berikutnya. Hal yang terkait erat dengan keberhasilan vaksinasi yaitu
pada masa ini terjadi perkembangan pesat organ kekebalan tubuh ayam.
Pada
umur satu minggu perkembangan organ limfoid sudah mencapai 70%.
Perkembangan optimal dari organ limfoid ini berkaitan erat dengan
penggertakan kekebalan aktif yang akan menggantikan peran kekebalan
pasif yang diturunkan dari induk ke anak ayam. Oleh karena itu perlu
diingat jika berat badan ayam tidak mencapai standar maka perkembangan
organ limfoid pun terganggu sehingga akan berpengaruh terhadap
keberhasilan vaksinasi yang dilakukan pada periode ini.
Manajemen brooding yang baik ikut menentukan keberhasilan vaksinasi yang dilakukan di periode ini
(salah satunya vaksinasi Gumboro)
(salah satunya vaksinasi Gumboro)
(Sumber: Dok. Medion)
- Adanya Faktor Immunosuppressant yang Mempengaruhi Keberhasilan Vaksinasi
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan vaksinasi yaitu memastikan tidak ada faktor-faktor yang bersifat immunosuppressant.
Vaksinasi Gumboro umumnya dilakukan pada umur akhir minggu pertama atau
masuk minggu kedua. Pada umur ini adakalanya mulai terjadi kesalahan
manajemen pemeliharaan seperti keterlambatan pelebaran kandang,
pembukaan tirai kandang atau penambahan bahan litter. Praktek
manajemen yang kurang tepat akan menyebabkan kualitas udara dalam
kandang tidak segar, bau amonia mulai muncul. Kondisi ini merupakan
faktor pemicu munculnya kasus penyakit terutama penyakit pernapasan
seperti CRD atau penyakit pencernaan (koksidiosis). Kedua penyakit ini
bersifat immunosuppressant sehingga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi yang dilakukan.
Pada
periode umur satu sampai dengan dua minggu merupakan masa padat
vaksinasi, selain vaksinasi Gumboro anak ayam juga menerima vaksinasi
yang lain seperti ND (4 hari), IB (4 hari) serta AI (10 hari). Padatnya
jadwal vaksinasi ini jika tidak diimbangi dengan manajemen pemeliharaan
yang baik akan beresiko menimbulkan stres pada anak ayam. Kita ketahui
bersama stres merupakan faktor yang juga dapat menekan keberhasilan
vaksinasi. Oleh karenanya menjadi hal penting untuk mempersiapkan anak
ayam dalam kondisi optimal saat menerima vaksinasi. Berikan ransum, air
minum sesuai kebutuhan dan support dengan pemberian multivitamin (Vita Stress).
Kenali Kembali Penyebab Gumboro
Penyakit Gumboro disebabkan oleh virus IBD yang berasal dari famili (keluarga) virus Birnaviridae dan genus Avibirnavirus. Virus ini memiliki dua serotipe yaitu I dan II. Hanya serotipe I yang patogenik (menimbulkan sakit) pada ayam.
Struktur virus IBD tidak beramplop, berbentuk simetris ikosahedral dan berisi utas rantai RNA (Ribonucleic Acid)
(en.wikipedia.org). Virus yang tidak beramplop ini memiliki kelebihan
yaitu lebih stabil terhadap perubahan di lingkungan. Virus IBD tetap
stabil dalam range pH yang luas (2-8), terpapar enzim proteolitik di usus seperti tripsin dan panas 600C
selama 30 menit tetap infektif. MacLachlan dan Stott (2004) juga
menyatakan bahwa virus IBD masih bisa ditemukan di kandang yang telah
dipanen ayamnya lebih dari 100 hari, di mana jika kandang tersebut tanpa
dilakukan desinfeksi.
Penularan
virus IBD hanya secara horizontal dengan media penularan utama yaitu
feses. Virus IBD di dalam feses masih infektif hingga 122 hari setelah
diekskresikan (dikeluarkan) oleh ayam. Sedangkan virus dalam air minum
dan ransum ayam masih infektif hingga 52 hari setelah diekskresikan.
Tempat minum dan tempat ransum yang terkontaminasi feses dapat juga
berperan sebagai media penular. Penularan virus secara vertikal (dari
induk ke anak atau via telur tetas) tidak terjadi. Begitupun dengan ayam
yang carrier, juga tidak ditemukan sehingga ayam yang sembuh dari Gumboro tidak berpotensi menularkan virus ke lingkungan.
Semua jenis/strain
ayam peka terhadap penyakit ini, tetapi yang paling peka adalah ayam
petelur terutama yang jantan. Ayam berumur 22-35 hari ternyata paling
rentan terhadap serangan Gumboro Dari pemantauan Technical Support
Medion 2 tahun terakhir (tahun 2009-2010), pada ayam pedaging umur
paling rentan yaitu 22-28 hari, sedangkan pada ayam petelur umur > 35
hari (tahun 2009) dan 22-28 hari (tahun 2010) (Grafik 1 dan 2).
Kerugian Utama Akibat Gumboro
Immunosuppressive
menjadi karakteristik yang paling dikhawatirkan dari infeksi Gumboro,
selain menyebabkan adanya mortalitas dan morbiditas juga menyebabkan
penurunan efisiensi ransum maupun gangguan pertumbuhan. Hal ini
dikarenakan virus menyerang sistem kekebalan tubuh ayam khususnya organ bursa Fabricius yang terletak di bagian atas lubang dubur (kloaka) ayam. Dalam kondisi normal, bursa Fabricius mengalami regresi pada awal dewasa kelamin. Bursa Fabricius
dapat ditemukan hingga 6 bulan, meski demikian pada umur lebih muda
(4-5 bulan) bisa saja organ ini sudah tidak ditemukan karena proses
menghilangnya organ ini turut dipengaruhi oleh hormon reproduksi.
Bursa Fabricius merupakan tempat berkumpulnya sebagian besar sel limfosit B yang belum matang (immature). Sel ini akan mengalami pematangan di bursa Fabricius. Selain di bursa Fabricius sel limfosit B juga terdapat di tymus dan limpa dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Limfosit B mature
apabila bertemu dengan antigen (bibit penyakit maupun vaksin) akan
teraktivasi dan membentuk antibodi sebagai tanggap kebal. Virus Gumboro
menyerang sel limfosit B yang belum matang sehingga menyebabkan
penurunan jumlah limfosit B matang. Keadaan ini berimbas pada menurunnya
jumlah antibodi yang terbentuk (immunosuppressive).
Gumboro klinis ditandai oleh ayam lesu, perdarahan bergaris di otot paha, peradangan dan pembengkakan bursa Fabricius dan pembengkakan ginjal
(Sumber: Dok. Medion)
Pencegahan Kasus Gumboro
1. Mengoptimalkan masa persiapan kandang
Istirahat kandang minimal 14 hari sejak kandang sudah dibersihkan dan disemprot desinfektan
(Sumber: Dok. Medion)
Optimalisasi
masa persiapan kandang dapat membantu mengeliminasi virus Gumboro.
Lakukan desinfeksi kandang dengan baik dan benar mulai dari penurunan litter dan pengeluaran feses dari farm. Kemudian kandang disikat, disabun dan dibiarkan beberapa saat hingga kering. Selanjutnya semprot desinfektan dengan Sporades atau Formades.
Sanitasi peralatan kandang (tempat minum, tempat ransum, dsb) dan rendam dengan larutan Neo Antisep atau Sporades
minimal selama 30 menit. Simpan peralatan kandang yang sudah disanitasi
dalam kandang yang sudah didesinfeksi. Tutup tirai kandang dan
istirahatkan selama minimal 14 hari sebelum chick in. Lakukan juga penyemprotan insektisida untuk mengeliminasi kumbang Alphitobius diaperinus dan Carcinops purnilio yang berperan menyebarkan virus Gumboro (vektor).
2. Evaluasi program vaksinasi
Program vaksinasi Gumboro dipengaruhi oleh :
a) Jenis dan umur ayam
Vaksinasi pada ayam pedaging minimal dilakukan 1 kali, sedangkan pada ayam petelur minimal 2 kali vaksinasi.
b) Level antibodi maternal
Titer antibodi maternal menentukan umur dan jenis vaksin yang akan digunakan, apakah intermediate (Medivac Gumboro B) atau intermediate plus (Medivac Gumboro A).
c) Keseragaman antibodi maternal
Jika tingkat antibodi materal dalam sekelompok ayam uniform (seragam),
keberhasilan vaksinasi dapat diperoleh hanya dengan satu kali
vaksinasi. Pada kenyataannya sangat sulit untuk mendapatkan tingkat
antibodi maternal yang seragam. Pada kelompok ayam dengan antibodi
maternal yang tidak seragam, untuk mendapatkan hasil vaksinasi yang
seragam diperlukan vaksinasi lebih dari satu kali (pengulangan
vaksinasi).
d) Keganasan virus Gumboro lapangan dan waktu outbreak
Pada
daerah yang rawan serangan pada umur < 3 minggu atau di atas 3
minggu dengan kematian lebih dari 5%, lakukan vaksinasi pada umur 7 hari
menggunakan vaksin intermediate plus (Medivac Gumboro A).
Sedangkan untuk daerah yang rawan pada umur > 3 minggu dengan
kematian kurang dari 5%, lakukan vaksinasi umur 10-14 hari menggunakan
vaksin intermediate (Medivac Gumboro B).
Aplikasi
vaksin juga mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Untuk ayam dengan umur
< 7 hari sebaiknya aplikasi vaksin Gumboro dilakukan secara tetes
mulut mengingat konsumsi air minum pada umur tersebut belum optimal.
Sedangkan pada umur > 7 hari bisa dilakukan melalui tetes mulut
maupun air minum. Pastikan dosis yang diterima ayam sesuai dan seragam.
Contoh Program Vaksinasi Gumboro
Program ini hanya sebagai petunjuk umum dan dapat disesuaikan dengan kondisi di peternakan.
Tabel 1. Program Vaksinasi pada Ayam Pedaging
Tabel 2. Program Vaksinasi pada Ayam Petelur
Keterangan : * dan ** (lihat pada penjelasan poin d)
Produk vaksin aktif Medion.
Medivac Gumboro A dan Medivac Gumboro B
Terlanjur Terserang Gumboro, Tindakan Apa yang Dilakukan
Kejadian kasus Gumboro di lapangan bisa murni maupun komplikasi, mengingat penyakit ini bersifat immunosuppressive. Dari data Technical Support
Medion tahun 2009-2010 menunjukkan kasus Gumboro pada ayam pedaging
paling sering berkomplikasi (3 tertinggi) dengan CRD, CRD kompleks dan
ND. Sedangkan pada ayam petelur dengan ND, koksidiosis dan CRD. Berikut
tindakan yang perlu dilakukan jika ada kasus Gumboro :
- Therapy supportive
Berikan
air gula 2-5% (20-50 gram per liter air minum) untuk memulihkan stamina
ayam. Tambahkan multivitamin atau multivitamin plus anti stres (Vita Stress).
Selain itu berikan juga antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder
bakteri. Pemilihan antibiotik perlu dilakukan dengan benar karena kasus
Gumboro dapat menyebabkan kebengkakan ginjal, sehingga kita perlu pilih
antibiotik yang tidak menimbulkan efek samping memperparah kerja
ginjal (misal: Neo Meditril, Koleridin atau Doxytin). Jika kondisi ginjal mengalami kebengkakan dan peradangan maka therapy supportive yang diberikan yaitu air gula dan Gumbonal. Pemberian Gumbonal
akan mengurangi angka kematian pada kasus Gumboro akibat pembengkakan
ginjal, pengobatan infeksi sekunder dan antiseptik di saluran kemih.
- Isolasi, desinfeksi dan jika memungkinkan pengeluaran feses
Penyakit
Gumboro sangat mudah menular dengan tingkat morbiditas (kesakitan)
mencapai 100%. Tingginya tingkat morbiditas ini ditunjang dengan adanya
ayam sakit yang terus mengeluarkan partikel virus serta keberadaan virus
di feses. Oleh karena itu, lakukan pemisahan ayam yang sakit.
Lakukan
penyemprotan desinfektan untuk menekan populasi virus di kandang dan
lingkungan kandang. Pilih desinfektan yang aman untuk ayam dan efektif
untuk membunuh virus Gumboro, seperti Antisep atau Neo Antisep.
Meskipun ancaman Gumboro tetap mengincar, namun membebaskan farm kita
dari serangan Gumboro akan menjadi mungkin jika kita mengenal faktor
penyebab munculnya Gumboro. Langkah selanjutnya kita lakukan upaya yang
optimal, meliputi program pencegahan yang ketat (vaksinasi, sanitasi
kandang dan lingkungan kandang). Semoga informasi ini bisa membantu Anda
dalam menekan kasus Gumboro. By: Pakan Ikan Madiun, Sumber: info.medion.co.id