Selamat Datang di Blog @Superfishfood sharing informasi Perikanan Peternakan Pertanian...
TAG - BLOGQ
BUDIDAYA UDANG WINDU
( Palaemonidae / Penaeidae )
1. SEJARAH SINGKAT
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5
ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang
disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar
terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air
tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air
tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para
ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut,
terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para
ahli. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang
bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas.
Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun
masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi
pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan.
2. SENTRA PERIKANAN
Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto,
Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur
(Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara
Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
3. JENIS
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
4. MANFAAT
1. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%,
dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan
vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1
0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan
fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2. Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi,
krupuk, dll.
3. Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala)
dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4. Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai
sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5. Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju
sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil,
kertas, pangan, dll.
6. Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri
kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan
sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
5. PERSYARATAN LOKASI
1. Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai
(beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
2. Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat
berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan
dan tidak pecah-pecah.
3. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan
kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
4. Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar
tergantung jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk
pertambakan adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3
meter.
5. Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-35
permil dan optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi
disk)
6. Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter;
H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri
(Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter;
Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal
(Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter;
Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5
mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat konstruksi tambak:
1. Tahan terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak
minimum pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari
bantara sungai.
2. Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang
sehingga dapat tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
3. Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap
erosi air.
4. Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga
menghemat tenaga.
5. Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia.
6. Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
7. Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.
Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak,
biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.
1. Tambak Ekstensif atau Tradisional
1. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa
bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
2. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
3. Luasnya antara 3-10 ha per petak.
4. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di
sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat
caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50 cm lebih
dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran
hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
5. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk
mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
6. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan
tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
7. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
2. Tambak Semi Intensif
1. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3
ha/petakan.
2. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran
(outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam
sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
3. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa)
inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk
memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu
panen.
4. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
5. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
6. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.
3. Tambak Intensif
1. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan
pengawasannya lebih mudah.
2. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari
tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih
tanah.
3. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah
dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan
konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
4. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul
biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak
pencampur sebelum masuk dalam tambak.
5. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang
mati di sudut petak.
6. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
7. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan
pompa.
Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:
1. Petakan Tambak
1. Sebaiknya dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak
pengairannya berasal dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau
laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga macam petakan: petak
pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak pembesaran dengan
perbandingan luas 1:9:90.
2. Selain itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang
terdalam. Dari petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian
air untuk pengisiannya. Setiap petakan harus mempunyai pintu air
sendiri, yang dinamakan pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan.
Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut juga saluran pembagi air.
3. Setiap petakan terdiri dari caren dan pelataran.
2. Pematang/Tanggul
1. Ada dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.
2. Pematang utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit
yang bersangkutan dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas
permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi
luar dibuat miring dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi
pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
3. Pematang antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang
satu dengan yang lain dalam satu unit.
4. Ukurannya tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar
bagian atas 0,5-1,5. Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1.
Pematang dibuat dengan menggali saluran keliling yang jaraknya dari
pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.
3. Saluran dan Pintu Air
1. Saluran air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat,
lebarnya berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan
sejajar dengan permukaan air surut terrendah. Sepanjang tepiannya
ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
2. Ada dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air
sekunder (tokoan/pintu air petakan).
3. Pintu air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke
dalam tambak yang termasuk dalam satu unit.
4. Lebar mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan
dengan tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar
saluran keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.
5. Bahan pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu
(kayu besi, kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)
6. Setiap pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di
antaranya diisi tanah yang disebut lemahan.
7. Pintu air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang
menghadap ke saluran air dan saringan dalam yang menghadap ke
petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk saringan
dalam dilapisi plastik atau ijuk.
4. Pelindung:
1. Sebagai bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat
dipasang rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun
kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang pematang juga dapat
digunakan sebagai pelindung.
2. Rumpon dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsi
juga untuk mencegah hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga
menumpuk pada salah satu sudut karena tiupan angin.
5. Pemasangan kincir:
1. Kincir biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena
udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan air.
2. Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan
pemutaran kincir itu mencapai 75-90%.
6.2. Pembibitan
1. Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau dari
alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur)
menurut ukurannya, yaitu :
1. Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi
pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air.
Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau
sedikit melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti
jet. Ekornya membentang seperti kipas.
2. Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya
telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis,
yaitu suka berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada
benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling
coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru
kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki renang
berbelang-belang kuning biru.
o Cara Penangkapan Benur:
1. Benih yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar
dan seser.
Belabar adalah rangkaian memanjang dari ikatan-ikatan
daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun
bahan-bahan lainnya.
Kegiatan penangkapan dilakukan apabila air pasang.
Belabar dipasang tegak lurus pantai, dikaitkan pada dua
buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air
pasang.
Atau hanya diikatkan pada patok di salah satu ujungnya,
sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil
dilingkarkan mendekati ujung yang terikat. Setelah
lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar
belabar.
2. Benih kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara
langsung diseser atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang
dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar perairan.
Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. Pembenihan secara
alami dilakukan dengan cara mengalirkan air laut ke dalam
tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak tradisional. Benih
udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah benur yang
bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur yang bermutu baik yang
didapat dari tempat pembibitan adalah:
1. Umur dan ukuran benur harus seragam.
2. Bila dikejutkan benur sehat akan melentik.
3. Benur berwarna tidak pucat.
4. Badan benur tidak bengkok dan tidak cacat.
2. Perlakuan dan Perawatan Benih
0. Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah Pemeliharaan larva
yang baik adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae,
kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
Kolam Diatomae
Diatomae untuk makanan larva udang yang merupakan hasil
pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema
danTetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Spesies
diatomae yang agak besar diberikan kepada larva periode mysis,
walaupun lebih menyukai zooplankton.
Kolam Induk
Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi induk udang yang
mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan. Telur
biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan
sudah menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
Kolam Larva
Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter. Artemia/zooplankton
diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada larva udang
mysis dan post larva (PL5-PL6). Artemia kering dan udang kering
diberikan kepada larva periode zoa sampai (PL6). Larva periode
PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000
ekor/m 2 , yang setiap kalidiberi makan artemia atau makanan
buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke
dalam tambak.
1. Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
Petak pendederan benur merupakan sebagian dari petak
pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang
terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm,
suhu 26-31derajat C dan kadar garam 5-25 permil. - Petak terbuat
dari daun kelapa atau daun nipah, agar benur yang masih lemah
terlindung dari terik matahari atau hujan.
Benih yang baru datang, diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan
dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang kadar garam
dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama
pengangkutan. Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut
dikeluarkan dan diganti dengan air dari petak pendederan.
Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan
berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau ikan
yang dihaluskan.
Pakan tambahan berupa pellet udang yang dihaluskan.
Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat
benih udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih
halus ± 0,003 gram dan berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
Pellet dapat terbuat dari tepung rebon 40%, dedak halus 20 %,
bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
Pakan yang diperlukan: secangkir pakan untuk petak pengipukan
/pendederan seluas 100 m 2 atau untuk 100.000 ekor benur dan
diberikan 3-4 kali sehari.
2. Cara Pengipukan di dalam Hapa
Hapa adalah kotak yang dibuat dari jaring nilon dengan mata
jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
Hapa dipasang terendam dan tidak menyentuh dasar tambak di
dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah
dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang
ditancamkan di dasar petak tambak itu. Beberapa buah hapa
dapat dipasang berderet-deret pada suatu petak tambak.
Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kehendak, misalnya
panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000 ekor/m 2 .
Pakan benur dapat berupa kelekap atau lumut-lumut dari petakan
tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan berupa
pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4 minggu, sampai
panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
Jaring sebagai dinding hapa harus dibersihkan seminggu sekali.
Hapa sangat berguna bagi petani tambak, yaitu untuk tempat
aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung
ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
3. Cara pengangkutan:
Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
Kantong plastik yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35
cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih
1000 ekor.
Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung
dan diikat dengan tali.
Kantong plastik tersebut dimasukkan dalam kotak kardus
yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan
kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil
yang jumlahnya 10% dari berat airnya.
Benih dapat diangkut pada suhu 27-30 derajat C selama
10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:
Jerigen yang digunakan yang berukuran 20 liter.
Jerigen diisi air setengah bagiannya dan sebagian lagi diisi
zat asam bertekanan lebih.
Jumlah benih yang dapat diangkut antara 500-700
ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya
sekitar 6%.
Dalam perjalanan jerigen harus ditidurkan, agar
permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak
bertumpuk.
Untuk menurunkan suhunya bisa menggunakan es batu.
4. Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu yang teduh.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
1. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan alami, yaitu:
kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara pemupukan:
1. Untuk pertumbuhan kelekap
Tanah yang sudah rata dan dikeringkan ditaburi dengan dedak
kasar sebanyak 500 kg/ha.
Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda,
dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan tergenang dan menguap
sampai kering.
Setelah itu tambak diairi lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk
kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
Pada saat itu ditambahkan pula pupuk anorganik, yaitu urea 75
kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai tumbuh. Air dapat
ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40 cm
di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan sebanyak 1-
2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP
5-15 kg/ha.
2. Untuk pertumbuhan lumut
Tanah yang telah dikeringkan, diisi air untuk melembabkannya,
kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam lumpur.
Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm, kemudian dipupuk dengan
urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.
Air ditinggikan sampai 40 cm setelah satu minggu.
Mulai minggu kedua, setiap seminggu dipupuk lagi dengan urea
dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
Lumut yang kurang pupuk akan berwarna kekuningan, sedangkan
yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut
yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu
lumut hanya digunakan untuk pemeliharaan udang yang dicampur
dengan ikan yang lain.
3. Untuk pertumbuhan Diatomae
Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk fosfor (P) menghendaki
perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya mendekati
1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung nitrat lebih baik
daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat
terlarut lebih lama dalam air.
Contoh pupuk:
Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.
Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17
Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26
Triple superphosphate-P2O5: prosentase P=39
Pemupukan diulangi sebanyak beberapa kali, sedikit demi sedikit
setiap 7-10 hari sekali.
Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N dan 0,11 ppm P.
Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm,
membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.
Pertumbuhan plankton diamati dengan secci disc. Pertumbuhan
cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah kelihatan.
Takaran pupuk dikurangi bila secci disc tidak terlihat pada
kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak kelihatan
pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.
2. Pemberian Pakan
Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda. Makanan udang
yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri dari:
1. Makanan alami:
Burayak tingkat nauplius, makanan dari cadangan isi kantong
telurnya.
Burayak tingkat zoea, makanannya plankton nabati, yaitu
Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll) dan
Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
Burayak tingkat mysis, makanannya plankton hewani, Protozoa,
Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus), anak kutu air
(Copepoda), dll.
Burayak tingkat post larva (PL), dan udang muda (juvenil), selain
makanan di atas juga makan Diatomaee dan Cyanophyceae yang
tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip, anak
udanng-udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga
detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membususk).
Udang dewasa, makanannya daging binatang lunak atau
Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing
Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
Dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang
tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
2. Makanan Tambahan
Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah masa pemeliharaan 3
bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:
Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah.
Dedak halus dicampur cincangan ikan rucah, ketam, siput, dan
udang-udangan.
Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak yang lain. Kulit kerbau
dipotong-potong 2,5 cm 2 , kemudian ditusuk sate.
Sisa-sisa pemotongan katak.
Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
Makanan anak ayam.
Daging kerang dan remis.
Trisipan dari tambak yang dikumpulkan dan dipech kulitnya.
3. Makanan Buatan (Pelet):
Tepung kepala udang atau tepung ikan 20 %.
Dedak halus 40 %.
Tepung bungkil kelapa 20 %.
Tepung kanji 19 %.
Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
o Cara pembuatan:
Tepung kanji diencerkan dengan air secukupnya, lalu
dipanaskansampai mengental.
Bahan-bahan yang dicampurkan dengan kanji diaduk-aduk dan
diremas-remas sampai merata.
Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan digiling dengan alat
penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering, kemudian
diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
o Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
Udang diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
Jumlah pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat
tubuhnya per hari.
Jumlah pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
Pemberian pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.
3. Pemeliharaan Kolam/Tambak
0. Penggantian Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah,
karena bagian ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak
tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya melalui lapisan atas,
sedangkan pemasukannya melalui bagian bawah.
1. Pengadukan secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan
pengadukan, air dapat memperoleh tambahan zat asam, atau
tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan
mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
2. Penambahan bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat
asam, dapat ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4).
Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih belum mampu membunuh
udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2.
3. Penambahan volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume
air dapat dikurangi. Perlu diberi pelindung.
4. Menghentikan pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan
pemberian pakan dihentikan apabila udang nampak menderita dan
tambak dalam kondisi buruk.
5. Singkirkan ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat
penyerok.
6. Penambahan pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila
menunjukkan gejala kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan
alami normal kembali.
Perbaikan teknis yang diperlukan:
1. Perbaikan saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak
memperoleh air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa
pemeliharaan.
2. Pompanisasi, bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya
rendah (kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam
atau keluar tambak.
3. Perbaikan konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan
masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak
longsor.
4. Perbaikan manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat
penebaran yang optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara
pemantauan terhadap pertumbuhan dan kesehatan udang.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama
1. Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan
memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2. Bangsa ketam
Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoranbocoran.
3. Udang tanah (Thalassina anomala),
Membuat lubang di pematang.
4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti
remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain.
5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
Menempel pada bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama
bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air
sama dengan pengendalian lumut.
2. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,
termasuk golongan buas, antara lain:
1. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong
(Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones
micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak
(Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo
sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops,
Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale
perspicillata).
3. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam
hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.
1. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong
(Telescopium telescopium).
2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek
(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan
lain-lain.
o Pengendalian:
1. Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang
mengandung racun saponin.
1. Bungkil biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh
yang diperas minyaknya dan banyak diproduksi di Cina.
2. Kadar saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi
biasanya dengan 150-200 kg bungkil biji teh per Ha
tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas
tanpa mematikan udang yang dipelihara.
3. Daya racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar
daripada terhadap udang.
4. Daya racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3
hari di dalam air. Setelah diracun dengan bungkil biji teh,
air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu bungkil itu
dapat menambah kesuburan tambaknya.
5. Daya racun saponin berkurang apabila digunakan pada air
dengan kadar garam rendah. Tambak dengan kedalaman
1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil, bungkil
biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan
kalau lebih rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan
air tambak dapat diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga
bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya.
Setelah 6 jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar
saponin menjadi lebih encer.
6. Penggunaan bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari,
pukul 12.00 atau 13.00.
7. Sebelum digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi
tepung, kemudian direndam dalam air selama beberapa
jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercikpercikan
ke seluruh tambak. Sementara menabur bungkil,
kincir dalam tambak diputar agar saponin teraduk merata.
2. Rotenon dari akar deris (tuba).
1. Akar deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar
yang masih kecil lebih banyak mengandung rotenon.Zat ini
dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas
yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
2. Dalam air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih
baik/lebih kuat daripada yang berkadar garam tinggi.
3. Sebelum digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil,
kemudian direndam dalam dalam air selama 24 jam.
Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke
dalam air sambil diremas-remas sampai air berwarna putih
susu.
4. Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila
kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon sudah hilang
setelah 4 hari.
3. Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan
nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan
takaran antara 200- 400 kg/Ha.
1. Sisa-sisa tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah
dasar dikeringkan dan kemudian diairi lagi setinggi ± 10
cm.
2. Setelah ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun
nikotinnya dapat membunuh hama. Sementara itu airnya
dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
3. Setelah itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa
tembakau sudah tidak beracun lagi dan dapat berfungsi
sebagai pupuk.
4. Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama
trisipan.
1. Brestan-60 adalah semacam bahan kimia yang berupa
bubuk berwarna krem dan hampir tidak berbau. Bahan
aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
2. Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila
kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya 28-40%.
Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya,
takaran yang dibutuhkan makin banyak.
3. Daya racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
4. Cara penggunaan:
Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10 cm.
Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar dilarutkan
dalam air secukupnya, kemudian dipercikpercikkan
ke permukaan air.
Air dibiarkan menggenang selama 4-10 hari, agar
siputnya mati semua.
Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali, dengan
memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu
pasang dan surut.
5. Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian
dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan untuk
meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam
lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang
timbul akan membunuh kepiting. Abu sekam yang dimasukkan ke
dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat
mematikan.
6. Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang
pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan.
7. Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan
Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan
ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua. Kadar yang dapat
mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi
baik siang maupun malam.
4. Penyakit asal virus.
0. Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh
terhadap kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan
post larva ke kolam pembesaran.
1. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
Gejala:
1. udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan,
muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
2. bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak,
udang akan tenggelam di bawah kolam;
3. udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya
gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat
moulting;
4. pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan
tubuhnya berwarna putih keruh;
5. permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau
parasit jamur;
6. pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan
pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan
kualitas air.
2. Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala: terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam
pemeriksaan hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi
dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut. Pengendalian:
perbaikan kualitas air.
3. Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala:
1. udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
2. kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih
(stocking) di kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum
diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan kualitas air.
4. Ricketsiae
Gejala:
1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada
beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan
pada dinding usus bagian tengah (mid gut);
3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan
ikat;
4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah
penebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik
pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian
menurun sampai tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian
timbul lagi, begitu seterusnya sampai udang dipanen.
Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin,
sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat
mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik
menurun, kematian akan timbul lagi.
5. Penyakit asal Bakteri
0. Bakteri nekrosis
Penyebab:
1. bakteri dari genus Vibrio;
2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang
disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala:
1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di
beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod,
pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya;
2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian:
1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya
furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan
erytromycin 1 mg/l;
2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam
pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang
digunakan;
3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
1. Bakteri Septikemia
Penyebab:
1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp.,
dan Pseudomonas sp.;
2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan
disebabkan defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena
stres yang berat.
Gejala:
1. menyerang larva dan post larva;
2. terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph
(sistem darah udang).
Pengendalian:
1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya
furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan
erytromycin 1 mg/l;
2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
6. Penyakit asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan
terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan
kemandulan (Bopyrid).
0. Parasit cacing
Cacing Cestoda, yaitu
Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat
dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam
jaringan inter-tubuler hepatopankreas.
Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada
dinding proventriculus dan usus.
Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang
hepatopankreas udang yang hidup secara alamiah.
1. Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini
menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang
dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel
telur) pada udang.
7. Penyakit asal Jamur
0. Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam
waktu 24 jam.
1. Penyebab:
Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan
Sirolpidium;
penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
2. Pengendalian:
pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01
pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva
yang sehat;
jalan filtrasi air laut untuk pembenihan;
pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang bersih
atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin, karena
dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
8. PANEN
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan masa
pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
1. ukurannya besar
2. kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3. masih dalam keadaan hidup dan segar.
2. Penangkapan
1. Penangkapan sebagian
1. Dengan menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang
terdiri dari dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan
perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang
dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus
pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan
prayang dilakukan malam hari pada waktu ada pasang besar dan
di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang. Lubang
prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang
besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang
melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
2. Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan
malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan
penangkapan. Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam
tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan apabila
ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
3. Dengan menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari,
karena udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
2. Penangkapan total
1. Penangkapan total dapat dilakukan dengan mengeringkan
tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa air
atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut.
Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari
petak tambak perlahan-lahan waktu air surut. Pada tambak semi
intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga kedalaman air 10-
20 cm.
2. Dengan menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di
lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya
jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser.
Dan cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
3. Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
4. Dengan menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai
dengan lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi
didorong beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi
kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air
udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang terkumpul di
kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
5. Dengan memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang
di saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air
mengalir perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal
bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan
tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah
ditangkapi dengan seser.
6. Dengan menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk
dua buah kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi
panjang. Mulut kantung yang di bawah di pasang pemberat agar
dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi
pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir
bawah mulut jaring dipasang kawat yang dapat dialiri listrik
berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di dasar mulut
jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan
meloncat dan masuk ke dalam jaring.
3. Pembersihan
Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih.
Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama dan
tidak cacat.
9. PASCAPANEN
Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen:
1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk
mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri
pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun) pada tahun 1999 adalah
sebagai berikut:
1. Biaya Produksi
1. Lahan
Sewa lahan 2 tahun Rp. 3.200.000,-
Pengolahan lahan Rp. 125.000,-
2. Bibit
Benur 60.000 ekor Rp. 16,- Rp. 960.000,-
3. Pakan
UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,- Rp. 224.460,-
UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,- Rp. 1.416.960,-
UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- Rp. 4.329.900,-
4. Obat-obatan dan pupuk
BCK 4 liter @ Rp. 12.500,- Rp 50.000,-
Sanponin 40 kg @ Rp 1500,- Rp. 60.000,-
Urea 10 kg @ Rp 2000,- Rp. 20.000,-
KCL 10 kg @ Rp 2.500,- RP. 25.000,-
Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,- Rp. 10.000,-
Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- Rp. 100.000,-
5. Alat
Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,- Rp. 100.000,-
pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,- Rp. 50.000,-
Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 18.000,-
Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,- Rp. 6.000,-
Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,- Rp. 13.500,-
Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,- Rp. 40.000,-
Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,- Rp. 25.000,-
Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,- Rp. 15.000,-
Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- Rp. 16.500,-
6. Tenaga kerja
Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,- Rp. 1.500.000,-
Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 Rp. 80.000,-
7. Lain-lain
Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,- Rp. 90.000,-
Transportasi Rp. 20.000,-
8. Biaya tak terduga 10% Rp. 1.254.532,-
Jumlah biaya produksi Rp 12.545.320,-
2. Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp 19.000,- Rp.34.463.700,-
3. Keuntungan per tahun/2 musim Rp.21.918.380,-
Keuntungan per musim (6 bulan) Rp. 4.686.530,-
4. Parameter kelayakan
1. B/C ratio per musim 1,37
2. Atas dasar Unit :BEP = FC/P-V 206,4 kg
3. Atas dasar Sales : BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,-10.2.
Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai prospek cukup
baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun komsumsi luar negeri. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan ekspor untuk udang.
11. DAFTAR PUSTAKA
1. Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung. Dalam Kumpulan
Kliping Udang II. Trubus.
2. Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta.
3. Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya.
4. Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan Pasca
Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai Tambah.
Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus.
5. Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta.
6. __________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.
7. __________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan Kliping Udang II.
Trubus.
8. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius.
Yogyakarta.
9. Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam Kumpulan
Kliping Udang II. Trubus.
10. Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu. Penebar
Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas