PENDAHULUAN
Dalam usaha peternakan, pakan merupakan komponen utama dan menyumbang sekitar 60 – 70% dari total biaya produksi. Untuk
dapat meningkatkan margin keuntungan usaha peternakan, perlu diupayakan
pengadaan bahan baku pakan yang murah, mudah dan kontinyu tanpa
bersaing dengan kebutuhan manusia, yaitu dengan pemanfaatan produk
samping industri pertanian seperti dedak gandum. Penggunaan
dedak gandum sebagai bahan baku pakan sumber energi sangat dibatasi
oleh tingginya kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu
diterapkan teknologi pengolahan pakan yang efisien untuk meningkatkan
nilai nutrisi bahan pakan sehingga pemanfaatannya pada ternak menjadi
optimal. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan enzim sebagai feed
suplemen yang berfungsi untuk memecah komponen serat kasar menjadi
produk yang lebih sederhana, yang dapat diserap langsung oleh ternak.
Pada
dasarnya setiap jenis ternak menggunakan enzim untuk mencerna makanan
yang mereka makan, baik dengan memproduksi sendiri enzim tersebut maupun
oleh mikroba yang terdapat dalam alat pencernaannya. Namun
demikian proses pencernaan tersebut tidak dapat sepenuhnya efisien.
Sebagai contoh, babi, tidak dapat mencerna 15 – 25% pakan yang
dimakannya (Bedforth dan Partridge, 2001). Oleh karena itu penggunaan
enzim, sebagai feed suplemen diperlukan untuk dapat meningkatkan
efisiensi pencernaan pakan.
Ransum yang mengandung biji-bijian seperti gandum,
barley dan produk ikutan industri pertanian seperti pollard, dedak
padi, gaplek mengandung serat kasar yang relatif tinggi, yang tidak
dapat dicerna dengan baik oleh ternak monogastrik seperti unggas dan
babi. Hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan enzim
pendegradasi serat seperti xilanase yang dapat menurunkan viskositas
digesta sehingga dapat meningkatkan penyerapan nutrisi.
Penggunaan Enzim Dalam Industri Pakan
Pada usaha produksi ternak, komponen utama yang paling tinggi dalam biaya produksi adalah pakan ternak. Keuntungan
yang akan diperoleh dari usaha tersebut akan bergantung pada rasio
biaya pakan dan nilai nutrisi yang tersedia dalam pakan. Seringkali
formulasi ransum dibatasi oleh faktor kemampuan ternak dalam mencerna
berbagai komponen dalam bahan baku pakan, terutama serat. Inefisiensi
penggunaan pakan ini dapat meningkatkan biaya usaha bagi peternak, juga
dapat mencemari lingkungan (contoh pospor pada pakan) (Bedforth dan
Partridge, 2001).
Untuk
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, dapat ditambahkan enzim
sebagai feed suplemen. Ada empat jenis enzim yang banyak digunakan dalam
industri pakan, yaitu enzim pemecah serat, protein, pati dan asam
pitat.
Suplementasi
enzim xilanase pada pakan dasar gandum dapat menurunkan viskositas
digesta dan meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler usia 6
minggu hingga 14,72% dan 2,60% (Chiang et al., 2005). Xilanase
dapat menurunkan viskositas digesta dengan cara menghidrolisis
arabinoxilan menjadi arabinosa dan xilosa, sehingga mudah dimanfaatkan
oleh unggas (Choct, 1997). Berdasarkan penelitian Ketaren
et.al (2001), penggunaan pollard 30% dengan suplementasi enzim natugrain
(xilanase dan β-glukanase ) dalam ransum ayam broiler menunjukkan
pengaruh nyata terhadap konversi ransum dibandingkan penggunaan dedak
padi 30% dengan level enzim 0,01%.
Pasar global enzim pada tahun 1995 diperkirakan
senilai 1 juta US dollar dan diperkirakan meningkat sekitar 1.7 – 2 juta
US Dollar pada tahun 2005, diperkirakan akan terus menigkat pada
tahun-tahun yang akan datang, (Godfrey dan West, 1996) mengingat enzim
juga berpengaruh positif terhadap kesehatan ternak.
Mekanisme Kerja Enzim Xilanase yang Diaplikasikan pada Ternak Unggas
Enzim merupakan senyawa protein dapat larut yang diproduksi oleh organisme hidup (Jacobs et al.,
1965; Singleton dan Sainsbury, 2001). Enzim berfungsi sebagai
katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa organik
yang komplek menjadi sederhana. Katalisator akan ikut serta dalam reaksi
dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, tetapi akan kembali
kekeadaan semula bila reaksi telah selesai (Harper et al.,
1979). Enzim juga dapat didefinisikan sebagai molekul biopolimer yang
tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai
yang teratur dan tetap. Enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup
untuk mengkatalisis reaksi antara lain konversi energi dan metabolisme
pertahanan sel (Richana, 2002).
Tubuh
makhluk hidup dapat memproduksi enzim sendiri sesuai dengan kebutuhan,
akan tetapi penambahan enzim pada ransum terkadang masih dibutuhkan.
Penambahan enzim ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya
antinutrisi pada bahan pakan, rendahnya efesiensi kecernaan bahan pakan,
dan ketidaktersediaan enzim tertentu dalam tubuh ternak. Xilanase dan
ß-glucanase adalah contoh enzim yang digunakan untuk meningkatkan daya
cerna pakan pada ternak monogastrik (Samadi, 2004).
Xilanase
merupakan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan 1,4-β yang terdapat
pada hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan atau polimer dari xilosa dan
xilooligosakarida (Riyanto et al., 2001; Richana, 2002).
Menurut Singleton dan Sainsbury (2001) xilanase dapat diklasifikasikan
berdasarkan substrat yang dihidrolisis dan produk akhirnya, yaitu
β-xilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase.
Hughes
(2003) menyatakan bahwa xilanase mampu memecahkan polisakarida non pati
yang tidak dapat larut dalam gandum, yaitu xilan. Menurut Williams
(1997), enzim xilanase yang ditambahkan ke dalam ransum ternak unggas
berbasis barley atau gandum atau pollard berhasil menurunkan
efek antinutrisi dari polisakarida non pati. Enzim xilanase akan
mengurangi viskositas cairan lambung pada usus halus, sehingga
memperlancar saluran pencernaan dan meningkatkan penyerapan nutrisi.
Xilanase juga merubah hemiselulosa menjadi gula sederhana sehingga
nutrisi yang awalnya terjerat dalam dinding sel hemiselulosa akan
dilepaskan dan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Gula tersebut dapat
dimanfaatkan oleh tubuh, sehingga ayam akan mendapatkan energi yang
cukup dari makanan dengan jumlah yang lebih sedikit. Reaksi kimia
tersebut sangat mendukung pemanfaatannya terutama untuk pakan ternak
yang berasal dari tumbuhan, baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan
(limbah pertanian) untuk meningkatkan daya cerna polisakarida non pati
dalam pakan.
Bedford dan Classen (1992) melaporkan bahwa campuran pakan ayam broiler dengan enzim xilanase yang berasal dari T. longibrachiatum
mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan
pertambahan bobot badan dan efisiensi konversi ransum. Demikian juga
dengan yang dilaporkan oleh Silversides dan Bedford (1999), penambahan
enzim xilanase (2626-2860 U/g xilanase + 643-940 U/g protease) ke dalam
ransum yang mengandung 56-64% gandum (2,5% serat kasar dalam ransum)
memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan bobot badan dan
konversi ransum. Dusel et al. (1998) juga melaporkan bahwa
enzim (6000 IU/g xilanase + 2000 IU/g protease) yang ditambahkan ke
dalam pakan dengan kandungan gandum sebesar 73% (2,5% serat kasar dalam
ransum) dapat menurunkan viskositas saluran pencernaan, meningkatkan
EMSn dan pencernaan bahan organik serta lemak kasar. Lázaro et al.
(2003) juga melaporkan bahwa penambahan enzim (864 IU xilanase dan 858
IU β-glukanase) ke dalam ransum broiler yang mengandung 50% gandum dapat
menurunkan viskositas saluran pencernaan, mempercepat waktu transit
ransum dalam saluran pencernaan dan meningkatkan performans ayam
broiler.
Pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diberi ransum basal pollard sebanyak
30% dengan suplementasi enzim xilanase 0,01% cenderung tumbuh lebih
cepat dibanding ayam pedaging yang memperoleh ransum lain. Suplementasi
enzim ke dalam ransum basal pollard mampu meningkatkan
efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%, sebaliknya suplementasi enzim ke
dalam ransum basal dedak padi tidak mampu memperbaiki efisiensi
penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa enzim xilanase
yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila digunakan pada
pollard, yang diketahui mengandung lebih banyak
xilan/pentosan atau glukan dibanding dedak. Peningkatan penampilan ayam
pedaging yang diberi ransum basal pollard dengan suplementasi
enzim xilanase ini, kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan
kecernaan protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan polisakarida
non pati (Poultry Indonesia, 2006).
Pemanfaatan
enzim xilanase juga telah dilakukan pada ayam petelur. Enzim xilanase
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kualitas telur, meskipun
tidak mempengaruhi produksi telurnya. Penggunaan enzim xilanase (2000
U/kg; Avizyme 2300) dalam ransum ayam petelur berbasis gandum (75-77%
berat kering total) dapat meningkatkan bobot telur dan putih telur serta
meningkatkan kandungan putih telur (Silversides et al., 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C.A. 2000. Enzim Komponen Penting dalam Pakan Bebas Antibiotika. Feed Mix Special. http:/www.alabio.cbn.net.
AOAC.1984. Official Methode of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Association of Official Analytical Chemist. Arlington.
Bradford, M.M. 1976. A
Rapid and Sensitive Methode for The Quantitation of Microgram
Quantities of Protein Utilizing The Principle of protein Dye-Binding. Anal.Biochem. 72:248-254
Bedford, M.R dan G.G. Partridge. (eds). 2001. Enzyme in Farm Animal Nutrition. CABI Publishing. U.K
Campbell, G.L. dan M.R. Bedford. 1992. Enzime Applications for Monogastric Feeds: A review. Can.J.Anim.Sci. 72:449 – 466.
Choct, M. 1997. Feed Non-Polisaccharides : Chemical Structure and Nutritional Significance. Proceedings Feed Ingridients Asia . American Soybean Association. Singapore.
Chaplin, M.F. dan C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge.
Chiang, C.C., B.Yu. dan P.W.S. Chiou. 2005. Effect of Xylanase Supplementation to Wheat-Based Diet on The Performans and Nutrient Availability of Broiler Chickens. Asian-Aust.J.Anim.Sci. 18:1141-1146.
Eriksson , K.E.L., R.A. Blanchette dan P. Ander. 1990. Microbial and Enzymatic Degradation of Wood and Wood Components. Springer-Verlag. Berlin, Heidelberg.
Godfrey, T dan West, S.I. 1996. Introduction to Industrial Enzimology. In : Godfrey, T dan West, S.I. 1996. (eds). Industrial Enzymology. 2nd eds. McMillan.. UK. pp 1-8.
Ketaren, P.P, Purwadaria,T.,Sinurat, A.P. 2002. Penampilan Ayam Pedaging yang Diberi Ransum Basal Dedak atau Pollard dengan atau tanpa Suplementasi Enzim Xilanase. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian. Bogor.
Leeson, S dan Summers, D.J. 2001. Scott’s Nutrition of The Chicken. University Books.
Miller, G.L. 1959. Dinitrosalysilic Assay. Anal Chem. 31:426-428
Pantaya, P. 2003. Kualitas
Ransum Hasil Pengolahan Steam Pelleting berbasis Wheat-Pollard yang
Mendapat Perlakuan Enzim Cairan Rumen pada Performans Broiler. Tesis .Program PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rawashdeh, R., I. Saadoun., A. Mahasneh. 2005. Effect of Cultural Condition on Xylanase Production by Streptomyces sp (Strain lb 24D) and its Potensial to Utilize Tomato Pomace. African J.of Bitechnol. 4(3):251-255
Richana, N., P. Lestari., A. Thontowi dan Rosmimik. 2000. Catatan Penelitian Seleksi Isolat Bakteri Lokal Penghasil Xilanase. J.Mikrobiol.Indonesia 5:54-56.
Sheppy, C. 2001. The Current Feed Enzyme Market and Likely Trends. Dalam. Bedford, M.R dan G.G. Partridge. (eds). 2001. Enzyme in Farm Animal Nutrition. CABI Publishing. U.K
Sibbald, I.R. 1980. Metabolic
Plus Endogenous Energy and Nitrogen Losses of Adult Cockerels: The
Correction Used in The Bioassay True Metabolizable Energy. Poultry Sci.
60:805-811.
Steel, R. G.D., dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sunna, A., S.G.Prowe .,T.Stoffregen dan G.Antranikian. 1997. Characterization of Xylanases from The New Isolated Thermofilic Xylan-Degrading Bacillus thermoleovorans. Strain k-3D and Bacillus flavothermus strain LB-3A. FEMS. Microbiol.lett. 148:209-216.
Thomas,M., T. Van Vliet and A.F.B. Van der Poel. 1998. Physical Quality of Pelleting Animal Feed and Contribution of Feedstuff Component. Anim.Feed Sci.Tech.J. 70:59-78.
Tsujibo, H., K, Miyamoto., T.Kuda., K.Minami., T Sakamoto., T. Hasegawa., Y.Inamori. 1992. Purification, Properties and Partial Aminoacid Sequences of Thermostable Xylanase from Streptomyces thermoviolaeus OPC-520. Appl.Environ.Microbiol. 58:371-375
Utarti, E. 2000. Produksi dan Karakterisasi Enzim Xilanase Bakteri Thermofilik Bacillus sp M-35. Tesis. Pascasarjana. IPB
Vranjes, M.V., dan C. Wenk. 1995. The Influence of Extruded Vs Untreated Barley in The Feed, with and without Dietary Enzyme Supplement on Broiler Performance. Anim.Feed.Sci. and Tech. 54:21-32
Yang, R.C.A., C.R. McKenzie., D. Bilous, V.L. Seligny dan S.A. Narang. 1998. Molecular Cloning and Expression of Xylanase gene from Bacillus polymixa in Escherichia coli. Environ.microbiol. 54:1023-1029.
Yu, E.K.C., Tan, L.U.L., Chan, M.K.H. Deschatelet, L and Saddler, J.N. 1991. Production of Thermostable Xylanase by a Thermophilic Fungus Thermoascus aurantiacus. Enzyme and Microbiology Technology. 9:16-24
Sumber : Dikutip berbagai sumber, by Indah, http://bit.ly/1axe5Is