1. Citrus vein phloem degeneration (CVPD) Citru Huang Lung Bin/citrus greening
Penyebab :
bakteri liberobacter asiaticum
Gejala:
-
Daun pada tajuk tanaman tampak kaku dan berwarna kuning.
- Jumlah tajuk daun yang menunjukan gejala tergantung pada
tingkat intensitas seranganya, mungkin hanya bagian kecil dari bagian tanaman,
pada sebagian tajuk kecil dari bagian tanaman, pada sebagian tajuk atau seluruh
tajuk tanaman.
- Tulang-tulang daun atau urat-urat daun tampak lebih menonjol
dengan warna tetap hijau.
- Pengalaman mikroskopis terhadap potongan melintang tulang
daun menunjukan kerusakan tampak bahwa jaringan floem daun tanaman sakit yang
di tunjukan dengan adanya jalur putih.
- Ukuran buah jeruk yang di hasilkan menjadi kecil-kecil
hingga sebesar kelereng (dikenal dengan buah nilik).
Penetapan tanaman
jeruk terserang CVPD harus hati-hati, dilapangan baik petugas maupun petani
masih mengalami keracunan, karena gejala serangan penyakit ini mirip denagan
gejala kekurangan unsur hara mikro seperti Zn, Fe, Mn, Mg dan lainya.
![]()
Bentuk
dan Bioekologi:
-
Bentuk mortopologi belum diketahui, potogen ini dapat di
keluarkan melalui bibit tanaman sakit dan fektor diafhorina citri yang viruliverous (mengandung petogen penyebab
penyakit yang dapat di tularkan).
-
Vektor diforina citri baru dapat menularkan CVPD ke tanaman
sehat 168-380 jam setelah menghisap tanaman sakit. Gejala penyakit tampak pada
tanaman ± 4,5 bulan setelah penularan penyakit.
-
Penularan melalui alat pertanian yang di gunakan dalam
pengolahan tanah maupun penangkasan masih perlu di buktikan.
-
Kecepatan penularan penyakit ini di pengaruhi oleh serangga
penular (vektor), kecepatan angin, tingkat ketahanan varietas tanaman dan lainya.
Inang
lain:
Family Rutacea, seperti Poncirus trifoliateRaf., kemuning (Murraya paniculata L.), swinglea glutinosa Mert, claussena indica,
Atalantiaa missionis dan tripassia aurantiola, dapak dara/perinkwel (vinca
rosea L.), maja (aegle mrmoles) dan kawista (limno citrus lettoralis).
Pengamatan:
-
Pengamatan di lakukan pada 10% populasi tanaman.
-
Bagian tanaman yang di amati adalah daun, buah dan tajuk.
-
Ambang pengendalian untuk penyakit CVPD adalah penyakit/daun
= 0, artinya meskipun hanya daun, maka harus di lakukan tindakan pengendalian.
Pengendalian:
Cara karantina
-
Melarang peredaran benih jeruk yang tidak jelas
asal-usulnya.
-
Melarang memasukan benih jeruk dari daerah serangan endemis
ke daerah bebas serangan CVPD.
-
Pemberian sanksi hukum terhadap pelaku pelanggaran pada
penangkaran dan peredaran bibit.
-
Penerapan peraturan tentang tata cara penangkaran, peredaran
dan penggunaan benih dalam budidaya jeruk.
Cara kultur
teknis
-
Penggunaan bibit jeruk bebas penyakit.
-
Menanam bibit jeruk pada lahan yang aman dan terbebas dari
sumber inokulum CVPD.
-
Menerapan pengelolaan teknologi kebun jeruk sehat (PTKJS).
Cara fisik dan
mekanis
-
Eradikasi dan sanikasi kebun terhadap inang lain CVPD dan
Diaphorina citri.
-
Eradikasi tanaman terserang CVPD.
Cara biologi
-
Memanfaatkan musuh
alami parasitoid, predator dan patogen selektif.
-
Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
2. Busuk Pangkal Batang/Browen Rot Gummosis
Penyebab:
cendawan phytopthora paracitica Dast., P. citropothora (R.E. sm & E.H sm)
Leonian, P.nicotianeae B. de haan (dast) waterh dan P..palmivora butl.
Gejala:
-
Menyerang bagian pangkal batang atau bagian sambungan antara
batang atas dan bawah untuk benih jeruk okulasi.
-
Gejala awal yang tampak berupa bercak basah yang berwarna
gelap pada kulit batang.
-
Jaringan kulit kayu yang terserang mengalami perubahan
warna, bahkan pada serangan lanjut perubahan warna terjadi pada permukaan
kulit, kambium dan kayu.
-
Kulit batang yang terserang, permukannya cekung dan
mengeluarkan blendok.
-
Pada tanaman terserang sering terbetuk Kalus.
-
Kematian akibat serangan penyakit ini terjadi apabila bercak
pada kulit melingkari batang.
-
Perkembangan bercak ke bagian atas, umumnya terbatas hingga
60cm diatas permukaan tanah, sedangkan perkembangan kebagian bawah dapat meluas
kebagian akar tanaman.
Bentuk
dan bioekologi:
-
Cendawan Phytopthora
var parasitica sporogonium-nya berbentuk lonjong sampai agak bulat
berbentuk buah pir dengan sporongiofor lebih halus dari pada hifa. Spora
mempunyai 2 bulu cambuk (flagella) dan pathogen dapat membentuk klamidospora
bulat, berdinding agak tebal.
-
Cendawan P. citrophthora
sporogonium-nya berbentuk jorong/sitrun dan terbentuk pada bagian tengah atau
ujung sporongiosfor bercabang tidak teratur. Spora mempunyai 2 bulu cambuk
(flagella) dan pathogen dapat membentuk klamidospora.
-
Cendawan P. palmivora sporogonium
berbentuk jorong membentuk klamidospora. Cendawan ini dapat bertahan dalam tanah
dan membentuk spora kembar, disebarkan terutama oleh hujan dan air pengairan
yang mengalir diatas permukaan tanah.
-
Penyakit busuk pangkal batang lebih banyak menyerang kebun
dengan ketinggian lebih dari 400m dpl, pada tanah yang basah seperti tanah
lempung berat yang dapat menahan air lebih lama.
-
Pathogen masuk lewat luka pada pangkal batang (penyebaran
oleh oospora melalui luka alamiah, luka karena alat pertanian atau luka oleh
serangga). Infeksi terjadi terutama pada musim hujan dan dibantu oleh pH tanah
agak masam (6,0-6,5). Infeksi pathogen juga dibantu oleh kabut dan fluktuasi
suhu yang kecil yang akan memperlambat penguapan.
Inang
lain:
Cabe, anggrek vanda,
papaya, durian, sirsak, srikaya, terung belanda, kacang tanah, ubi kayu, pala,
sirih, kelapa, kakao, karet dll.
Pengamatan:
-
Pengamatan dilakukan pada 10% populasi tanaman.
-
Bagian tanaman yang diamati adalah pangkal batang atau
sambungan antara batang tas dan bawah pada benih okulasi.
Pengendalian:
Cara kultur
teknis
-
Penggunaan benih jeruk dengan batang bawah yang tahan
terhadap Phythopthora (seperti Troyer dan Cleopatra Mandarin) dan tinggi
sambungan 45cm diatas permukaan tanah.
-
Menghindarkan terjadinya perlukaan terhadap akar maupun
batang pada waktu penyiangan.
-
Menjaga agar drainase tetap baik
-
Menghindari kelembaban yang tinggi dipertanaman dengan
mengatur jarak tanam yang cukup.
Cara fisik dan
mekanis
-
Mengumpulkan sisa-sisa tanaman dan bagian tanaman yang mati
kemudian dibakar.
Cara biologi
-
Memanfaatkan musuh alami parasitoid selektif.
-
Memanfaatkan aneka tanaman bipestisida selektif.
Cara kimiawi
-
Melabur/mengulas batang dengan bubur bordo atau cupravit untuk mencegah atau mengendalikan serangan
pathogen sebelum kondisinya parah.
-
Aplikasi/melabur batang dengan fungisida selektif dan
efektif sesuai dosis/konsentrasi yang direkondasi setelah pengusapan bagian
kulit batang yang mati.
3.
Kulit
Diplodia/Bark Rot/Diplodia Gummosis
Penyebab:
Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat.
(Diplodia natalensis P.Evans).
Serangan
diplodia pada tanaman jeruk dikenal ada 2 macam serangan, yaitu Diplodia basah
dan Diplodia kering.
Gejala:
Menyerang
bagian akar, batang dan ranting serta dapat mengakibatkan busuk akar, busuk
leher dan mati ranting.
Gejala
Diplodia basah
-
Mudah diketahui karena tanaman terserang mengeluarkan
blendok berwarna kuning keemasan.
-
Kadang-kadang kulit tanaman yang sakit setelah beberapa lama
dapat sembuh kembali, mengering dan mengelupas. Serangan diplodia dapat
berkembang dan menimbulkan luka-luka tidak teratur, serangan berat dapat
melingkari batang atau ranting yang dapat menyebabkan kematian batang atau
ranting.
-
Kayu yang telah mati berwarna biru sampai hitam.
Gejala
Diplodia kering
-
Cara menyerangnya sama dengan diplodia basah, tetapi gejala
awal sulit diketahui karena tanaman yang terserang tidak mengeluarkan blendok.
-
Serangannya lebih berbahaya karena gejalanya diketahui
setelah kulit tanaman mengering, sehingga pengendalian agak terlambat
dilakukan.
Bentuk
dan Bioekologi:
-
Cendawan dapat membentuk konidium yang tersebar, berwarna
hitam, mula-mula tertutup, kemudian pecah.
-
Konidium berbentuk lonjong mempunyai satu sekat berwarna
gelap dan terutama disebarkan oleh air dan serangga.
-
Penyakit diplodia banyak terdapat didaerah dataran rendah
dan tempat-tempat dengan kelembaban tinggi. Infeksi dan perkembangan penyakit
terjadi pada awal musim hujan (antara bulan Oktober November).
-
Pathogen masuk lewat luka: alamiah, alat pertanian, retak
karena beban buah terlalu berat.
-
Perkembangan dan tingkat serangan penyakit dipengaruhi oleh
jenis dan umur tanaman.
-
Kekeringan yang terjadi secara tiba-tiba, pembuahan yang
terlalu lebat dan adanya pelukaan pada tanaman merupakan kondisi yang baik
untuk perkembangan pathogen.
Inang
lain:
Cendawan ini
bersifat polifag yang menyerang beberapa macam jenis tanaman.
Pengamatan:
Pengamatan
dilakukan pada 10% populasi tanam.
Bagian tanaman
yang diamati adalah akar, batang dan ranting tanaman.
Pengendalian:
Cara kultur
teknis
-
Penggunaan benih jeruk sehat bebas penyakit
-
Pengaturan drainase yang baik.
-
Pemupukan berimbang (organic dan anorganik).
-
Menghindari pelukaan tanaman.
Cara fisik dan
mekanis
-
Sanitasi lingkungan dengan mengumpulkan dan membakar
sisa-sisa tanaman sakit.
-
Menoreh hingga bagian kulit tanaman sakit hingga 2cm
kebagian kulit yang sehat. Kulit torehan dikubur dan dibakar.
Cara biologi
-
Memanfaatkan musuh alami pathogen selektif, seperti Glomus fasciculatum.
-
Memanfaatkan aneka tanaman bipestisida selektif.
Cara kimiawi
-
Mengoleskan fungisida selektif dan efektif pada bagian kulit
tanaman terinfeksi atau bagian yang ditoreh (dikupas) sesuai dosis/konsentrasi
yang direkomendasi.
-
Untuk mencegah serangan penyakit ini, bagian batang tanaman
dipoles dengan larutan bubur boreaux (bordo).
-
Membersihkan alat-alat pertanian yang akan digunakan,
misalnya dengan Karbolinium planterum 8%.
Cara
eradikasi
-
Membongkar tanaman yang terserang berat, kemudian
membakarnya.
4. Embun Tepung/Powdery Mildew
Penyebab: Cendawan Oidium
tingitanium Carter (Acrosporium tigitanium
(Carter) Subr.).
Gejala:
-
Pada serangan awal pucuk-pucuk muda dan ranting permukaannya
ditutupi oleh lapisan massa dari konidia cendawan yang berbentuk tepung
berwarna putih.
-
Dibawah lapisan tepung, jaringan tanaman berwarna hijau
kebasahan dan kemudian berkembang menjadi kecoklatan.
-
Daun yang terserang mengeriput dan selanjutnya daun menjadi
kering.
-
Serangan berat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
terlambat.
Bentuk
dan bioekologi:
-
Apresorium membulat, konidium berbentuk tong dengan
ujung-ujung yang membulat, tidak berwarna, berbutir halus.
-
Konidium membentuk rantai yang terdiri atas 4-8 konidium
penyebarannya dipencarkan oleh angin.
-
Serangan penyakit ini dipengaruhi oleh ketinggian tempat
(jarang terjadi di dataran rendah).
-
Perkembangan pathogen didukung oleh adanya tunas muda dan
kelembaban tinggi.
Inang
lain:
Belum diketahui.
Pengamatan:
Pengamatan
dilakukan pada 10% populasi tanaman.
Bagian tanaman
yang diamati adalah pucuk dan daun tanaman.
Pengendalian:
Cara kultur
teknis
-
Pengaturan jarak tanam (tidak terlalu rapat) untuk
mengurangi kelembaban udara.
Cara fisik dan
mekanis
-
Sanitasi lingkungan dengan mengumpulkan pucuk dan daun yang
terinfeksi serta tidak produktif, selanjutnya dibakar untuk membunuh pathogen.
Cara biologi
-
Memanfaatkan musuh alami parasitoid selektif.
-
Memanfaatkan aneka tanaman biopestisida selektif.
Cara kimiawi
-
Untuk mencegah serangan penyakit ini, dilakukan pengembusan
serbuk belerang dengan dosis 20-30kg/ha atau direkomendasi.
-
Menggunakan fungisida selektif dan efektik pada bagaian
pucuk dan daun tanaman terinfeksi sesuai dosis/konsentrasi yang direkomendasi.
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
|
Selamat Datang di Blog @Superfishfood sharing informasi Perikanan Peternakan Pertanian...