TAG - BLOGQ

Tentang Spirulina

Fitoplankton merupakan salah satu organisme laut fotosintetik. Kandungan protein ganggang fotosintetik bersel tunggal (sedikit) mencapai 10-65% dari berat kering. Alga hijau Chorella dan Sceredesmus mengandung 55% protein. Sedangkan, Spirulina menunjukkan kandungan protein sampai 65%.
            Klasifikasi Spirulina menurut Bold & Wyne (1978) dalam Pamungkas (2005) adalah sebagai berikut :
                        Kingdom          : Protista
                        Divisi                : Cyanophyta
                        Kelas               : Cyanophyceae
                        Ordo                : Nostocales
                        Famili               : Oscilatoriaceae
                        Genus               : Spirulina
                        Spesies : Spirulina sp.
            Spirulina merupakan mikroorganisme autrotrof berwarna hijau-kebiruan dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix), sehingga disebut alga biru-hijau berfilamen (cyanobacterium) (Richmond 1988 dalam Pamungkas 2005). Bentuk tubuh Spirulina sp yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 mikrometer. Filamen Spirulina sp hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Richmond 1988 dalam Pamungkas 2005)
            Spirulina, ganggang biru hijau ini ditemukan pada air payau yang bersifat alkalis. Salah satu spesies Spirulina telah lama dikonsumsi sebagai bahan pangan di daerah Afrika. Bahkan pada abad ke-16, bangsa Astec Indian ditemukan sebagai pengguna Spirulina yang merupakan sumber protein utama dan ternyata kemudian ditemukan mengandung berbagai vitamin (Angka dan Suhartono 2000).
            Ada beberapa spesies Spirulina yang telah ditelaah secara baik. Spirulina yang tumbuh di Meksiko dikenal sebagai Spirulina maxima, dan di Afrika Spirulina platensis. Spirulina maxima terlihat sebagai benang filamen bersel banyak dengan ukuran panjang 200-300 dan lebar 5-70 mikron. Suatu filamen dengan 7 spiral akan mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel (Angka dan Suhartono 2000).
            Bila ditinjau dari segi keamanan pangan dan faktor kesehatan, Spirulina bebas dikonsumsi manusia. Studi di berbagai negara oleh berbagai badan internasional selama bertahun-tahun telah melaporkan konfirmasi efek toksisitas negatif, studi ini meliputi uji teratogenesis pada tikus. Pada saat ini, di negara-negara Asia timur, konsumsi tepung Spirulina meluas contuhnya sebagai bahan sop, salad dan dalam bentuk pil pangan kesehatan (Angka dan Suhartono 2000).
            Dari jurnal berjudul “Activation of the human innate immune system by Spirulina: augmentation of interferon production and NK cytotoxicity by oral administration of hot water extract of Spirulina platensis” pengamatan dikhususkan pada fungsi Spirulina sebagai bahan pengaktif sistem imunitas bawaan manusia. Yang akan dimanfaatkan untuk mencegah pertumbuhan sel kanker dan infeksi virus. Untuk dapat mengetahui aktivitas molekul dalam sistem imunitas manusia dilakukan analisa menggunakan sel darah relawan sebelum dan setelah diberikan ekstrak Spirulina. Penelitian inipun menjelaskan tentang fungsi NK yang ditandai dengan produksi IFN gamma dan cytolisis yang meningkat pada lebih dari 50% subjek penelitian.
            Dalam pembahasan disebutkan bahwa ternyata efek penambahan Spirulina mengakibatkan pertambahan produksi IFN gamma yang menimbulkan pertumbuhan produksi yang signifikan pada sel NK. Berikut grafik pertumbuhannya
            Analisis yang dilakukan terhadap 4 orang relawan tersebut memberikan gambaran tentang salah satu fungsi Spirulina yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah pertumbuhan sel kanker dan infeksi virus. Sel yang diambil sebelum diberikan Spirulina terlihat sangat minim memproduksi IFN gamma, berbeda dengan sel yang diambil setelah pemberian Spirulina. Walaupun memang terjadi ketidaksamaan antara relawan satu dan relawan lainnya. Ada yang mengalami pertumbuhan yang standar (semakin meningkat, seiring penambahan waktu), ada pula yang fluktuatif . Chlorella, mushrooms, dan agarics juga dikategorikan sebagai tumbuhan yang diyakini memiliki potensi kekebalan yang sama seperti Spirulina.
            Spirulina dapat mengatasi sel kanker karena mampu menghasilkan faktor alfa, menurut Ali Khomsan Alfa merupakan zat kimia yang paling baik menggempur sel tumor. Mekamisme lain, tumbuhan itu mengandung polisakarida yang mampu memperbaiki  sintesis kode gen DNA. Spirulina juga meningkatkan aktivitas enzim inti sel sehingga membuat DNA dalam kondisi baik dan sehat. Menurut Dr Oetjoeng, pada kasus kanker, Spirulina berperan mengontrol pH darah karena tingkat keasaman darah penderita kanker sangat rendah sekitar 5,7-6,3 padahal idealnya 7,3. oleh karena itu, Spirulina dapat meningkatkan pH darah karena bersifat basa (Trubus 2006). 
            Dalam buku Bioteknologi Hasil Laut dijelaskan bahwa Spirulina dapat menjadi panganan sehat yang siap dikonsumsi dengan beragam khasiat yang dimilikinya. Berikut daftar nilai nutrisi protein yang terkandung dalam Spirulina.
Lisin tersedia
85%
N dari asam nukleat
1,3- 2%
RNA
2,2-3,5%
DNA
0,7-1,0%
PER
2,2-2,6%
NPU
53-61%
Kecernaan
85-84%
            Protein Spirulina kering dapat mencapai 72% dengan kandungan asam amino yang cukup seimbang, kecuali asam amino sulfur yang sedikit defisien. Kandungan vitaminnya tinggi terutama vitamin B12. Nilai kecernaan pada tikus dilaporkan sebesar 84% dengan nilai NPU 61 dan nisbah keefisienan protein 2,3% (pada kasein 2,5%). Kandungan asam nukleat pada produk kering hanya 4,1%. Nisbah asam nukleat dan proteinnya rendah dibandingkan dengan sumber protein mikrobe. Karena itulah Spirulina dapat dikonsumsi langsung oleh manusia tanpa penghilangan /pengurangan kandungan asam nuklet (proses ini harus dilakukan apabila kita ingin mengkonsumsi protein mikrobe) (Angka dan Suhartono 2000).
            Pada umumnya, kekurangan protein nabati dalam tumbuhan disebabkan protein ini biasanya terikat dengan senyawa lain seperti lignoselulosa yang sulit dicerna  atau senyawa toksik seperti tanin, yang akan menurunkan nilai kecernaan protein tersebut. Pada Spirulina, dinding selnya terbuat dari senyawa mukoprotein dan bukan dari lignoselulosa. Pada ganggang ini juga tidak dijumpai senyawa lainnya yang menyulitkan pencernaan (Angka dan Suhartono 2000).
            Sifat-sifat fungsional protein Spirulina juga dapat mengimbangi sifat fungsional protein lain sehingga kemungkinan pemakaiannya dalam berbagai industri pengguna protein patut diperhitungkan. Spirulina telah dianalisis dan ditemukan kaya akan asam lemak tak jenuh, salah satu jenis utama adalah asam linolenat yang mencapai 20% total lipida (Angka dan Suhartono 2000).
            Sebagai pangan kesehatan, Spirulina tidak dapat dijadikan sebagai sumber steroid/vitamin. Namun demikian, selain kandungan proteinnya, komponen yang lain masih dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan. Setelah proses ekstraksi protein, bagian yang tersisa dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia : fikosianin, berbagai enzim, klorofil, karoten, dan xantofil (Angka dan Suhartono 2000).
            Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki, usaha budidaya Spirulina mulai  banyak dikembangkan. Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang biak dengan air asin dan alkalis merupakan salah satu keunggulan ganggang ini, Spirulina dilaporkan hidup baik pada keadaan kandungan khlorida sampai 14000mg/l (1,4%) dan pH optimum 8,5-9,5. lingkungan pertumbuhan dalam hal ini harus eimbang. Ion magnesium biasanya tidak boleh terlalu tinggi. Oleh karena itulah air laut tidak cocok sebagai media pertumbuhan karena kandungan magnesium yang tinggi. Senyawa karbondioksida diketahui beraksi secara kimia dengan medium alkalis sehingga meningkatkan penggunaan gas CO2. hal ini yang mendorong pertumbuhan Spirulina yang efisien dan produktif. Pada lingkungan optimum, Spirulina tumbuh secara optimal pada suhu 30-35°C (Angka dan Suhartono 2000).
            Produksi Spirulina pada dasarnya meliputi penumbuhan ganggang, pemanenan, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan produk. Ukuran Spirulina cukup besar sehingga dapat dipisahkan dari medium filtrasi sederhana. Di negara berkembang seperti Chad Amerika, pemisahan Spirulina cukup dilakukan dengan menggunakan kain penyaring sederhana. Hal ini merupakan salah satu keunggulan Spirulina dibandingkan dengan mikroorganisme sebagai sumber protein nonkonvensional (Angka dan Suhartono 2000).
            Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari maupun dengan alat pengering modern. Pengeringan ”spray” memberikan hasil yang cukup memuaskan dan secara umum tidak berakibat buruk terhadap kandungan gizi Spirulina, demikian juga dengan jenis pengeringan ”roller”. Penyimpanan Spirulina cukup mudah, karena tidak mudah terfermentasi (Angka dan Suhartono 2000).
Daftar Pustaka              :
Angka ST dan Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor
Pamungkas E. 2005. Pengolahan limbah cair PT. Pupuk Kujang dengan Spirulina pada reaktor curah (Batch). Bogor : Program studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Trubus no.442, Edisi September 2006.
Lampiran
Berbagai Produk Mikroalga
Jenis Produk
Contoh
Mikroalga
Metabolit
Gliserol
Betakaroten
Glikolat
Asam Amino
1,3-Diaminopropan
Asam Akrilat
Berbagai Alga
Antibiotik
Chlorelin (anti bakteri)
Gallotanin (anti viral)
Terpene (anti bakteri)
Aponin (anti alga)
Malynogolida (anti fungal)
Chlorella
Spirogyra
Comphosphaeria japonica
Lyngpya majuscula
Toksin
Microcystin
Anatoksin
Aplisiatoksin
Mycrocystis aeruginosa
Anabaena flos-aque
Nostoc muscorum
Inhibitor enzim
Anti amilase
Anti protease
Anti glukosidae
Berbagai Alga

HALAMAN FACEBOOK