1. |
SEJARAH SINGKAT |
|
Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian.
Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan
awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu
sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya,
terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya
dan pengolahan sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.
Tanaman sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung,
kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah;
lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo;
Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau
rabi di kepulauan Aru.
|
2. |
JENIS TANAMAN |
|
Klasifikasi tanaman
sagu:
Ordo |
: Spadiciflorae |
Famili |
: Palmae |
Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya
telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona,
dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga,
karena kandungan acinya
cukup tinggi.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi
dua, yaitu: yang berbunga/berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga/berbuah
sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena
kandungan karbohidratnya lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5
varietas penting, yaitu:
a) |
Metroxylon sagus, Rottbol atau sagu
Molat. |
b) |
Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni. |
c) |
Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre
Martius atau sagu Ihur. |
d) |
Metroxylon rumphii, Martius varietas Longispinum
Martius atau sagu Makanaru. |
e) |
Metroxylon rumphii, Martius varietas Microcanthum
Martius atau sagu Rotan. |
Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah
Ihur, Tuni, dan Molat.
|
3. |
MANFAAT TANAMAN |
|
a) |
Pelepahnya dipakai sebagai dinding
atau pagar rumah. |
b) |
Daunnya untuk atap. |
c) |
Kulit atau batangnya merupakan kayu bakar yang
bagus. |
d) |
Aci sagu (bubuk yang dihasilkan dengan cara mengekstraksi
pati dari umbi atau empulur batang) dapat diolah menjadi berbagai
makanan. |
e) |
Sebagai makanan ternak. |
f) |
Serat sagu dapat dibuat hardboard atau bricket
bangunan bila dicampur semen. |
g) |
Dapat dijadikan perekat (lem) untuk kayu lapis. |
h) |
Apabila rantai glukosa dalam pati dipotong menjadi
3-5 rantai glukosa (modifief starch) dapat dipakai untuk menguatkan
daya adhesive dari proses pewarnaan kain pada industri tekstil. |
i) |
Dapat diolah menjadi bahan bakar metanol-bensin. |
|
4. |
SENTRA PENANAMAN |
|
Sentra penanaman sagu di dunia adalah
Indonesia dan Papua Nugini, yang diperkirakan luasan budi daya penanamannya
mencapai luas 114.000 ha dan 20.000 ha. Sedangkan luas penanaman sagu
sebagai tanaman liar untuk kedua negara tersebut diperkirakan mencapai
2.000.000 ha. Adapun sentra penanaman tanaman sagu di Indonesia adalah
Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
|
5. |
SYARAT PETUMBUHAN |
|
5.1. |
Iklim
a) |
Jumlah curah hujan yang optimal
bagi pertumbuhan sagu antara 2000-4000 mm/tahun, yang
tersebar merata sepanjang tahun. |
b) |
Sagu dapat tumbuh baik di daerah 10 derajat
LS – 15 derajat LU dan 90 – 180 derajat BT,
yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. |
c) |
Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban
nisbi udara 40 prosen. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya
adalah 60 prosen. |
d) |
Suhu yang optimal bagi pertumbuhan sagu
adalah rata-rata 24-30 derajat C.
|
|
5.2. |
Media Tanam
a) |
Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah
rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai,
sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya
tidak terlalu tinggi. Tanah mineral di rawa-rawa air
tawar dengan kandungan tanah liat > 70 prosen dan
bahan organik 30 prosen.
|
b) |
Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah
pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar
bahan organis tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik,
latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik
kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. |
c) |
Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki
keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi
pada tanah yang kadar bahan organisnya tinggi dan bereaksi
sedikit asam pH =5,5-6,5. |
d) |
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah
yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air
pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling
baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur,
dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga
dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari
air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
|
|
5.3. |
Ketinggian Tempat
Sagu dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai dengan ketinggian
700 m dpl. Ketinggian tempat yang optimal adalah 400 m dpl.
|
|
6. |
PEDOMAN BUDIDAYA |
|
6.1. |
Pembibitan
- Persyaratan Benih/Bibit
Syarat bibit untuk pembibitan cara generatif: biji
yang digunakan sudah tua, tidak cacat fisik, besarnya
rata-rata dan bertunas.
Syarat bibit untuk pembibitan cara vegetatif: berasal
dari tunas atau anakan yang umurnya kurang dari 1
tahun, dengan diameter 10-13 cm dan berat 2-3 kg.
Tinggi anakan ±1 meter dan punya pucuk daun
3-4 lembar.
- Penyiapan Benih/Bibit
a) |
Cara generatif |
|
Biji yang
digunakan berasal dari buah yang sudah tua
dan jatuh/rontok dari pohon induk yang baik,
yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh
pada lahan yang wajar serta produksi klon
rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut
adalah buah yang tidak cacat fisik, besarnya
rata-rata, dan bernas.
|
b) |
Cara vegetatif |
|
Pembiakan
secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan
bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal
batang induknya yang disebut dangkel atau
abut (jangan yang berasal dari stolon). Adapun
cara pengadaan dangkel adalah:
|
|
- Pengambilan dangkel dipilih yang terletak
di permukaan atas.
- Pemotongan dilakukan di sisi kiri dan
kanan sedalam 30 cm, tanpa membuang akar
serabutnya.
-
Dangkel yang telah
dipotong, dibersihkan dari daun-daun dan
ditempatkan pada tempat yang mendapat
cahaya matahari langsung dengan bagian
permukaan belahan tepat pada tempat di
mana cahaya matahari jatuh, selama 1 jam.
-
Luka bekas irisan dangkel
yang masih tertanam segera dilumuri dengan
zat penutup luka (seperti: TB-1982 atau
Acid Free Coalteer) untuk mencegah hama
dan penyakit.
- Bibit sagu direndam dalam air aerobik
selama 3-4 minggu. Setelah itu bibit ditanam.
-
Penyiapan dangkel sebaiknya
dilakukan pada waktu menjelang sore hari,
kemudian pada sore hari dangkel dikumpulkan
dan pada waktu malam hari dangkel diangkut
ke lahan, untuk menghindari kerusakan
dangkel oleh cahaya matahari.
|
- Teknik Penyemaian Benih
a) |
Cara generatif: |
|
1. Perkecambahan tak langsung: |
|
- Penyiapan media: Wadah/bak dari bata/bambu
berukuran tinggi 30-40 cm, panjang tidak
lebih dari 2 meter dan lebar 1,2-1,5 cm.
Selanjutnya sepertiga bagian bawah diisi
pasir dan atasnya serbuk gergaji basah.
- Penataan bibit: Bibit ditata dengan
jarak 10x10 cm; 10x15 cm; atau 15x15 cm
dengan posisi miring/tegak, bagian lembaga
diletakkan di bawah, ¾ bagian bibit
ditekan dalam serbuk gergaji. Kelembaban
media dijaga antara 80-90 %. Setelah umur
1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar,
bibit dipindah ke bedeng pembibitan.
|
|
2. Pembibitan (Perkecambahan
tak langsung di media pembibitan): |
|
- Penyiapan media: Tanah diolah sedalam
45-60 cm, digemburkan dan ditambah pupuk
dasar. Ukuran bedeng tinggi 30 cm; lebar
1,25 m; dan panjang ± 8-10 dengan
jarak antar bedengan 30-50 cm.
- Pengaturan pembibitan tanpa penjarangan:
Bibit ditanam dengan jarak 25x25 cm sampai
dengan 40x40 cm.
-
Pengaturan pembibitan
dengan penjarangan: Pada mulanya bibit
ditanam dengan jarak rapat, yaitu 12,5x12,5
cm; 15x15 cm; atau 20x20 cm.
|
- Pemeliharaan Penyemaian
Cara generatif dengan penjarangan:
a) |
Dilakukan setelah
satu bulan, yaitu menjadi 25x25 cm; 30x30 cm;
atau 40x40 cm. |
b) |
Selama masa penyemaian kelembaban
dipertahankan 80-90%. |
c) |
Diberi naungan agar tidak kena
cahaya matahari langsung. |
d) |
Penyiraman dilakukan setiap saat. |
- Pemindahan Bibit
a) |
Cara generatif: |
|
Bibit yang berumur 6-12
bulan dapat dipindahkan atau ditanam. Cara
pengangkatannya ke kebun atau tempat penanaman
mudah dan murah.
|
b) |
Cara vegetatif: |
|
Setelah diambil dapat langsung ditanam. |
|
|
6.2. |
Pengolahan Media Tanam
- Persiapan
a) |
Lahan dipilih
yang sesuai dengan ketentuan. |
b) |
Menurut kebiasaan petani sagu Riau dan Maluku,
penanaman sagu dilakukan pada awal musim hujan. |
- Pembukaan Lahan
a) |
Lahan dibersihkan dari semua vegetasi
di bawah diameter 30 cm dekat
permukaan tanah dan semua pohon yang tinggal. |
b) |
Vegetasi bawah dan ranting-ranting
kecil tersebut dibakar dan abunya untuk pupuk.
|
c) |
Pokok-pokok
batang yang besar, yang sulit penggaliannya
dapat ditinggalkan begitu saja di lahan, kecuali
pokok-pokok yang berada pada calon baris tanaman
harus dibersihkan.
|
- Pembentukan Bedengan
Dilakukan untuk penanaman dengan cara blok (biasanya
dilakukan perusahaan perkebunan sagu). Adapun tata
cara pembangunan blok adalah:
a) |
Ukuran blok 400x400
m, jadi satu blok luasnya 16 ha. Biasanya di
tengahtengah blok dibangun kanal tersier. |
b) |
Kanal yang harus dibangun ada 3 macam, yaitu:
kanal utama, kanal sekunder, dan kanal tersier. |
c) |
Kanal utama adalah kanal
yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun
di setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari
kanal utama satu dengan yang lain adalah 800
m. Fungsinya sebagai pengaliran air dari sungai
ke dalam blok-blok sagu, dan
sebagai jalur transportasi utama dari kebun
ke sungai dan sebaliknya, serta untuk penyanggah
pengaruh air pasang. Kanal utama ini lebarnya
2,5 m.
|
d) |
Kanal sekunder adalah
kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal
utama (melintang pada blok dan kanal utama).
Kanal ini berfungsi sebagai pembatas antara
empat blok sagu di sebelahnya; sebagai jalur
transportasi sagu dari kebun dan atau kanal
tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder
adalah 2 m.
|
e) |
Kanal tersier adalah
kanal yang digali pada pertengahan blok atau
di antara dua blok atau melintangi di antara
blok-blok yang saling berseberangan. Fungsinya
: drainase per blok; batas antar blok yang
saling berseberangan dan sebagai jalur transportasi
dari kebun sagu bagian dalam, ke sungai atau
kanal utama, atau ke kanal sekunder atau juga
ke kanal tersier melintang dan sebaliknya.
Lebar kanal tersier adalah 1,5 m.
|
f) |
Saluran drainase lebarnya 0,75-1,00 m. |
- Lain-lain
Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur.
Jumlah kapur yang diberikan berkisar antara 1-3 ton
yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan
dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada
barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat
pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim tanam dengan
cara disebar pada barisan tanaman.
a) |
Menentukan sistem
dan alat transportasi, karena lahan penanaman
sagu didominasi oleh lahan yang berupa rawa
dan lahan pantai yang sering dipengaruhi pasang
surut. |
b) |
Lahan sebagian merupakan daerah berair, maka
infrastruktur harus terdiri atas sistem kanal
sebagai pengganti jalan darat. |
|
|
6.3. |
Teknik Penanaman
- Penentuan Pola Tanam
a) |
Penanaman dengan sistem blok:
Jarak tanam/jarak lubang antar bervariasi antara
8-10 meter, sehingga satu hektar hanya menampung
± 150 buah. |
b) |
Jarak tanam yang dianggap ideal
adalah: |
|
- Sagu Tuni 8x8 m atau 9x9 m, hubungan
segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan
memuat 143 tanaman.
- Sagu Ihur 9x9 m, hubungan segitiga sama
sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143
tanaman.
- Sagu Molat 7x7 m, hubungan segi empat,
sehingga 1 hektar akan memuat 2043 tanaman.
- Jika ketiga varietas ditanam secara bersama-sama,
maka ditanam secara terpisah menurut blok.
|
- Pembuatan Lubang Tanam
a) |
Lubang tanam digali
sebulan/selambat-lambatnya 1 minggu sebelum
penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm.
|
b) |
Hasil galian tanah bagian atas dipisahkan
dari tanah lapisan bawah dan dibiarkan beberapa
hari. |
c) |
Pada lubang tanaman itu ditempatkan pancang-pancang
bambu, tiap lubang 2 pacang. |
- Cara Penanaman
a) |
Membenamkan dangkel
ke dalam lubang tanaman. |
b) |
Bagian pangkal dangkel
ditutup dengan tanah remah bercampur gambut.
Tanah penutup jangan ditekan tapi dangkel
jangan sampai bergerak.
|
c) |
Tanah lapisan atas dimasukkan
sampai separuh lubang apabila mungkin dicampur
puing-puing. |
d) |
Akar-akar dibenamkan pada tanah penutup lubang
dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam
tanah. |
|
|
6.4. |
Pemeliharaan Tanaman
- Penjarangan dan Penyulaman.
a) |
Dapat
dilakukan setiap waktu, agar tidak terjadi
kekosongan dalam areal. Kesulitan penyulaman
sering terjadi bila lahan kekurangan air sebab
akan gagal.
|
b) |
Penyulaman menggunakan bibit cadangan yang
sudah ditanam di lahan bersamaan dengan waktu
tanam, pada salah satu ujung barisan tanaman
atau dangkel. |
c) |
Penyulaman dapat dilakukan sampai umur 3 tahun.
Lebih dari 3 tahun hasilnya kurang baik, sebab
sulaman sudah akan dilindungi oleh canopy sagu
yang sudah mulai meluas, sehingga kesulitan
untuk mendapatkan cahaya matahari. |
d) |
Penjarangan idealnya dilakukan sekali dalam
setahun. |
e) |
Jumlah pohon yang disisakan tergantung dari
jenis dan spesies sagu dan tingkat pertumbuhan. |
f) |
Jumlah tegakan(jumlah pohon dalam satu rumpun)
yang ideal adalah sebagai berikut: |
|
- Ihur: semai=3; sapihan=2-3; tiang=1-2;
pohon=1; jumlah=7-9
- 2. Tuni: semai=3-4; sapihan=2-3; tiang=1-2;
pohon=1-2; jumlah=7-11
- Molat: semai=1-2; sapihan=1; tiang=1;
pohon=1; jumlah=4-5
|
Catatan:
Semai |
: anakan sagu kecil dengan batang
bebas daun 0-0,5 m |
Sapihan |
: anakan sagu kecil dengan batang bebas daun
0,5-1,5 m. |
Tiang |
: anakan sagu kecil dengan batang bebas daun
1,5-5 m. |
Pohon |
: anakan sagu kecil dengan batang
bebas daun >5 m. |
- Penyiangan
a) |
Penyiangan dilakukan terhadap
gulma dan dilakukan pada sagu muda (3-5 tahun),
sebab rawan terhadap serangan hama. Gulma juga
akan memperbesar peluang kebun dilanda kebakaran. |
b) |
Penyiangan dapat menggunakan tangan, sabit,
parang, cangkul dan sebagainya. |
c) |
Hasilnya dipendam/dikomposkan. Bila gulma
mengandung hama/vektor dan kayu, dibakar dan
abunya dijadikan pupuk. |
- Pemupukan
Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah
pupuk Urea sebanyak 200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak
75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50- 100 kg. Pemupukan
dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama
(pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu
tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan
setelah tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah
tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk
diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu
atau setelah malai keluar.
a) |
Unsur hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu, yaitu
Kalsium, Kalium dan Magnesium. |
b) |
Macam dan dosis pupuk: |
|
|
- Umur 0: Urea=0; PA=300; TSP=0; KCl=0;
KIES=0
- Umur 1: Urea=100; PA=0; TSP=100; KCl=50;
KIES=0
- Umur 2: Urea=150; PA=0; TSP=150; KCl=100;
KIES=0
- Umur 3: Urea=200; PA=0; TSP=200; KCl=150;
KIES=30
- Umur 4: Urea=250; PA=250; TSP=0; KCl=250;
KIES=40
- Umur 5: Urea=300; PA=0; TSP=300; KCl=250;
KIES=50
- Umur 6: Urea=400; PA=400; TSP=0; KCl=400;
KIES=80
- Umur 7: Urea=500; PA=0; TSP=500; KCl=500;
KIES=100
- Umur 8: Urea=500; PA=500; TSP=0; KCl=600;
KIES=120
- Umur >: Urea=500; PA=0; TSP=500;
KCl=700; KIES=140
|
|
|
Keterangan: PA = Phosphat Alam
; KIES = Kieserite (mg)
|
|
c) |
Cara pemupukan: |
|
|
-
Dibenamkan dalam tanah,
agar tidak terbawa air sebelum terabsorbsi
oleh akar tanaman, terutama lahan yang
berada di daerah rawa/dataran rendah dan
pasang surut yang sering terjadi luapan
air.
-
Pemupukan dapat dilaksanakan
secara lingkaran di sekeliling rumpun
atau secara lokal di dau sisi rumpun pada
jarak sejauh pertengahan antara ujung
tajuk dengan pohon/rumpun sagu.
|
|
d) |
Waktu Pemupukan |
|
|
- Untuk sagu muda sampai 1 tahun menjelang
panen, pemupukan dilakukan 1-2 kali setahun.
- Pemupukan sekali setahun, dilakukan pada
awal musim hujan.
- Pemupukan dua kali setahun, dilakukan
pada awal dan akhir musim hujan, masing-masing
dengan 1/2 dosis.
|
|
|
|
|
7. |
HAMA DAN PENYAKIT |
|
7.1. |
Hama
a) |
Kumbang (Oryctes rhinoceros
sp.) ciri:
Tubuhnya berbulu pendek dan sangat rapat pada bagian ekornya.
Kepompong berwarna kuning dengan ukuran yang lebih kecil
daripada lundi, terbungkus dalam bahan yang terbuat dari
tanah. Kumbang dewasa berwarna merah sawo, berukuran 3-5
cm. Imago (kumbang dewasa) meninggalkan rumah kepompongnya
pada malam hari dan terbang ke pohon sagu. Gejala:
terdapat lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang,
setelah berkembang tampak terpotong seperti digunting
dalam bentuk segitiga. Bila titik tumbuhnya rusak, sagu
tidak mampu membentuk daun lagi dan akhirnya mati.
Pengendalian
mekanis : pohon-pohon sagu yang mendapat serangan
ditebang dan dibakar, sedangkan pucuknya dibelah-belah,
kemudian diberi Aldrin 40% WP yang dipakai sebagai perangkap.
Penebangan pohon menggunakan gergaji mekanis atau kapak.
Bila menyerang sagu muda, maka Oryctes dapat dimatikan
dengan kawat runcing yang ditusukkan ke Oryctes pada lubang
gerekan sampai tembus badannya dan ditarik keluar.
Pengendalian: pada pucuk
pohon diberi Heptachlor 10 gram, Diazinon 10 gram, dan
BHC. Sedang cara biologis adalah dengan Oryctes dapat
diserang oleh cendawan (Meterrhizium anisopliae)
yang sifatnya sebagai parasit pada stadium larva, tetapi
daya bunuhnya terlalu rendah. |
b) |
Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)
Terdapat beberapa jenis, yaitu: (1) Rhynchophorus
ferrugineus, Oliv (kumbang sagu); (2) Rhynchophorus ferrugineus,
Oliv varietas Schach, F dan (3) Rhynchophorus
ferrugineus, Oliv varietas Papuanus, Kirsch. Perbedaannya
terletak pada bentuk, ukuran dan rupa kumbang dewasa.
Ciri:
serangan sekunder setelah kumbang Oryctes biasanya meletakkan
telur di luka bekas Oryctes. Bila serangan terjadi pada
titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon. Pengendalian:
sama dengan kumbang Oryctes. |
c). |
Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps.
atau Brachartona catoxantha)
Ciri: (1)
kupu-kupu Artona catoxantha, Hamps. berukuran panjang
10-15 mm, dengan jarak sayap 13-16 mm, sayapnya berwarna
hitam merah kecoklatan. Pada punggung depan, bagian perut
dan pinggir sayap depannya bersisik kuning. Kupu-kupu
Artona bergerak aktif siang hari dan malam hari; (2) Ulat
Artona berwarna putih kuning berukuran sampai 11 mm. Pada
pungungnya terdapat garis lebar berwarna kemerah-merahan.
Bagian depan badannya lebih besar dibanding bagian balakang.
Stadium ulat ini berlangsung selama 17-22 hari. Pada stadium
inilah kerusakan tanaman sagu terjadi, yaitu dengan menggerek
anak daun sagu.
Gejala: (1) tingkat serangan titik adalah
ulat/larva yang baru menetas masuk dalam jaringan daun
dan memakan daging anak daun, bekas serangan ini dari
bawah tampak sebagai bintik-bintik kecil yang tidak tembus;
(2) tingkat serangan garis adalah ulat Artona yang lebih
besar menyusup lebih meluas, sehingga bekas serangga tampak
seperti garis-garis; (3) tingkat serangan pinggir adalah
yang menggerek daun sagu adalah ulat Artona yang lebih
besar/tua, berpindah tempat ke bagian pinggir dan memakan
bagian anak daun pinggir; (4) tingkat serangan akhir adalah
pada tingkatan ini daun-daun menjadi sobek-sobek. Daun
yang paling disenangi adalah daun tua. Daun bekas serangan
seperti terbakar.
Pengendalian mekanis: daun-daun yang
diserang Artona dipangkasi, serangan Artona yang berat
akan mengakibatkan pelepah daun tinggal memliki 2/3 daun
saja. Waktu pemangkasan daun-daun yang diserang Artona
adalah bilamana dalam 200-300 daun sagu yang diambil secara
acak, mengandung lima atau lebih stadium hidup Artona
(telur, larva, kepompong, atau kupu-kupu). Pemangkasan
harus sudah dilakukan dua minggu sesudah Artona memiliki
panjang 8 mm, sehingga banyak Artona yang gagal menjadi
kupu-kupu.
Pengendalian biologis: menggunakan
parasit, antara lain: (1) taburkan (Apanteles artonae)
yang biasanya
menyerang ulat Artona pada instar kedua; (2) Lalat Ptychomyia
remota atau Caudurcia leefmansii yang menyerang
ulat Artona pada instar berikutnya.
Pengendaliankimiawi: menggunakan
bahan kimia Arcotine D-25 - EC, dengan dosis 4 kg/ha.
|
d) |
Babi Hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai
dan sapihan (umur 1-3 tahun), memakan umbut (pucuk batang
yang masih muda). Pengendalian:
memburu dan membunuhnya agar populasi terkendali, sehingga
kerusakan yang ditimbulkan berkurang. Selain itu dengan
umpan yang diberi racun fosfor sebanyak 2-5 gram.
|
e) |
Kera (Macaca irus)
Kera yang hanya terdapat di daerah pegunungan dengan 1500
m dpl, merusak bagian sagu muda, yaitu umbutnya. Binatang
ini mempunyai kebiasaan selalu merusak lebih banyak daripada
yang dibutuhkan. Pengendalian:
sama dengan pengendalian babi hutan. |
|
|
|
7.2. |
Penyakit
a) |
Bercak
kering Penyebab:
cendawan Cercospora. Gejala:daun
berbercak-bercak coklat dan dapat mengakibatkan seluruh
daun berbercak-bercak kering atau berlubang-lubang. Bila
serangan cukup hebat, kanopi tanaman sagu nampak meranggas.
Pengendalian:belum
ada secara khusus, hanya pemakaian fungisida dan sanitasi
lingkungan. |
|
7.3. |
Gulma
Pengendalian gulma dapat diperjarang atau dihentikan sama sekali
bila sagu sudah berumur lima tahun ke atas. Pengendalian secara
mekanis adalah gulma dibersihkan dan dimatikan dengan sabit,
parang, cangkul, dan sebagainya. Gulma hasil penyiangan dijadikan
pupuk kompos. Sedangkan secara kimiawi adalah dengan cara penyemprotan
herbisida yang dilakukan secara teratur, misalnya 2-4 minggu
sekali,
disesuaikan dengan kondisi gulmanya. Herbisida yang dianjurkan
adalah herbisida kontak, seperti PARACOL.
Pengendalian secara kultur teknis dilakukan jika lahan tidak
diganggu banjir dan kondisi tanah tidak terlalu basah. Caranya
dengan menanam tanaman penutup tanah leguminosa (Leguminosa
Ground Cover=LCG). Dengan penanaman LCG, maka akan diperoleh
manfaat ganda, yaitu pertumbuhan gulma dapat ditekan semaksimal
mungkin dan tanah mendapat perbaikan kondisi kimiawi, biologis,
dan fisis. LCG yang dapat digunakan adalah: Calopogonium
sp.; Centrocema sp.; Vigna husei.
|
|
8. |
P A N E N |
|
8.1. |
Ciri dan Umur Panen
Panen dapat dilakukan mulai umur 6-7 tahun, atau bila ujung
batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan
pelepah daun berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Tinggi
pohon 10-15 m, diameter 60-70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan
tebal batang yang mengandung sagu 50-60 cm. Ciri pohon sagu
siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi
pada daun, duri, pucuk dan batang.
Cara penentuan pohon sagu yang siap panen di Maluku:
a) |
Tingkat Wela/putus duri, yaitu
suatu fase di mana sebagian duri pada pelepah daun telah
lenyap. Kematangannya belum sempurna dan kandungan acinya
masih rendah, tetapi dalam keadaaan terpaksa pohon ini
dapat dipanen. |
b) |
Tingkat Maputih, ditandai dengan menguningnya pelepah
daun, duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya
lenyap, kecuali pada bagian pangkal pelepah masih tertinggal
sedikit. Daun muda yang terbentuk ukurannya semakin pendek
dan kecil. Pada tingkat ini sagu jenis Metroxylon
rumphii Martius sudah siap dipanen, karena kandungan
acinya sangat tinggi. |
C) |
Tingkat Maputih masa/masa jantung, yaitu fase di mana
semua pelepah daun telah menguning dan kuncup bunga mulai
muncul. Kandungan acinya telah padat mulai dari pangkal
batang sampai ujung batang merupakan fase yang tepat untuk
panen sagu Ihur (Metroxylon sylvester Martius). |
d) |
Tingkat Siri buah, merupakan tingkat kematangan terakhir,
di mana kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang menyerupai
tanduk rusa dan buahnya mulai terbentuk. Fase ini merupakan
saat yang paling tepat untuk memanen sagu jenis
Metroxylon longispium Martius.
|
Ciri-ciri pohon yang sagu yang siap dipanen
menurut masyarakat Irian Jaya adalah: |
a) |
Pelepah daun menjadi lebih pendek. |
b) |
Kuncup bunga mulai tampak dan pucuk
pohon mendatar bila dibandingkan dengan pohon sagu yang
lebih muda. |
c) |
Batang sagu dilubangi kira-kira 1 m di atas tanah, kemudian
diambil empulurnya dan dikunyah serta diperas. Apabila
air perasannya keruh berarti kandungan acinya sudah cukup
dan pohon siap dipanen. |
|
8.2. |
Cara Panen
a) |
Dilakukan pembersihan untuk
membuat jalan masuk ke rumpun dan pembersihan batang yang
akan dipotong untuk memudahkan penebangan dan pengangkutan
hasil tebangan. |
b) |
Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan
menggunakan kampak/mesin pemotong (gergaji mesin). |
c) |
Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya
karena acinya rendah, sehingga tinggal gelondongan batang
sagu sepanjang 6-15 meter. Gelondongan dipotong-potong
menjadi 1-2 meter untuk memudahkan pengangkutan. Berat
1 gelondongan adalah ± 120 kg dengan diameter 45
cm dan tebal kulit 3,1 cm. |
|
8.3. |
Periode Panen
Pemanenan kedua dilakukan dengan jangka waktu ± 2 tahun. |
8.4. |
Prakiraan Produksi
Perkiraan hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi
liar dengan produksi 40-60 batang/ha/tahun dengan jumlah empulur
1 ton/batang, dengan kandungan aci sagu 18,5 prosen, dapat diperkirakan
hasil per hektar per tahun adalah 7-11 ton aci sagu kering.
Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu dapat dihasilkan
100-600 kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan
yang ideal adalah 15 prosen. |
|
9. |
PASCA PANEN |
|
9.1. |
Pengumpulan
a) |
Gelondongan yang telah dipotong
dapat langsung dibawa ke parit/sumber air terdekat, kemudian
langsung ditokok/diekstraksi. |
b) |
Atau gelondongan dialirkan lewat kanal lalu dihalau/dihanyutkan
menuju tempat pengolahan. |
c) |
Sagu-sagu yang dihanyutkan ditangkap
dengan jala-jala yang diletakkan pada sebuah ban pengangkut
barang. |
d) |
Ban tersebut akan membawa gelondongan ke pabrik. |
e) |
Kalau ada jalan darat yang memadai, pengangkutan menggunakan
truk atau gerobak. |
|
9.2. |
Pengambilan Aci Sagu
|
|
a) |
Cara Maluku: |
|
- Potongan pohon sagu dibelah dua.
- Belahan pohon sagu ditokok dengan suatu alat yang
disebut "nani". Caranya empulur ditetak-tetak
sedikit demi sedikit dari salah satu ujung sampai
ke pangkalnya. Empulur dijaga jangan sampai kering.
- Hasil tokokan empulur yang disebut "ela",
dikumpulkan, kemudian disaring.
-
Di tempat penyaringan, ela disiram
dengan air bersih, maka aci akan keluar bersamaan
dengan air siraman, selanjutnya disaring dalam "goti".
-
Air siraman ela yang diperoleh,
diendapkan. Hasil endapan dipisahkan dari air yang
sudah mulai jernih, sehingga diperoleh aci sagu
basah.
-
Aci sagu dimasukkan dalam "tumang"
atau "tappiri" (suatu wadah dari batang
sagu), untuk disimpan atau diproses lebih lanjut.
|
b) |
Cara Fabrikasi: |
|
Semua pabrik pengambil
empulur mengguankan pemarut silinder yang disambungkan
pada motor, sedangkan di Serawak digunakan pemarut Cakera
(dari Jerman) yang besar. Setelah diperoleh “ela”,
lalu diproses menjadi zat tepung seperti pengambilan
pati yang dilakukan pabrik tapioka biasa, yaitu dengan
menggunakan sistem pemisah zat tepung dari ampas secara
sentrifugal. Kapasitas produksi pabrik tersebut berkisar
antara 1-10 pokok/hari.
|
|
9.3. |
Pemutihan Aci Sagu
a) |
Dibuat larutan kaporit 3
prosen, caranya 300 gram kaorit dilarutkan dalam 10 liter
air bersih. |
b) |
Aci sagu dimasukkan dalam larutan kaporit dengan perbandingan
1 bagian tepung 2 bagian larutan kaporit. |
c) |
Larutan diaduk sampai homogen, kira-kira selama 1 menit,
kemudian diendapkan dan didiamkan selama 1/2 jam. |
d) |
Cairan bening yang terdapat pada bagian atas tepung
dikeluarkan dan ditampung pada ember lain, cairan ini
masih dapat digunakan untuk mencuci 2-3 kali lagi. |
e) |
Netralkan aci sagu tersebut dengan memasukkan air bersih
dalam aci lalu diaduk sampai rata kira-kira selama 1 menit. |
f) |
Sebelum larutan aci dalam ember tenang, larutan itu
segera disaring lalu diendapkan. Cairan bagian atas dibuang
kemudian ditambah air lagi, diaduk, diendapkan, cairan
bening dibuang. Pekerjaan ini diulang 3-4 kali sampai
bau kaporit hilang. |
g) |
Aci sagu yang sudah tampak putih dan tidak berbau kaporit
segera dikeringkan pada para-para yang dialasi plastik,
sampai kering. |
|
|
10. |
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN |
|
10.1. |
Analisis Usaha Budidaya
----- |
10.2. |
Gambaran Peluang Agribisnis
Pada pertengahan tahun 1989 didirikan industri pengolahan sagu
oleh PT. Sagindo Sari Lestari di Arandai, Bintuni, Manokwari,
Irian Jaya dengan kapasitas produksi berkisar antara 36-150
ribu ton/tahun Propek pasar sagu sebenarnya cukup baik. Permintaan
terus meningkat baik untuk kebutuhan ekspor maupun domestik.
Secara nasional permintaan diperkirakan mencapai ±300.000
ton, sedangkan produksi hanya 48.822 ton pada tahun 1988 dan
70.000 ton pada tahun 1989. Permintaan pasar baik luar maupun
dalam negeri terus meningkat. Pasar ekspor yang potensial adalah
Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Thailand dan Singapura.
Permintaan dalam negeri meningkat, karena perkembangan industri
makanan, farmasi, maupun industri lainnya. |
|
11. |
STANDAR PRODUKSI |
|
11.1. |
Ruang Lingkup
Standar produksi meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan. |
11.2. |
Diskripsi
Standar mutu tepung sagu di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-3729-1995. |
11.3. |
Klasifikasi dan Standar Mutu
Klasifikasi dan standar mutu tepung sagu adalah sebagai berikut:
a) |
Keadaan |
|
1. Bau: normal
2. Warna: normal
3. Rasa: normal |
b) |
Benda asing: tidak boleh ada |
c) |
Serangga (bentuk stadia dan potongannya):
tidak boleh ada |
d) |
Jenis pati selain pati sagu
: tidak boleh ada |
e) |
Air (%) : maksimum 13 |
f) |
Abu (%): maksimum 0,5 |
g) |
Serat kasar (%): maksimum 0,1 |
h) |
Derajat asam (Ml NaOH 1N/100 gram): maksimum
4 |
i) |
SO2 (Mg/kg): maksimum 30 |
j) |
Bahan tambahan makanan (bahan pemutih):
sesuai SNI 01-0222-1995 |
k) |
Kehalusan,lolos ayakan 100 mesh (%):minimum
95 |
l) |
Cemaran logam |
|
1. Timbal (Pb) Mg/kg: maksimum 1,0
2. Tembaga (Cu)Mg/kg: maksimum 10,0
3. Seng (Zn)Mg/kg: maksimum 40,0
4. Raksa (Hg)Mg/kg: maksimum 0,05
|
m) |
Cemaran arsen (As)Mg/kg: maksimum 0,5 |
n) |
Cemaran mikroba |
|
1. Angka lempengan total koloni/gram:
maksimum 106
2. E. Coli APM/gram: maksimum 10
3. Kapang koloni: maksimum 104
|
Untuk mendapatkan mutu sagu yang sesuai dengan standar maka
harus dilakukan
bebrapa pengujian mutu, yaitu:
a) |
Cara uji serangga: timbang lebih
kurang 25 gram contoh kemudian tekan sampai ketebalan
2-5 mm dengan menggunakan 2 lempeng kaca. Setelah itu
diamkan selama 24 jam dan amati permukaan kaca dengan
menggunakan kaca pembesar, apakah ada jejak-jejak bekas
ulat. Larva, kepompong atau serangga dan potongan-potongannya
dengan mengayak contoh, sedang telurnya dilihat mikroskop.
|
b) |
Cara uji jenis pati selain pati
sagu (granula pati sagu): taburkan sedikit contoh pada
kaca obyek tambahkan sedikit air, kemudian ratakan,
tutup dengan kaca penutup dan amati dengan kaca mikroskop
pada pembesaran tertentu. Bandingkan bentuk granula
pati contoh dengan standar bentuk granula pati sagu.
Adanya pati selain pati sagu menandakan tepung sagu
tersebut dicampur dengan tepung lainnya.
|
c) |
Sedangkan cara uji dengan benda
asing, air, SO2, abu, serat kasar dan kehalusan sesuai
dengan cara uji makanan dan minuman SNI 01-289-1992;
cara uji derajat asam SNI 01-3555-1992; cara uji minyak
dan lemak; cara uji cemaran logam dirinci, cemaran logam,
cemaran logam raksa (Hg) dan cemaran arsen sesuai dengan
SNI 19-2896-1992; cara uji cemaran logam dan cemaran
mikroba sesuai dengan SNI 19-2897-1992.
|
|
11.4. |
Pengambilan Contoh
Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-04528-1989, petunjuk
pengambilan contoh.
|
11.5 |
Pengemasan
Produk dikemas dalam wadah yang tidak dipengaruhi atau mempengaruhi
isi, selama penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan penandaan
sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan.
|
|
12. |
DAFTAR PUSTAKA |
|
1. |
Anonimous. 1994. Sagu, Komoditi Pertanian
yang Dilupakan. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus. |
2. |
Anwar, I. 1994. Sagu Tulehu. Dalam Kumpulan Kliping Sagu.
Trubus. |
3. |
Harsanto, 1990. Budidaya dan pengolahan sagu. Kanisius. Yogyakarta. |
4. |
Haryanto, B. dan Panglali, P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan
Sagu. Kanisius. Yogyakarta. |
5. |
Hiberna, N. 1994. Sagu sebagai Sumber Karbohidrat dan Pembudidayaannya.
Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus. |
6. |
Karyanto dan Soemodipoero, B. 1994. Formula Makanan Bayi Sagu
dan Tepung Tempe ? Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus. |
7. |
Rukmana, R. 1994. Cerah, Prospek Budidaya Sagu. Dalam Kumpulan
Kliping Sagu. Trubus. |
8. |
Sundoro, S. 1994. Sagu Kalsel jadi Lem Kayu Lapis. Dalam Kumpulan
Kliping Sagu. Trubus. |
9. |
Suparto, T.I. 1994. Hutan Sagu dan Nipah masih merupakan Potensi
Tidur. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus. |
10. |
Surenggan, S. 1994. Sagu sebagai Sumber Pakan Ternak. Dalam |
11. |
Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.Suriawiria, U. 1994. Sagu, Sumber
Pangan yang Digalakkan. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus. |
12. |
Susanta, J. 1994. Manfaatkan Sagu sebagai Media Tumbuh Jamur.
Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus. |
13. |
Wisastro, S.J. 1994. Sagu Bengkalis. Dalam Kumpulan Kliping
Sagu. Trubus. |
|