1. |
SEJARAH SINGKAT |
|
Udang merupakan jenis ikan konsumsi
air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8
ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut
eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar
terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari
udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa
dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga
Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok
udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang
bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.
Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang
bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non
migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5%
per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara
produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus
bermunculan. |
2. |
SENTRA PERIKANAN |
|
Daerah penyebaran benih udang windu antara
lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa
Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban,
Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur,
dan lain-lain. |
3. |
JENIS |
|
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas |
: Crustacea (binatang berkulit keras) |
Sub Kelas |
: Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi) |
Super Ordo |
: Eucarida |
Ordo |
: Decapoda (binatang berkaki sepuluh) |
Sub Ordo |
: Natantia (kaki digunakan untuk berenang) |
Famili |
: Palaemonidae, Penaeidae |
|
4. |
MANFAAT |
|
1. |
Udang merupakan bahan makanan yang mengandung
protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan
lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan
adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan
kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor,
masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan. |
2. |
Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti
beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll. |
3. |
Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging
di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang
dan hidrolisat protein. |
4. |
Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat
dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang
budidaya. |
5. |
Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin
25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri
farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll. |
6. |
Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat
dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat
menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah
larut dalam air. |
|
5. |
PERSYARATAN LOKASI |
|
1. |
Lokasi yang cocok untuk tambak udang adalah
pada daerah sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan
air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C. |
2. |
Tanah yang ideal untuk tambak udang adalah yang
bertekstur liat atau liat berpasir, karena dapat menahan air.
Tanah dengan tekstur ini mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah. |
3. |
Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu
atau lumpur berpasir, dengan kandungan pasir tidak lebih dari
20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos). |
4. |
Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang adalah
air payau atau air tawar tergantung jenis udang yang dipelihara.
Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang
surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter. |
5. |
Parameter fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat
C; kadar garam/salinitas=0- 35 permil dan optimal=10-30 permil;
kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk) |
6. |
Parameter kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter;
Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat
(NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri (Hg)=0-0,002
mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0- 0,02 mg/liter;
Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter;
Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium
(Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida
(S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin
bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter |
|
6. |
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA |
|
6.1. |
Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat konstruksi tambak:
1) |
Tahan terhadap damparan ombak besar, angin
kencang dan banjir. Jarak minimum pertambakan dari pantai
adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara sungai. |
2) |
Lingkungan tambak beserta airnya harus cukup
baik untuk kehidupan udang sehingga dapat tumbuh normal
sejak ditebarkan sampai dipanen. |
3) |
Tanggul harus padat dan kuat tidak bocor
atau merembes serta tahan terhadap erosi air. |
4) |
Desain tambak harus sesuai dan mudah untuk
operasi sehari-hari, sehingga menghemat tenaga. |
5) |
Sesuai dengan daya dukung lahan yang tersedia. |
6) |
Menjaga kebersihan dan kesehatan hasil produksinya. |
7) |
Saluran pemasuk air terpisah dengan pembuangan
air. Teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem
yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya,
yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif. |
- Tambak Ekstensif atau Tradisional
a) |
Dibangun di lahan pasang surut,
yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa
pasang surut bersemak dan rerumputan. |
b) |
Bentuk dan ukuran petakan tambak
tidak teratur. |
c) |
Luasnya antara 3-10 ha per petak. |
d) |
Setiap petak mempunyai saluran
keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang
keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah
juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal).
Kedalaman caren 30-50 cm lebih dalam dari bagian
sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran
hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja. |
e) |
Di tengah petakan dibuat petakan
yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur
nener yang baru datang selama 1 bulan. |
f) |
Selain itu ada beberapa tipe tambak
tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman
yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur. |
g) |
Pada tambak ini tidak ada pemupukan. |
- Tambak Semi Intensif
a) |
Bentuk petakan umumnya empat persegi
panjang dengan luas 1-3 ha/petakan. |
b) |
Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan
(inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang
terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan
kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. |
c) |
Suatu caren diagonal dengan lebar
5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke
arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring
ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan
air dan pengumpulan udang pada waktu panen. |
d) |
Kedalaman caren selisih 30-50
cm dari pelataran. |
e) |
Kedalaman air di pelataran hanya
40-50 cm. |
f) |
Ada juga petani tambak yang membuat
caren di sekeliling pelataran. |
- Tambak Intensif
a) |
Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak,
supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih
mudah. |
b) |
Kolam/petak pemeliharaan dapat
dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah
seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan
dasar masih tanah. |
c) |
Biasanya berbentuk bujur sangkar
dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu
panen model monik di pematang saluran buangan.
Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi
intensif bujur sangkar. |
d) |
Lantai dasar dipadatkan sampai
keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul
biasanya dari tembok, sedang air laut dan air
tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk
dalam tambak. |
e) |
Pipa pembuangan air hujan atau
kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di
sudut petak. |
f) |
Diberi aerasi untuk menambah kadar
O2 dalam air. |
g) |
Penggantian air yang sangat sering
dimungkinkan oleh penggunaan pompa. |
|
Adapun prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak
meliputi:
- Petakan Tambak
a) |
Sebaiknya dibuat dalam bentuk
unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal
dari satu pintu besar, yaitu pintu air utama
atau laban. Satu unit tambak terdiri dari tiga
macam petakan: petak pendederan, petak glondongan
(buyaran) dan petak pembesaran dengan perbandingan
luas 1:9:90. |
b) |
Selain itu, juga ada petakan pembagi
air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari
petak pembagi, masing-masing petakan menerima
bagian air untuk pengisiannya. Setiap petakan
harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan
pintu petakan, pintu sekunder, atau tokoan.
Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut
juga saluran pembagi air. |
c) |
Setiap petakan terdiri dari caren
dan pelataran. |
- Pematang/Tanggul
a) |
Ada dua macam pematang, yaitu
pematang utama dan pematang antara. |
b) |
Pematang utama merupakan pematang
keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan
dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas
permukaan air pasang tertinggi. Lebar bagian
atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring
dengan kemiringan 1:1,5. Sedangkan untuk sisi
pematang bagian dalam kemiringannya 1:1. |
c) |
Pematang antara merupakan pematang
yang membatasi petakan yang satu dengan yang
lain dalam satu unit. |
d) |
Ukurannya tergantung keadaan setempat,
misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5.
Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan
1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran
keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak
tersebut biasa disebut berm. |
- Saluran dan Pintu Air
a) |
Saluran air harus cukup lebar
dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya
berkisar antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan
sejajar dengan permukaan air surut terrendah.
Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai
pelindung. |
b) |
Ada dua macam pintu air, yaitu
pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder
(tokoan/pintu air petakan). |
c) |
Pintu air berfungsi sebagai saluran
keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak
yang termasuk dalam satu unit. |
d) |
Lebar mulut pintu utama antara
0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan
tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah
dari dasar saluran keliling,serta sejajar dengan
dasar saluran pemasukan air. |
e) |
Bahan pembuatannya antara lain:
pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi,
kayu jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll) |
f) |
Setiap pintu dilengkapi dengan
dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi
tanah yang disebut lemahan. |
g) |
Pintu air dilengkapi dengan saringan,
yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran
air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan
tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan
untuk saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk. |
- Pelindung:
a) |
Sebagai bahan pelindung pada
pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang
rumpon yang terbuat dari ranting kayu atau dari
daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di sepanjang
pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung. |
b) |
Rumpon dipasang dengan jarak 6-15
m di tambak. Rumpon berfungsi juga untuk mencegah
hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk
pada salah satu sudut karena tiupan angin. |
- Pemasangan kincir:
a) |
Kincir biasanya dipasang setelah
pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah
cukup kuat terhadap pengadukan air. |
b) |
Kincir dipasang 3-4 unit/ha. Daya
kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir
itu mencapai 75-90%. |
|
|
6.2. |
Pembibitan
- Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan
(Hatchery) atau dari alam.
Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu
(benur) menurut ukurannya, yaitu :
a) |
Benih yang masih halus, yang disebut
post larva.
Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat
pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air.
Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm.
Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung seperti
huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet.
Ekornya membentang seperti kipas. |
b) |
Benih yang sudah besar atau benih
kasar yang disebut juvenil.
Biasanya telah memasuki muara sungai atau terusan.
Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam
dekat dasar perairan atau kadang menempel pada
benda yang terendam air. Sungutnya berbelang-belang
selangseling coklat dan putih atau putih dan
hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan
atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki
renang berbelang-belang kuning biru. |
Cara Penangkapan Benur:
a) |
Benih yang halus ditangkap dengan
menggunakan alat belabar dan seser.
- |
Belabar adalah rangkaian
memanjang dari ikatan-ikatan daun pisang
kering, rumput-rumputan, merang, atau
pun bahan-bahan lainnya. |
- |
Kegiatan penangkapan dilakukan
apabila air pasang. |
- |
Belabar dipasang tegak lurus
pantai, dikaitkan pada dua buah patok,
sehingga terayun-ayun di permukaan air
pasang. |
- |
Atau hanya diikatkan pada
patok di salah satu ujungnya, sedang ujung
yang lain ditarik oleh si penyeser sambil
dilingkarkan mendekati ujung yang terikat.
Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran
dilakukan di sekitar belabar. |
|
b) |
Benih kasar ditangkapi dengan
alat seser pula dengan cara langsung diseser
atau dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat
dari ranting pohon yang ditancapkan ke dasar
perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. |
Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara mengalirkan
air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh
petambak tradisional.
Benih udang/benur yang didapat dari pembibitan haruslah
benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri benur
yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan
adalah:
a) |
Umur dan ukuran benur
harus seragam. |
b) |
Bila dikejutkan benur sehat akan
melentik. |
c) |
Benur berwarna tidak pucat. |
d) |
Badan benur tidak bengkok dan
tidak cacat. |
- Perlakuan dan Perawatan Benih
a) |
Cara pemeliharaan dengan sistem
kolam terpisah Pemeliharaan larva yang baik
adalah dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam
diatomae, kolam induk, dan kolam larva dipisahkan.
- |
Kolam Diatomae
Diatomae untuk makanan larva udang yang
merupakan hasil pemupukan adalah spesies
Chaetoceros, Skeletonema dan Tetraselmis
di dalam kolam volume 1000-2000 liter.
Spesies diatomae yang agak besar diberikan
kepada larva periode mysis, walaupun lebih
menyukai zooplankton. |
- |
Kolam Induk
Kolam yang berukuran 500 liter ini berisi
induk udang yang mengandung telur yang
diperoleh dari laut/nelayan. Telur biasanya
keluar pada malam hari. Telur yang sudah
dibuahi dan sudah menetas menjadi nauplius,
dipindahkan. |
- |
Kolam Larva
Kolam larva berukuran 2.000-80.000 liter.
Artemia/zooplankton diambil dari kolam
diatomae dan diberikan kepada larva udang
mysis dan post larva (PL5-PL6).
Artemia kering dan udang kering diberikan
kepada larva periode zoa sampai (PL6).
Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak
buyaran dengan kepadatan 32-1000 ekor/m2,
yang setiap kalidiberi makan artemia atau
makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur
dapat dijual atau ditebar ke dalam tambak.
|
|
b) |
Cara Pengipukan/pendederan benur
di petak pengipukan
- |
Petak pendederan benur merupakan
sebagian dari petak pembesaran udang (±
10% dari luas petak pembesaran) yang terletak
di salah satu sudutnya dengan kedalaman
30-50 cm, suhu 26-31derajat C dan kadar
garam 5-25 permil. |
- |
Petak terbuat dari daun
kelapa atau daun nipah, agar benur yang
masih lemah terlindung dari terik matahari
atau hujan. |
- |
Benih yang baru datang,
diaklitimasikan dulu. Benih dimasukkan
dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi
air yang kadar garam dan suhunya hampir
sama dengan keadaan selama pengangkutan.
Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut
dikeluarkan dan diganti dengan
air dari petak pendederan. |
- |
Kepadatan pada petak Ini
1000-3000 ekor. Pakan yang diberikan berupa
campuran telur ayam rebus dan daging udang
atau ikan yang dihaluskan. |
- |
Pakan tambahan berupa pellet
udang yang dihaluskan. Pemberian pelet
dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah
berat benih udang per hari dan diberikan
pada sore hari. Berat benih halus ±
0,003 gram dan berat benih kasar ±
0,5-0,8 g. |
- |
Pellet dapat terbuat dari
tepung rebon 40%, dedak halus 20 %, bungkil
kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%. |
- |
Pakan yang diperlukan: secangkir
pakan untuk petak pengipukan /pendederan
seluas 100 m2 atau untuk 100.000 ekor
benur dan diberikan 3-4 kali sehari. |
|
c) |
Cara Pengipukan di dalam Hapa
- |
Hapa adalah kotak yang dibuat
dari jaring nilon dengan mata jaring 3-5
mm agar benur tidak dapat lolos. |
- |
Hapa dipasang terendam dan
tidak menyentuh dasar tambak di dalam
petak-petak tambak yang pergantian airnya
mudah dilakukan, dengan cara mengikatnya
pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar
petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat
dipasang berderet-deret pada suatu petak
tambak. |
- |
Ukuran hapa dapat disesuaikan
dengan kehendak, misalnya panjang 4- 6
m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m. |
- |
Kepadatan benur di dalam
hapa 500-1000 ekor/m2. |
- |
Pakan benur dapat berupa
kelekap atau lumut-lumut dari petakan
tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi
pakan buatan berupa pelet udang yang dihancurkan
dulu menjadi serbuk. |
- |
Lama pemeliharaan benur
dalam ipukan 2-4 minggu, sampai panjangnya
3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%. |
- |
Jaring sebagai dinding hapa
harus dibersihkan seminggu sekali. |
- |
Hapa sangat berguna bagi
petani tambak, yaitu untuk tempat aklitimasi
benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan
menampung ikan atau udang yang dikehendaki
agar tetap hidup. |
|
d) |
Cara pengangkutan:
Pengangkutan menggunakan kantong plastik:
- |
Kantong plastik
yang berukuran panjang 40 cm, lebar 35
cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3
bagian dan diisi benih 1000 ekor. |
- |
Kantong plastik diberi zat
asam sampai menggelembung dan diikat dengan
tali. |
- |
Kantong plastik tersebut
dimasukkan dalam kotak kardus yang diberi
styrofore foam sebagai penahan panas dan
kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan
es kecil yang jumlahnya 10% dari berat
airnya. |
- |
Benih dapat diangkut pada
suhu 27-30 derajat C selama 10 jam perjalanan
dengan angka kematian 10-20%. |
Pengangkutan dengan menggunakan jerigen plastik:
- |
Jerigen yang
digunakan yang berukuran 20 liter. |
- |
Jerigen diisi air setengah
bagiannya dan sebagian lagi diisi zat
asam bertekanan lebih. |
- |
Jumlah benih yang dapat
diangkut antara 500-700 ekor/liter. Selama
6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya
sekitar 6%. |
- |
Dalam perjalanan jerigen
harus ditidurkan, agar permukaannya menjadi
luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk. |
- |
Untuk menurunkan suhunya
bisa menggunakan es batu. |
|
e) |
Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya benur ditebar di tambak pada waktu
yang teduh. |
|
|
6.3. |
Pemeliharaan Pembesaran
- Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan makanan
alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
Cara pemupukan:
a) |
Untuk pertumbuhan kelekap
- |
Tanah yang sudah rata dan
dikeringkan ditaburi dengan dedak kasar
sebanyak 500 kg/ha. |
- |
Kemudian ditaburi pupuk
kandang (kotoran ayam, kerbau, kuda, dll),
atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha. |
- |
Tambak diairi sampai 5-10
cm, dibiarkan tergenang dan menguap sampai
kering. |
- |
Setelah itu tambak diairi
lagi sampai 5-10 cm, dan ditaburi pupuk
kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000
kg/ha. |
- |
Pada saat itu ditambahkan
pula pupuk anorganik, yaitu urea 75 kg/ha
dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha. |
- |
Sesudah 5 hari kemudian,
kelekap mulai tumbuh. Air dapat ditinggikan
lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya
40 cm di atas pelataran. Dan benih udang
dapat dilepaskan. |
- |
Selama pemeliharaan, diadakan
pemupukan susulan sebanyak 1-2 kali sebulan
dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan
TSP 5-15 kg/ha. |
|
b) |
Untuk pertumbuhan lumut
- |
Tanah yang telah dikeringkan,
diisi air untuk melembabkannya, kemudian
ditanami bibit lumut yang ditancapkan
ke dalam lumpur. |
- |
Air dimasukkan hingga setinggi
20 cm, kemudian dipupuk dengan urea 14
kg/ha dan TSP 8 kg/ha. |
- |
Air ditinggikan sampai 40
cm setelah satu minggu. |
- |
Mulai minggu kedua, setiap
seminggu dipupuk lagi dengan urea dan
TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya. |
- |
Lumut yang kurang pupuk
akan berwarna kekuningan, sedangkan yang
dipupuk akan berwarna hijau rumput yang
segar. Lumut yang terlalu lebat akan berbahaya
bagi udang, oleh karena itu lumut hanya
digunakan untuk pemeliharaan udang yang
dicampur dengan ikan yang lain. |
|
c) |
Untuk pertumbuhan Diatomae
- |
Jumlah pupuk nitrogen (N)
dan pupuk fosfor (P) menghendaki perbandingan
sekitar 30:1. Apabila perbandingannya
mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata. |
- |
Sebagai sumber N, pupuk
yang mengandung nitrat lebih baik daripada
pupuk yang mengandung amonium, karena
dapat terlarut lebih lama dalam air. |
- |
Contoh pupuk:
* Urea-CO(NH2)2: prosentase N=46,6.
* Amonium sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase
N=21.
* Amonium chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
* Amonium nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
* Kalsium nitrat-Ca(NO3)2: prosentase
N=17
* Double superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase
P=26
* Triple superphosphate-P2O5: prosentase
P=39 |
- |
Pemupukan diulangi sebanyak
beberapa kali, sedikit demi sedikit setiap
7-10 hari sekali. |
- |
Pemupukan pertama, digunakan
0,95 ppm N dan 0,11 ppm P. Apabila luas
tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60
cm, membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan
25-50 kg TSP. |
- |
Pertumbuhan plankton diamati
dengan secci disc. Pertumbuhan cukup bila
pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah
kelihatan. |
- |
Takaran pupuk dikurangi
bila secci disc tidak terlihat pada kedalaman
25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak
kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran
pupuk perlu ditambah. |
|
- Pemberian Pakan
Makanan untuk tiap periode kehidupan udang berbeda-beda.
Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya
terdiri dari:
a) |
Makanan alami:
- |
Burayak tingkat nauplius,
makanan dari cadangan isi kantong telurnya. |
- |
Burayak tingkat zoea, makanannya
plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema,
Navicula, Amphora, dll) dan Dinoflagellata
(Tetraselmis, dll). |
- |
Burayak tingkat mysis, makanannya
plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus),
anak tritip (Balanus), anak kutu air (Copepoda),
dll. |
- |
Burayak tingkat post larva
(PL), dan udang muda (juvenil), selain
makanan di atas juga makan Diatomaee dan
Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan
(bentos), anak tiram, anak tritip, anak
udanngudangan (Crustacea) lainnya, cacing
annelida dan juga detritus (sisa hewan
dan tumbuhan yang membususk). |
- |
Udang dewasa, makanannya
daging binatang lunak atau Mollusca (kerang,
tiram, siput), cacing Annelida, yaitut
cacing Pollychaeta, udang-udangan, anak
serangga (Chironomus), dll. |
- |
Dalam usaha budidaya, udang
dapat makan makanan alami yang tumbuh
di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton,
dan bentos. |
|
b) |
Makanan Tambahan
Makanan tambahan biasanya dibutuhkan setelah
masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan
tersebut dapat berupa:
- |
Dedak halus dicampur cincangan
ikan rucah. |
- |
Dedak halus dicampur cincangan
ikan rucah, ketam, siput, dan udangudangan. |
- |
Kulit kerbau atau sisa pemotongan
ternak yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong
2,5 cm2, kemudian ditusuk sate. |
- |
Sisa-sisa pemotongan katak. |
- |
Bekicot yang telah dipecahkan
kulitnya. |
- |
Makanan anak ayam. |
- |
Daging kerang dan remis. |
- |
Trisipan dari tambak yang
dikumpulkan dan dipech kulitnya. |
|
c) |
Makanan Buatan (Pelet):
- |
Tepung kepala udang atau
tepung ikan 20 %. |
- |
Dedak halus 40 %. |
- |
Tepung bungkil kelapa 20
%. |
- |
Tepung kanji 19 %. |
- |
Pfizer premix A atau Azuamix
1 %. |
Cara pembuatan:
- |
Tepung kanji diencerkan
dengan air secukupnya, lalu dipanaskan
sampai mengental. |
- |
Bahan-bahan yang dicampurkan
dengan kanji diaduk-aduk dan diremas-remas
sampai merata. |
- |
Setelah merata, dibentuk
bulat-bulat dan digiling dengan alat penggiling
daging. Hasil gilingan dijemur sampai
kering, kemudian diremas-remas sampai
patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm. |
|
Takaran Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
a) |
Udang diberi pakan 4-6 x sehari
sedikit demi sedikit. |
b) |
Jumlah pakan yang diberikan kepada
benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari. |
c) |
Jumlah pakan udang dewasa sekitar
5-10% berat tubuhnya/ hari. |
d) |
Pemberian pakan dilakukan pada
sore hari lebih baik. |
- Pemeliharaan Kolam/Tambak
a) |
Penggantian Air. Pembuangan air
sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian
ini yang kondisinya paling buruk. Tapi apabila
air tambak tertutup air hujan yang tawar, pembuangannya
melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya
melalui bagian bawah. |
b) |
Pengadukan secara mekanis (belum
biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat
memperoleh tambahan zat asam, atau tercampurnya
air asin dan air tawar. Pengadukan dapat menggunakan
mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir
angin. |
c) |
Penambahan bahan kimia (belum
biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat
ditambah dengan Kalium Permanganat (PK/KMnO4).
Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih
belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak
200 kg/ha dapat juga untuk mengatasi O2. |
d) |
Penambahan volume air. Bila suhu
air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat
dikurangi. Perlu diberi pelindung. |
e) |
Menghentikan pemupukan dan pemberian
pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan
apabila udang nampak menderita dan tambak dalam
kondisi buruk. |
f) |
Singkirkan ikan dan ganggang yang
mati dengan menggunakan alat penyerok. |
g) |
Penambahan pemberian pakan. Udang
diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala
kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan
alami normal kembali. |
Perbaikan teknis yang diperlukan:
a) |
Perbaikan saluran irigasi tambak
untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh
air yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya,
selama masa pemeliharaan. |
b) |
Pompanisasi, bagi tambak-tambak
di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah
(kurang dari 1 m), yang setiap waktu diperlukan
pergantian air ke dalam atau keluar tambak. |
c) |
Perbaikan konstruksi tambak, yang
meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan
masuk ke dalam tambak agar tambak tidak mudah
bocor, dan tanggul tidak longsor. |
d) |
Perbaikan manajemen budidaya yang
meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang
optimal, pemberian pakan, cara pengelolaan air
dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan dan
kesehatan udang. |
|
|
|
7. |
HAMA DAN PENYAKIT |
|
7.1. |
Hama
1. |
Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat
dengan memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak
200 ekor/ha. |
2. |
Bangsa ketam
Membuat lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan
bocoranbocoran. |
3. |
Udang tanah (Thalassina anomala),
Membuat lubang di pematang. |
4. |
Hewan-hewan penggerek kayu pintu
air
Merusak pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu
air seperti remis penggerek (Teredo navalis), dan lain-lain. |
5. |
Tritip (Balanus sp.) dan tiram
(Crassostrea sp.)
Menempel pada bangunan-bangunan pintu air. |
Pengendalian hama bangsa ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek
kayu pintu air sama dengan pengendalian lumut.
Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,
termasuk golongan buas, antara lain:
1. |
Ikan-ikan buas, seperti payus
(Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps),
kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus),
kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain. |
2. |
Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting
(Scylla serrata). |
3. |
Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides
speciosa), cangak (Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan
(Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk ulo (Anhinga rufa
melanogaster), dan lain-lain. |
4. |
Bangsa ular, seperti ular air atau ular
kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia, dan Chersidrus
granulatus). |
5. |
Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx
cinerea dan Lutrogale perspicillata). |
Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang
dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan.
1. |
Bangsa siput, seperti trisipan
(Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium telescopium). |
2. |
Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica),
belanak (Mugil spp), rekrek (Ambassis gymnocephalus),
pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain. |
3. |
Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan
Uca sp. |
4. |
Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama
jenis Cardina denticulata, dan lain-lain. |
Pengendalian:
1. |
Ikan-ikan buas dapat diberantas
dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
a. |
Bungkil biji teh adalah
ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas
minyaknya dan banyak diproduksi di Cina. |
b. |
Kadar saponin dalam tiap bungkil biji
teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200 kg
bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif
mematikan ikan liar/buas tanpa mematikan udang yang
dipelihara. |
c. |
Daya racun saponin terhadap ikan 50
kali lebih besar daripada terhadap udang. |
d. |
Daya racun saponin akan hilang sendiri
dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah diracun
dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu
dibuang, sebab residu bungkil itu dapat menambah
kesuburan tambaknya. |
e. |
Daya racun saponin berkurang apabila
digunakan pada air dengan kadar garam rendah. Tambak
dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak
> 15 permil, bungkil biji teh yang digunakan
cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih rendah
harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat
diturunkan sampai 1/3-nya, sehingga bungkil yang
diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6 jam
air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin
menjadi lebih encer. |
f. |
Penggunaan bungkil ini akan lebih
efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00. |
g. |
Sebelum digunakan bungkil ditumbuk
dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air
selama beberapa jam atau semalam. Setelah itu air
tersebut dipercik-percikan ke seluruh tambak. Sementara
menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar
saponin teraduk merata. |
|
2. |
Rotenon dari akar deris (tuba).
a. |
Akar deris dari alam mengandung
5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak
mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada
kadar 1-4 ppm, tetapi batas yang mematikan udang
tidak jauh berbeda. |
b. |
Dalam air berkadar garam rendah, daya
racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang berkadar
garam tinggi. |
c. |
Sebelum digunakan, akar tuba dipotong
kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air selama
24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat,
dimasukkan ke dalam air sambil diremas-remas sampai
air berwarna putih susu. |
d. |
Dosis yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha
tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun rotenon
sudah hilang setelah 4 hari. |
|
3. |
Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga
diberantas dengan nikotin pada takaran 12-15 kg/Ha atau
sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200- 400 kg/Ha.
a. |
Sisa-sisa tembakau ditebarkan
di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian
diairi lagi setinggi ± 10 cm. |
b. |
Setelah ditebarkan, dibiarkan selama
2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh hama.
Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap
selama 7 hari. |
c. |
Setelah itu tambak diairi lagi tanpa
dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak beracun
lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk. |
|
4. |
Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas
hama, terutama trisipan.
a. |
Brestan-60 adalah semacam
bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan
hampir tidak berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil
asetat stanan sebanyak 60%. |
b. |
Takaran yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha,
apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar garamnya
28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar
garamnya, takaran yang dibutuhkan makin banyak. |
c. |
Daya racunnya lebih baik pada waktu
terik matahari. |
d. |
Cara penggunaan:
- |
Air dalam petakan
disurutkan sampai ± 10 cm. Pintu air
dan tempat yang bocor ditutup. |
- |
Bubuk Brestan-60 yang telah
ditakar dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian
dipercik-percikkan ke permukaan air. |
- |
Air dibiarkan menggenang selama
4-10 hari, agar siputnya mati semua. |
- |
Setelah itu tambak dicuci 2-3
kali, dengan memasukkan dan mengeluarkan air
pada waktu pasang dan surut. |
|
|
5. |
Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan,
kemudian dibentuk bulatan, dapat digunakan sebagai umpan
untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan
ke dalam lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas
asetilen yang timbul akan membunuh kepiting.
Abu sekam yang dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan
melekat pada insang dan dapat mematikan. |
6. |
Usaha untuk mengusir burung adalah dengan
memasang pancang-pancang bambu atau kayu di petakan tambakan. |
7. |
Cara memberantas udang renik (wereng tambak):
menggunakan Sumithion dengan dosis 0,002 mg/liter pada
hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari kedua.
Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter.
Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun malam. |
|
7.2. |
Penyakit asal Virus.
1. |
Monodon Baculo Virus
(MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh
terhadap kehidupan udang. Penyebab:
kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran. |
2. |
Infectious Hypodermal Haematopoietic
Necrosis Virus (IHHNV) Gejala:
(1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan,
muncul ke permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
(2) bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti
bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam; (3) udang
akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala
tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
(4) pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan
dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5) permukaan tubuhnya
akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
(6) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf,
antena, dan pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian:
perbaikan kualitas air. |
3. |
Hepatopancreatic Parvo-like
Virus Gejala:
terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan
hepatopankreasnya secara mikroskopik terlihat degenerasi
dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ tersebut.
Pengendalian:
perbaikan kualitas air. |
4. |
Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala:
(1) udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan
air; (2) kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah
penebaran benih (stocking) di kolam post larva umur 18
hari. Pengendalian:
belum diketahui secara pasti, yang penting adalah perbaikan
kualitas air. |
5. |
Ricketsiae
Gejala:
(1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
(2) udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada
beberapa udang terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan
pada dinding usus bagian tengah (mid gut); (3) adanya
koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan
ikat; (4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7
atau 9 setelah penebaran benih (post larva hari ke-15-25).
Angka kematian naik pada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai
terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak ada kematian.
Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya
sampai udang dipanen. Pengendalian:
menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin, sulfasoxasol,
dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka
kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun,
kematian akan timbul lagi. |
|
7.3. |
Penyakit Asal Bakteri
1. |
Bakteri nekrosis
Penyebab:
(1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan infeksi sekunder
dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka, erosi
bahan kimia atau lainnya. Gejala:
(1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di
beberapa tempat (multilokal), yaitu pada antena, uropod,
pleopod, dan beberapa alat tambahan lainnya; (2) usus
penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan. Pengendalian:
Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya
furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin
1 mg/l; (2) Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam
kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan alat-alat yang
digunakan; (3) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang
baik. |
2. |
Bakteri Septikemia
Penyebab:
(1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas
sp., dan Pseudomonas sp.; (2) merupakan infeksi sekunder
dari infeksi pertama yang disebabkan defisiensi vitamin
C, toxin, luka dan karena stres yang berat. Gejala:
(1) menyerang larva dan post larva; (2) terdapat sel-sel
bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
Pengendalian:
(1) pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya
furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin
1 mg/l; (2) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang
baik. |
|
7.4. |
Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas,
kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa parasit
dapat menyebabkan kemandulan (Bopyrid).
1. |
Bakteri nekrosis
Parasit cacing Cacing Cestoda, yaitu
- |
Polypochepalus sp., bentuk
cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan ikat
di sepanjang syaraf bagian ventral. |
- |
Parachristianella monomegacantha,
berparasit dalam jaringan intertubuler hepatopankreas. |
Cacing Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada
dinding proventriculus dan usus.
Cacing Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas
udang yang hidup secara alamiah. |
2. |
Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit
ini menempel di daerah branchial insang (persambung antara
insang dengan tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan
gonad (sel telur) pada udang. |
|
7.5. |
Penyakit Asal Parasit
Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati
dalam waktu 24 jam.
Penyebab:
(1) Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
(2) penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
Pengendalian:
(1) pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin
(0,01 pp,) 3-6 kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke
larva yang sehat; (2) jalan filtrasi air laut untuk pembenihan;
(3) pencucian telur udang berkali-kali dengan air laut yang
bersih atau air laut yang diberi malachite green atau trifuralin,
karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur. |
|
8. |
P A N E N |
|
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur
5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu:
1) ukurannya besar
2) kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3) masih dalam keadaan hidup dan segar.
8.1. |
Penangkapan
1. |
Penangkapan Sebagian
a. |
Dengan menggunakan Prayang,
yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian,
yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk
jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang
di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus
pematang dan perangkapnya berada di ujung kere.
Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu
ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk
menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4
cm, sehingga yang terperangkap hanya udang besar
saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau
kawat yang melintang dengan jarak masing-masing
sekitar 4 cm. |
b. |
Dengan menggunakan jala lempar. Penangkapan
dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian
untuk memudahkan penangkapan. Penangkapan dilakukan
dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan
jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam
tambak tersebut seragam. |
c. |
Dengan menggunakan tangan kosong.
Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya
berdiam diri di dalam lumpur. |
|
2. |
Penangkapan Total
a. |
Penangkapan total dapat
dilakukan dengan mengeringkan tambak.
Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan pompa
air atau apabila tidak
ada harus memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini
hari
menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak
tambak perlahanlahan
waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air
disurutkan sampai
caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm. |
b. |
Dengan menggunakan seser besar yang
mulutnya direndam di lumpur
dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya
jika
diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam
seser. Dan cara
tersebut dilakukan berulang-ulang. |
c. |
Dengan menggunakan jala, biasanya
dilakukan banyak orang. |
d. |
Dengan menggunakan kerei atau jaring
yang lebarnya sesuai dengan
lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi
didorong beramairamai
oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring
itu, menuju
ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat
dengan kerei lainnya.
Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga
dengan mudah
ditangkap. |
e. |
Dengan memasang jaring penadah yang
cukup luas atau panjang di
saluran pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur
agar air mengalir
perlaha-lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal
bersembunyi
dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air dan
tertadah dalam jaring
yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan
seser. |
f. |
Dengan menggunakan jaring (trawl)
listrik. Jaring ini berbentuk dua buah
kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi
panjang. Mulut
kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat
tenggelam di
lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung
agar mengambang di
permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang
kawat yang
dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik
yang mengaliri kawat di
dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena,
lalu udang
akan meloncat dan masuk ke dalam jaring. |
|
|
8.2. |
Pembersihan
Udang yang telah ditangkap dikumpulkan dan dibersihkan sampai
bersih. Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas
ukuran yang sama dan tidak cacat. |
|
9. |
PASCA PANEN |
|
Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan
dalam penanganan pasca panen:
1) |
Alat-alat yang digunakan harus bersih. |
2) |
Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati. |
3) |
Hindarkan terkena sinar matahari langsung. |
4) |
Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih. |
5) |
Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram
dengan air
bersih. |
6) |
Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan
udang. |
7) |
Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan
NaCl 100 ppm untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar
dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio,
Staphylococcus). |
8) |
Kelompokan menurut jenis dan ukurannya. |
|
|
10. |
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN |
|
10.1. |
Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha pembesaran Udang Galah di Desa Tangkil
Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Selama 2 musim (1 tahun)
pada tahun 1999 adalah sebagai berikut: 1) Biaya produksi
a. |
Lahan
- Sewa lahan 2 tahun
- Pengolahan lahan |
Rp. 3.200.000,-
Rp. 125.000,- |
b. |
Bibit
- Benur 60.000 ekor Rp. 16,- |
Rp. 960.000,- |
c. |
Pakan
- UG 801 86,40 kg @ Rp 2.600,-
- UG 802 590,40 Kg Rp. 2.400,-
- UG 803 1.882,57 kg Rp. 2.300,- |
Rp. 224.460,-
Rp. 1.416.960,-
Rp. 4.329.900,- |
d. |
Obat-obatan dan pupuk
- BCK 4 liter @ Rp. 12.500,-
- Sanponin 40 kg @ Rp 1500,-
- Urea 10 kg @ Rp 2000,-
- KCL 10 kg @ Rp 2.500,-
- Pupuk kandang 20 kg @ Rp 500,-
- Kapur 100 kg @ Rp. 1000,- |
Rp 50.000,-
Rp. 60.000,-
Rp. 20.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 10.000,-
Rp. 100.000,- |
e. |
Alat
- Timbangan 1 Unit @ Rp. 100.000,-
- pH Pen 1 Unit @ Rp. 50.000,-
- Jala/Jaring 2 Unit @ Rp. 25000,-
- Cangkul 3 Unit @ Rp. 6.000,-
- Skoop 1 Unit @ Rp. 6.000,-
- Serok 3 Unit @ Rp. 4.500,-
- Plastik 20 meter @ Rp. 2.000,-
- Saringan 10 meter @ Rp. 2.500,-
- Ember Plastik 3 unit @ Rp. 5.000,-
- Keranjang 5 unit @ Rp. 5.500,- |
Rp. 100.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 18.000,-
Rp. 6.000,-
Rp. 13.500,-
Rp. 40.000,-
Rp. 25.000,-
Rp. 15.000,-
Rp. 16.500,- |
f. |
Tenaga kerja
- Tenaga Tetap 12 MM @ Rp 250.000,-
- Tenaga Tak Tetap 10 OH @ Rp 8.000,00 |
Rp. 1.500.000,-
Rp. 80.000,- |
g. |
Lain-lain
- Rekening Listrik 6 bulan @ Rp 15.000,-
- Transportasi |
Rp. 90.000,-
Rp. 20.000,- |
h. |
Biaya tak terduga 10% |
Rp. 1.254.532,- |
|
Jumlah biaya produksi |
Rp. 12.545.320,- |
2. |
Pendapatan 2 musim/th:1912,3 kg @ Rp
19.000,- |
Rp.34.463.700,- |
3. |
Keuntungan per tahun/2 musim
Keuntungan per musim (6 bulan) |
Rp.21.918.380,-
Rp. 4.686.530,- |
4. |
Parameter kelayakan
a. B/C ratio per musim
b. Atas dasar Unit
c. Atas dasar Sales |
= 1,37 : BEP = FC/P-V 206,4 kg :
BEP = FC/1-(VC/R) Rp 3.688.540,- |
|
10.2. |
Gambaran Peluang Agribisnis
Sampai saat ini udang merupakan komoditi budidaya yang mempunyai
prospek cukup baik, baik untuk komsumsi dalam negeri maupun
komsumsi luar negeri. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya
permintaan ekspor untuk udang. |
|
11. |
DAFTAR PUSTAKA |
|
1. |
Brahmono. 1994. Limbah Udang Untuk Pembuatan Tepung.
Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus. |
2. |
Darmono. 1991. Budidaya Udang Penaeus . Kanisius. Yogyakarta. |
3. |
Hanadi, S. 1992. Pengolahan Udang Beku. Karya Anda. Surabaya. |
4. |
Heruwati, E.S. dan Rahayu, S. 1994. Penanganan dan Pengelolaan
Pasca Panen Udang unutuk Meningkatkan Mutu dan Mendapatkan Nilai
Tambah. Dalam Kumpulan Kliping Udang II. Trubus. |
5. |
Mudjiman, A. 1987. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya.
Jakarta. |
6. |
__________ . 1988. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.
Jakarta. |
7. |
__________ . 1994. Udang yang Bikin Sehat. Dalam Kumpulan
Kliping Udang II. Trubus. |
8. |
Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur.
Kanisius. Yogyakarta. |
9. |
Purnomo. 1994. Limbah Udang Potensial untuk Industri. Dalam
Kumpulan Kliping Udang II. Trubus. |
10. |
Suyanto, S.R. dan Mudjiman, A. 1999. Budidaya Udang Windu.
Penebar Swadaya. Jakarta. |
|
12. |
KONTAK HUBUGAN |
|
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan –
BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax.
021 390 9829 |