Toxin Binder, Solusi Efektif Atasi Mikotoksin |
Mikotoksin,
sebuah kata yang mungkin masih terasa asing ditelinga kita. Menurut
Fox dan Cameron (1989), mikotoksin ini bisa diartikan sebagai
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang/jamur tertentu
pada bahan pangan maupun ransum. Atau dalam pengertian mudahnya bisa
diartikan sebagai racun/toksin jamur. Jadi, saat bahan baku ransum
atau ransum jadi telah terkontaminasi atau ditumbuhi jamur, maka bisa
dipastikan toksin jamur (mikotoksin) sudah terbentuk. Dan kondisi
peternakan kita yang berada di iklim tropis menjadikan jamur mudah
tumbuh mencemari bahan baku ransum maupun ransum jadi.
Apakah
kontaminasi mikotoksin ini berbahaya? Bisa kami katakan dengan pasti
Ya, karena adanya mikotoksin ini akan mengganggu produktivitas ayam.
Pada level/kadar tertentu, adanya mikotoksin akan mampu menurunkan
feed intake, merusak feed conversion ratio (FCR),
menurunkan sistem kekebalan tubuh ayam (bersifat immunosuppressive),
bahkan menyebabkan kematian.
Keberadaan
mikotoksin seringkali tidak bisa dihindarkan, karena mampu
mengkontaminasi mulai saat penanaman, pemanenan, penyimpanan bahkan
saat pengolahan menjadi ransum (CAST, 2003). Dan kontaminasi
mikotoksin ini akan lebih besar jika manajemen penanganan,
penyimpanan dan pemberian ransum tidak bagus. Berdasarkan hasil
survei mikotoksin di Asia tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand dan Vietnam) pada kuartal III 2011, menunjukkan bahwa
mikotoksin yang paling sering mengkontaminasi ialah aflatoksin (61%)
dan fumonisin (46%).
Berbagai
cara dilakukan untuk mengurangi pengaruh mikotoksin. Diantaranya
adalah perbaikan manajemen pasca panen dan penyimpanan,
perlakuan fisik dengan memisahkan bahan pakan yang telah tercemar
mikotoksin, pengeringan sampai kadar air dibawah 14%, maupun
penambahan bahan pengikat mikotoksin atau toxin binder.
Pentingnya
Toxin Binder
Penggunaan
toxin binder menjadi salah satu metode yang efektif untuk
menghindari efek negatif mikotoksin pada ternak, dan ini sudah
terbukti lebih dari 20 tahun yang lau (Galvano et al., 2001).
Prinsip kerja dari toxin binder ialah mengikat mikotoksin
dalam saluran pencernaan dengan kuat, lalu mengeluarkannya bersama
dengan feses.
Jenis
Toxin Binder
Produk
toxin binder yang digunakan di peternakan cukup banyak.
Berdasarkan komponen penyusunnya, toxin binder ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu organik dan anorganik.
- Toxin binder organik
Toxin
binder jenis ini mengandung bahan organik, seperti
selulosa, hemisellulosa, lignoselulosa, pektin, enzim, bakteri atau
ekstrak dinding sel ragi. Keunggulan produk toxin binder jenis
ini bersifat ramah lingkungan dan lebih aman bagi ayam. Selain itu,
bersifat broad spectrum atau mampu mengikat lebih dari satu
jenis toksin.
Meskipun
demikian, toxin binder dari golongan ini lebih mudah
terpengaruh pH dan suhu. Oleh karena itu, dosis penggunaanya harus
ditentukan dengan tepat. Jika berlebihan justru bisa memicu
perubahan pH saluran pencernaan, sehingga jamur dalam ransum akan
semakin meningkatkan aktivitasnya menghasilkan toksin ketika berada
di saluran pencernaan (Yiannikouris et al., 2004)
- Jenis non organik
Toxin
binder jenis non organik dibuat dari bahan-bahan seperti karbon
aktif dan alumunium silikat. Secara umum, toxin binder jenis
non organik ini memiliki kelebihan yaitu lebih murah dan praktis
dalam penggunaannya.
Karbon
aktif mempunyai kemampuan yang bagus dalam mengikat zearalenon atau
deoxynivalenol (Doll et al., 2004;. Dante et al., 2005; Bueno et
al., 2005). Alumunium silikat sendiri banyak macamnya, terdiri atas
HSCAS (Hydrated
sodyum calcium alumunium silicate),
zeolite,
bentonite
dan montmorillonite.
Menurut Ramos dan Hernandez
et al.
(1997), dilaporkan bahwa HSCAS mampu mengikat aflatoksin dengan
afinitas (daya ikat) yang tinggi. HSCAS juga dikatakan mampu
mengikat > 80%
total aflatoksin yang terdapat dalam ransum, serta mengikatnya dengan
ikatan lebih kompleks/erat. Ikatan tersebut juga diketahui stabil
pada pH 2, 7 dan 10 serta pada suhu 25 - 37°(Phillips et
al., 1988).
Awalnya,
jenis toxin binder non organik ini ditambahkan dalam ransum
dengan dosis pemberian yang tinggi, yaitu 10-50 kg per ton ransum.
Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, saat ini pemberiannya
hanya berkisar 1-2,5 kg per ton ransum dan mampu mengikat mikotoksin
secara efektif.
Ciri
Toxin Binder berkualitas
Banyak
sekali produk toxin binder yang beredar di pasaran. Kondisi
demikian mewajibkan kita untuk mengenal ciri toxin binder yang
berkualitas. Berdasarkan beberapa literatur, seperti jurnal
International Poultry Production dan Working Paper
Evaluation of Mycotoxin Binder, dapat diketahuai bahwa toxin
binder yang berkualitas mempunyai beberapa ciri, diantaranya:
- Mampu mengikat toksin yang dihasilkan oleh spora jamur dalam kadar yang banyak
- Mampu mengikat toksin meskipun menggunakan konsentrasi rendah
- Mengikat tidak hanya 1 jenis toksin, meskipun sangat jarang toxin binder yang mampu menyerap berbagai jenis toksin dengan efektifitas yang sama
- Tidak bersifat bulky (mengembang/ memakan ruang) dalam saluran pencernaan yang bisa berakibat menurunkan konsumsi ransum
- Stabil pada panas saat penyimpanan, pencampuran dan proses pelleting (pembuatan pakan pellet)
- Tidak rentan dengan pH dan suhu dalam saluran pencernaan
- Tidak mengikat nutrisi yang berguna untuk ternak, seperti vitamin, mineral maupun asam amino
Setidaknya
ciri-ciri di atas bisa membantu dalam memilih toxin binder,
sehingga sebelum memutuskan membeli suatu toxin binder, perlu
melihat data–data hasil penelitian terkait toxin binder yang
bersangkutan.
Dan
untuk menjaga kualitas toxin binder yang sudah dibeli, ada
hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
1. Dosis
pemberian
Efektifitas
toxin binder tergantung dosis yang diberikan. Setiap produsen
toxin binder telah menghitung dengan teliti berapa gram
penggunaannya yang paling efektif dan efisien.
2. Cara
pencampuran
Pencampuran
toxin binder harus dilakukan dengan baik sehingga bisa
tercampur secara homogen dengan bahan baku ransum atau ransum jadi.
Jika tidak dilakukan secara merata, maka efektivitas toxin
binder dari masing-masing ayam akan berbeda. Selain itu,
hendaknya juga memperhatikan kondisi pH dan suhu saat pencampuran,
terutama jika dicampurkan saat proses pembuatan pellet atau
crumble.
3. Penyimpanan
Toxin
binder harus disimpan dalam kondisi yang baik, di tempat yang
kering dan mempunyai suhu yang optimal. Idealnya, gudang penyimpanan
mempunyai suhu 20-25°C dengan kelembaban 60-70%. Penyimpanan juga
sebaiknya menggunakan pallet sebagai alas, serta dilengkapi dengan
blower. Penyimpanan yang kurang tepat akan menurunkan
kualitas toxin binder.
Pencemaran
jamur dan kontaminasi mikotoksin sebenarnya merupakan kasus yang
mudah ditemukan di peternakan. Hanya saja seringkali tertutupi oleh
kasus lainnya. Mikotoksin adalah bahaya tersembunyi yang selalu
mengintai performan ayam. Terlebih lagi jamur ini mudah tumbuh dan
menyebar mengkontaminasi bahan baku ransum. Penambahan toxin binder
menjadi solusi efektif untuk mencegah efek negatif dari mikotoksin.
Selain itu, penerapan biosecurity dan manajemen tata laksana
ransum yang baik, mulai dari penerimaan sampai dikonsumsi oleh ayam
juga perlu diperhatikan. Lakukan pula pengujian kualitas ransum
secara periodik, salah satunya uji kadar mikotoksin, terutama
aflatoksin. Salam sukses selalu. By: Pakan Ikan Madiun, Sumber: info.medion.co.id