Potensi Bahan Baku Ransum |
Indonesia
telah dikenal sebagai sebuah negara agraris. Setiap jengkal tanahnya
subur ditanami berbagai jenis tumbuhan. Kondisi cuaca dan iklim pun tak
kalah men-support tanaman untuk tumbuh
secara optimal. Indonesia tercinta juga dijuluki negara kepulauan,
dengan pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
Kekayaan
alam Indonesia begitu melimpah, baik flora maupun fauna. Tidak sedikit
kekayaan alam tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku ransum.
Contohnya tepung ikan yang bersumber dari kekayaan laut kita maupun
jagung, bungkil kedelai, dedak padi atau bekatul yang berasal dari
khasanah pertanian.
Hanya saja menjadi sebuah ironi, saat ini, dunia perunggasan kita masih diharuskan mendatangkan (import, red)
bahan baku ransum dari negara lain. Dan parahnya lagi kondisi ini telah
berjalan dalam beberapa waktu dan terkesan menemui titik buntu dalam
pencarian solusinya.
Jagung,
bungkil kedelai, tepung ikan dan tepung daging dan tulang (MBM)
merupakan sederetan contoh bahan baku ransum yang masih diimport. Dan
boleh dibilang penyediaan bahan baku ransum kita sangat tergantung pada
negara lain. Akibatnya saat harga minyak dunia melambung menjadikan
biaya pengiriman meningkat dan mau tidak mau harga bahan baku kena
imbasnya. Belum lagi perubahan kebijakan sumber energi yang beralih ke
biofuel atau energi alami yang berasal dari kedelai maupun jagung
menjadikan suplai kedua komoditas tersebut berkurang dan tentu saja
harganya kembali melambung. Kondisi tersebut semakin terasa berat saat kita belum memiliki bahan baku alternatif pengganti bahan baku utama tersebut.
Jagung
lokal dari Indonesia telah banyak diakui kualitasnya hanya saja
ketersediaan yang kurang kontinyu dan kadar air yang masih relatif
tinggi menjadi kendala di feedmill (perusahaan ransum)
Potensi Bahan Baku Ransum
Semua bagian utama dan sampingan dari tanaman dan tubuh hewan maupun by product-nya pada dasarnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku ransum, asalkan memenuhi persyaratan bahan baku yang baik, yaitu :
- Memiliki kandungan nutrisi yang baik
Bahan
baku ransum dikatakan memiliki kandungan nutrisi yang baik dapat
dicerminkan dari kandungan protein kasar tinggi dan serat kasarnya
rendah. Selain itu kualitas fisik, kimia dan biologinya juga baik.
- Ketersediaannya kontinyu
Di
negara kita kontinyuitas atau ketersediaan bahan baku ransum secara
rutin dengan kualitas yang stabil menjadi permasalahan yang selalu
berulang. Terlebih lagi, bahan baku tersebut masih harus berebutan
dengan pemenuhan kebutuhan manusia, contohnya pada kasus ketersediaan
jagung dan tepung ikan.
- Harganya kompetitif
Biaya
ransum mencakup 70% dari seluruh biaya pengelolaan peternakan. Dengan
harga bahan baku ransum yang kompetitif diharapkan harga daging dan
telur tidak terlalu tinggi sehingga bisa terserap oleh masyarakat
Indonesia, yang notabene konsumsi telur dan daging masih relatif rendah.
- Tidak mengandung toksin atau racun
Syarat
mutlak dari bahan baku ransum ini ialah tidak mengandung rancun
(toksik) yang dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas ayam. Adanya
zat anti nutrisi seringkali menjadi faktor penghambat dalam pemakaian
bahan baku alternatif. Jenis zat anti nutrisi yang terdapat dalam bahan
baku tercantum pada tabel 1. Dengan perkembangan teknologi pakan
permasalahan anti nutrisi ini bisa ditekan atau bahkan beberapa dapat
dihilangkan. Teknologi yang biasa diterapkan antara lain pemberian
enzim, fermentasi maupun perlakuan kimia dan biologi lainnya.
Bahan Baku Utama dan Alternatif
Jagung,
bungkil kedelai, dedak padi dan tepung ikan merupakan contoh bahan baku
ransum yang utama digunakan dalam penyusunan formulasi ransum ayam.
Kecuali dedak padi, semua bahan baku tersebut masih belum bisa dipenuhi
dari lokal. Oleh karena itu, banyak peternak maupun tim R&D (research and development) perusahaan feedmill berusaha mencari bahan baku alternatif.
Dari
data yang kami peroleh penggunaan bahan baku alternatif saat ini baru
mencapai maksimal 20% dari total bahan baku. Contoh bahan baku
alternatif tersebut antara lain sorgum, bungkil kelapa sawit atau
bungkil biji kelapa sawit, bungkil biji matahari maupun tepung gaplek.
Keterbatasan
dalam pemakaian bahan baku alternatif seringkali disebabkan karena
kontinyuitas yang kurang terjamin, kualitas yang tidak stabil dan adanya
zat anti nutrisi. Selain itu ayam modern yang kita pelihara sekarang
direkayasa untuk memanfaatkan serelia (biji-bijian, red)
guna mengoptimalkan performannya. Oleh karena itu ketergantungan pada
jagung, bungkil kedelai masih begitu tinggi, yaitu digunakan sampai
level 70-80% dari total formulasi ransum. Tabel 2 menunjukkan beberapa
contoh bahan baku yang bisa digunakan dalam penyusunan ransum ayam.
Jika
kita akan memakai bahan baku alternatif yang terdapat di sekitar kita,
maka kita perlu mempertimbangkan ke-4 syarat bahan baku ransum yang
baik. Selain itu, hendaknya kita juga melakukan analisis di laboratorium
untuk mengetahui kandungan nutrisi maupun anti nutrisi yang terdapat
dalam bahan tersebut. Pelaksanaan trial formulasi juga perlu dilakukan
pada sebagian kecil ayam sebelum diberikan pada populasi ayam yang lebih
besar.
Sebenarnya,
negara kita kaya akan bahan baku ransum. Hanya saja dalam penggunaannya
masih terbentur banyak hal. Oleh karenanya perlu sekiranya semua pihak
yang terkait, yaitu pemerintah, pengusaha dan peneliti mulai merapatkan
barisan untuk berjalan bersama menuju swasembada pakan. By: Pakan Ikan Madiun, Sumber: info.medion.co.id