I. PENGENALAN UMUMBuncis merupakan tanaman sayuran yang banyak dimanfaatkan baik oleh ibu rumah tangga maupun industri pengolahan yang membutuhkan dalam jumlah besar. Selain dikonsumsi di dalam negeri, buncis merupakan produk ekspor ke Singapura, Hongkong, Australia, Malaysia, dan Inggris. Bentuk ekspor tersebut bermacam-macam, dalam bentuk polong segar, didinginkan atau dibekukan, dan ada pula yang berbentuk biji kering.
Saat ini
produksi buncis dalam negeri relatif masih rendah. Usaha-usaha peningkatan
produktivitas bisa dilakukan dengan cara intensifikasi, antara lain penggunaan
bibit unggul, perbaikan cara bercocok tanam, penggunaan zat pengatur tumbuh,
dan penanganan pasca panen yang baik.
Tanaman buncis mempunyai dua tipe pertumbuhan, yaitu :
a.
Tipe
membelit atau merambat
Tanaman tipe ini
pertumbuhannya membelit atau merambat sehingga memerlukan turus atau lanjaran
setinggi kurang lebih 2 meter.
b. Tipe tegak
Tanaman tipe ini biasanya
berbentuk semak dan memiliki tinggi sekitar 30 cm. Ruas batangnya agak pendek,
percabangannya rendah dan sedikit. Dengan demikian jenis ini termasuk yang
disarankan untuk ditanam karena dengan tidak digunakannya turus dapat
memperkecil biaya produksi.
Varietas buncis yang
sudah banyak ditanam petani dan populer antara lain :
a. Buncis
babud (lokal bandung)
Varietas ini mempunyai polong kurang lebih sebesar
jari kelingking dengan penampang melintang berbentuk bulat. Panjang polong
sekitar 15 cm dengan ujung agak melengkung dan berwarna hijau muda. Biji yang
sudah tua berwarna putih.
b. Buncis hawaian
wonder
Varietas
ini mempunyai polong yang besar dan warna yang lebih muda dari buncis babud.
Penampang melintang polong agak pipih, lebar sekitar 2,5 cm dan panjangnya
sekitar 25 cm. Biji yang sudah tua berwarna cokelat keabu-abuan.
c. Buncis kopak
Jika
dibandingkan dengan buncis hawaian wonder, polongnya lebih pipih. Lebar polong
3,5 cm, panjangnya 22 cm, dan bentuknya sering bengkok. Biji yang sudah tua
berwarna putih, bentuknya pipih dan lebih besar dari buncis babud.
d. Buncis
kansender
Tanamannya agak pendek, polongnya
lurus dengan panjang sekitar 12 cm, dan berwarna hijau. Umurnya lebih genjah
dari buncis babud. Biji yang sudah tua umumnya berwarna cokelat muda.
e. Buncis
hawkesburry wonder
Varietas ini mempunyai bentuk
polong panjang sekitar 12 cm, bentuknya agak pipih, dan berwarna hijau pucat. Warna
bijinya merah ungu, kemudian berubah menjadi cokelat kehitaman bila sudah tua. Ukuran
bijinya lebih besar dibandingkan dengan varietas lainnya.
f. Buncis
lokal Surakarta
Varietas ini produksinya lebih
tinggi dibandingkan varietas lainnya. Polongnya berwarna hijau, biji yang sudah
tua berwarna hitam, dan bentuknya bulat.
II. SYARAT TUMBUH
2.1. Tanah
Tanaman
buncis dapat tumbuh dengan baik bila ditanam di dataran tinggi, yaitu sekitar 1.000
- 1.500 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah yang cocok adalah andosol dan
regosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah andosol hanya terdapat di
daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang dengan curah hujan di atas 2500
mm/tahun. Tanah andosol mempunyai ciri berwarna hitam, kandungan bahan
organiknya tinggi, bertekstur lempung sampai debu, remah, gembur, dan
permeabilitasnya sedang. Tanah regosol biasanya berwarna kelabu, cokelat, dan
kuning, bertekstur pasir sampai berbutir tunggal dan permeabel. Derajat keasaman
(pH) yang optimal untuk pertumbuhan tanaman buncis adalah 5,5 - 6.
2.2. Iklim
a. Curah Hujan
Tanaman
buncis dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan 1.500 - 2.500 mm
per tahun. Tanaman ini paling baik
ditanam pada akhir musim kemarau (menjelang musim hujan) atau akhir musim hujan
(menjelang musim kemarau). Pada saat peralihan, air hujan tidak begitu banyak
sehingga sangat cocok untuk fase pertumbuhan awal tanaman buncis, fase
pengisian, dan pemasakan polong. Pada fase tersebut dikhawatirkan terjadi
serangan penyakit bercak bila curah hujan terlalu tinggi.
b. Suhu
Suhu
udara yang paling baik untuk pertumbuhan buncis adalah 20 - 25°C. Pada
suhu kurang dari 20 °C tanaman tidak dapat melakukan proses
fotosintesis dengan baik, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan
jumlah polong yang dihasilkan akan sedikit. Sebaliknya, pada suhu udara yang
lebih tinggi dari 25 °C banyak polong yang hampa. Hal ini
terjadi karena proses pernapasan (respirasi) lebih besar daripada proses fotosintesis
pada suhu tinggi.
c. Cahaya
Cahaya matahari diperlukan oleh
tanaman untuk proses fotosintesis. Umumnya tanaman buncis membutuhkan cahaya
matahari yang besar atau sekitar 400 - 800 footcandles. Oleh karena itu,
tanaman buncis termasuk tanaman yang tidak membutuhkan naungan.
d. Kelembapan
udara
Kelembapan udara yang diperlukan
tanaman buncis sekitar 50 - 60 % (sedang). Kelembapan ini agak sulit diukur,
tetapi dapat diperkirakan dari lebat dan rimbunnya tanaman. Kelembapan yang
terlalu tinggi dapat mempengaruhi terhadap tingginya serangan hama dan
penyakit. Beberapa jenis aphis (kutu) dapat berkembang biak dengan cepat pada
kelembapan 70 - 80 %.
III. BUDIDAYA TANAMAN BUNCIS
Secara
umum, budidaya tanaman buncis meliputi persiapan benih, pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan panen.
a. Persiapan Benih
Benih
yang digunakan untuk penanaman buncis harus benih yang baik, yaitu berasal dari
tanaman induk yang baik pula. Benih yang baik memenuhi persyaratan tertentu,
antara lain mempunyai daya tumbuh minimal 80 %, bentuknya utuh, bernah, warna
mengkilat, tidak bernoda cokelat terutama pada mata bijinya, bebas dari hama
dan penyakit, seragam, tidak tercampur dengan varietas lain, dan bersih dari
kotoran. Benih yag baik mempunyai daya tumbuh yang tinggi, dapat disimpan lama,
tahan terhadap serangan hama
dan penyakit, tumbuh cepat dan seragam, serta mampu menghasilkan tanaman
dewasa yang normal dan berproduksi
tinggi.
Agar
benih dapat disimpan lama maka perlu disimpan pada suhu -18 - 0 °C dengan kelembapan relatif 50 - 60%.
Kandungan air benih juga sangat menentukan terhadap daya simpan benih.
Kandungan air yang baik untuk benih sekitar 14 %. Bila persyaratan di atas
sudah terpenuhi maka daya simpan benih dapat mencapai 3 tahun.
b. Pengolahan
Lahan
Kegiatan
pengolahan tanah dilakukan dengan cara membajak atau mencangkul tanah sedalam
20 - 30 cm. Untuk tanah-tanah berat pencangkulan dilakukan sebanyak dua kali
dengan jangka waktu 2 - 3 minggu, sedangkan untuk tanah-tanah
ringan pencangkulan cukup dilakukan satu kali saja.
Untuk
memudahkan kegiatan pemeliharaan perlu dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran
panjang 5 m, lebar 1 m, dan tinggi 20 cm. Jarak antar bedengan 40 - 50 cm. Untuk areal yang
tidak begitu luas, misalnya lahan pekarangan, tidak perlu dibuat bedengan
tetapi cukup berupa guludan selebar 20 cm, panjang 5 m, tinggi 10 - 15 cm, dan jarak antar guludan
70 cm.
Untuk
meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan pemupukan dengan pemberian pupuk
kandang atau kompos sebanyak 15 - 20 kg/10 m2. Pemberian pupuk
kandang dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah agar lebih gembur,
aerasinya baik, dan drainase optimal. Pupuk anorganik sebagai pupuk dasar dapat
diberikan berupa Urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 200 kg, 600 kg, dan
120 kg untuk tiap hektar atau masing-masing 2 gram, 6 gram, dan 1,2 gram untuk
tiap tanaman. Cara menempatkan pupuk kandang maupun pupuk anorganik adalah
dengan menaburkan di sepanjang larikan.
c. Penanaman
Buncis
ditanam dengan pola pagar atau barisan karena penanamannya dilakukan pada
bedengan atau guludan. Pada pola ini, jarak antar tanaman lebih sempit
dibandingkan antar barisan. Dengan pola ini akan lebih memudahkan dalam proses
pekerjaan selanjutnya, seperti pengairan, pemupukan, pembumbunan, dan panen.
Jarak
tanam yang digunakan adalah 20 x 50 cm, baik untuk tanah datar maupun tanah
miring. Bila kesuburan tanahnya tinggi, maka sebaiknya menggunakan jarak tanam
yang lebih sempit, yaitu 20 x 40 cm. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
timbuhnya gulma yang tinggi. Penentuan jarak tanam ini harus benar-benar
diperhatikan karena berhubungan dengan tersedianya air, hara, dan cahaya
matahari.
Setelah
jarak tanam ditentukan, maka pekerjaan selanjutnya adalah membuat lubang tanam
dengan cara ditugal. Agar lubang tanam yang dibuat dapat lurus, sebelumnya
dapat diberi tanda dengan ajir, bambu, atau tali. Tempat yang diberi tanda
tersebut yang ditugal. Kedalaman tugal 4 - 6 cm untuk tanah-tanah yang remah
dan gembur, dan kedalaman 2 - 4 cm untuk jenis tanah liat. Hal ini disebabkan
karena kandungan air pada tanah liat lebih tinggi sehingga dikhawatirkan benih
membusuk sebelum berkecambah.
d. Pemeliharaan
Kegiatan
pemeliharaan meliputi pemupukan, pengairan, pengguludan, pemasangan turus,
pemangkasan, serta pengendalian hama
dan penyakit.
1) Pemupukan
Pemupukan
dimaksudkan untuk memberikan tambahan unsur hara bagi tanaman, karena hara yang
disediakan tanah tidak mencukupi untuk pertumbuhan tanaman. Berkurangnya
ketersediaan hara dalam tanah disebabkan adanya proses erosi, pencucian,
evaporasi (penguapan), atau diserap oleh tanaman.
Pupuk
yang diberikan terdiri dari pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik berupa
pupuk kandang atau kompos dicampur dengan tanah bedengan sebanyak 15 - 20 kg/10
m2. Pupuk anorganik yang
diberikan berupa Urea, SP36, dan KCl masing-masing sebanyak 200 kg, 250 kg, dan
120 kg untuk tiap hektar.
2) Pengairan
Pengairan perlu dilakukan
apabila penanaman dilakukan pada musim kemarau, terutama pada umur 1 - 15 hari
setelah tanam. Bila penanaman dilakukan pada musim hujan, maka yang perlu
diperhatikan adalah masalah pembuangan airnya. Kelebihan air dapat disalurkan
melalui parit-parit yang telah dibuat diantara bedengan atau guludan.
3) Pengguludan
Peninggian guludan atau bedengan
dilakukan pada saat tanaman berumur kurang lebih 20 dan 40 hari dan lebih baik
dilakukan pada saat musim hujan. Tujuannya adalah untuk memperbanyak akar,
menguatkan tumbuhnya tanaman, dan memelihara struktur tanah.
4) Pemasangan turus atau lanjaran
Pemasangan turus atau lanjaran
dilakukan untuk budidaya buncis tipe merambat. Turus atau lanjaran dibuat dari
bambu dengan ukuran panjang 2 m dan lebar 4 cm dan ditancapkan di dekat
tanaman. Setiap dua batang turus yang berhadapan diikat menjadi satu pada
bagian ujungnya, sehingga akan tampak lebih kokoh. Pelaksanaan pemasangan turus
dapat dilakukan bersamaan dengan peninggian guludan yang pertama, yaitu pada
saat tanaman berumur 20 hari.
5) Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan dengan
tujuan untuk memperbanyak ranting-ranting sehingga diperoleh buah yang lebih
banyak. Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 5 minggu.
Selain
untuk memperbanyak ranting, pemangkasan juga ditujukan untuk mengurangi
kelembapan sehingga dapat mengurangi perkembangan hama dan penyakit.
6) Pengendalian hama
dan penyakit
A.
Hama
a) Kumbang
Daun
Kumbang
daun (Henosepilachna signatipennis) termasuk ke dalam famili
Curculionadae. Bentuk tubuhnya oval, berwarna merah atau cokelat
kekuning-kuningan, panjang antara 6 - 7 mm. Betina bertelur pada permukaan daun
bagian bawah sebanyak 20 - 50 butir. Telur berwarna kuning, bentuknya oval, dan
panjang 0,5 mm. Setelah 4 atau 5 hari larvanya akan keluar dan dapat memakan
daun-daun buncis. Pupa berbentuk segi empat dan bergerombol pada daun, tangkai,
atau batang. Setelah stadia larva adalah stadia dewasa (kumbang) yang sangat
rakus memakan daun-daunan, dan hidupnya dapat mencapai lebih dari 3 bulan. Tanaman
inangnya bukan hanya jenis kacang-kacangan saja, tetapi juga mentimun, padi,
jagung, kubis, dan tanaman lain dari famili Solanaceae.
Gejala serangan hama ini berupa
lubag-lubang pada daun yang kadang-kadang tinggal kerangka atau tulang-tulang
daunnya saja. Tanaman menjadi kerdil dan polong yang dihasilkan kecil-kecil.
Pengendalian dapat dilakukan
dengan membunuh telur, larva, maupun kumbangnya menggunakan tangan. Pengendalian
secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida Lannate L dan
Lannate 25 WP, dengan konsentrasi 1,5 - 3 cc / liter air.
b) Penggerek Polong
Gejala berupa kerusakan pada
polong yang masih muda, bijinya banyak yang keropos. Akan tetapi, kerusakan ini
tidak sampai mematikan tanaman.
Penyebab kerusakan adalah ulat Etiella
zinckenella yang termasuk ke dalam famili Pyralidae. Selain menyerang buncis,
ulat ini juga merusak tanaman kedelai, kacang panjang, orok-orok, dan
lain-lain.
Ngengat berukuran kecil kurang
lebih 12 mm, sayap mukanya panjang dan berbentuk segitiga, sedangkan sayap
belakangnya lebar dan berbentuk bulat. Warna sayap putih seperti perak pada
bagian tepinya. Telur-telurnya sering ditempatkan pada bagian bawah kelopak
buah. Warna ulat hijau pucat kemudian berubah menjadi kemerah-merahan. Bentuk
tubuhnya silindris dengan ukuran panjang 15 mm dan kepalanya berwarna hitam. Waktu
yang diperlukan dari telur sampai berbentuk ngengat kurang lebih 40 hari.
Pengendalian dapat dilakukan
dengan penanaman secara serentak, karena hama ini ada sepanjang tahun. Penyemprotan
secara kimia dapat dilakukan menggunakan insektisida Atabron 50 EC dengan
konsentrasi 12 - 15 cc/liter air.
c) Lalat Kacang
Gejala serangan berupa adanya
lubang-lubang pada daun dengan arah tertentu, yaitu dari tepi daun menuju
tangkai atau tulang daun. Gejala lebih lanjut berupa batang yang membengkok dan
pecah, kemudian tanaman menjadi layu, berubah kuning, dan akhirnya mati dalam
umur yang masih muda.
Serangan disebabkan oleh lalat Agromyza
phaseoli yang termasuk ke dalam famili agromyzidae. Selain buncis, hama ini
juga menyerang kacang panjang, kedelai, kecang hijau, dan kacang gude. Lalt
betina mempunyai panjang tubuh sekitar 2,2 mm, sedangkan yang jantan hanya 1,9
mm. Satu ekor lalat betina dapat memproduksi telur sampai 95 butir. Telur
dilatakkan pada keping-keping biji yang baru berkecambah, dekat dengan
munculnya daun pertama. Warna lalat hitam mengkilap, sedangkan antena dan
tulang sayapnya berwarna cokelat muda.
Pengendalian
dilakukan sedini mungkin, yaitu pada saat pengolahan lahan. Setelah biji-biji
buncis ditanam sebaiknya lahan langsung diberi penutup dari jerami atau daun
pisang, dan penanaman dilakukan secara serentak. Penyemprotan insektisida dapat
dilakukan pada saat buncis baru mulai tumbuh dengan menggunakan insektisida
Basminon 60 EC dan Azodrin 60 EC. Penyemprotan dilakukan sebanyak 2-3 kali
sampai umur tanaman 20 hari, tergantung berat ringannya serangan.
d) Kutu daun
Gejala serangan akan lebih jelas
terlihat pada tanaman yang masih muda. Bila serangannya hebat, maka
pertumbuhannya menjadi kerdil dan batangnya memutar. Daun menjadi keriting dan
kadang berwarna kuning.
Penyebab serangan adalah Aphis
gossypii yang termasuk ke dalam famili Aphididae. Sifatnya polifag dan
kosmopolitan, yaitu dapat memakan segala macam tanaman dan tersebar di seluruh
dunia. Tanaman inangnya bermacam-macam, antara lain kapas, semangka, kentang, cabai, terung, bunga sepatu, dan
jeruk.
Kutu berwarna
hijau tua sampai hitam atau kuning cokelat. Kutu betina menjadi dewasa setelah
4 - 20 hari, setelah itu dapat menghasilkan kutu muda sebanyak 20 - 140 ekor. Karena
hama ini dapat menghasilkan embun madu, maka sering dikerumuni semut. Kutu
merusak bagian tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman.
Pengendalian dilakukan dengan memasukkan
musuh alaminya, seperti lembing, lalat, dan jenis dari Coccinellidae. Pengendalian
secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida Orthene 75 SP
dengan konsentrasi 0,5 - 0,8 g/liter air.
B.
Penyakit
a) Penyakit
Antraknosa
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Colletotrichum lindemuthianum yang termasuk ke dalam famili
Melanconiaceae. Bila cendawan ini telah masuk ke dalam biji maka dapat bertahan
sampai biji tersebut berkecambah dan langsung aktif membentuk spora hingga
akhirnya menginfeksi tanaman buncis dan tanaman lainnya. Penularannya dapat
melalui percikan air hujan maupun serangga. Suhu lingkungan yang sangat
mendukung pertumbuhan cendawan adalah 22 - 34 °C. Bila suhu terlalu rendah maka
cendawan akan dorman (memasuki fase istirahat) dan tahan di dalam tanah sampai
beberapa tahun.
Gejala
penyakit antraknosa berupa bercak-bercak kecil dengan bagian tepi berwarna
cokelat dan batasnya kemerah-merahan, kemudian dapat melebar dengan garis
tengah 1 cm. Bentuknya tidak beraturan dan antara satu dengan lainnya
saling bersinggungan. Bila udara terlalu lembap akan ditemukan massa spora yang
berwarna kemerah-merahan. Setelah itu bercak akan seperti luka bernanah. Bila
menyerang biji maka setelah berkecambah akan terdapat bercak pada keeping atau
hipokotilnya. Tanaman tua yang terserang akan berbecak hitam atau cokelat tua di seluruh batangnya dengan
panjang 7 - 10 cm. Bila menyerang tangkai atau tulang daun maka daun akan
kelihatan layu. Demikian pula bila menyerang bunga, akan rontok sehingga tidak
terbentuk polong.
Untuk menghindari penyakit ini
maka perlu dipilih benih yang benar-benar bebas dari penyakit. Selain itu dapat
pula dilakukan perendaman benih dalam fungisida Agrosid 50 SD sebelum
ditanam.Penyemprotan dengan fungisida pun dapat dilakukan, yaitu menggunakan
Delsene MX-200 dengan konsentrasi 1-2 g/liter air.
b) Penyakit Embun Tepung
Penyakit ini
disebabkan oleh cendawan Erysiphe polygoni yang termasuk ke dalam famili
Erysiphaceae. Spora dapat berkecambah membentuk hifa baru pada suhu 19 - 25 °C dan kelembapan 70 - 80%. Penyebaran penyakit ini dapat
terjadi melalui bantuan angin atau percikan air hujan. Penyakit ini hanya
menyerang pada waktu udara panas.
Gejala penyakit ditandai dengan
adanya warna putih keabuan (kelihatan seperti kain beludru) paba bagian daun,
batang, bunga, dan buah. Apabila serangan pada bunga relatif ringan maka polong
masih bisa terbentuk. Namun apabila serangannya berat dapat menggagalkan proses
pembuahan, bunga menjadi kering dan akhirnya mati. Bila polong yang diserang
maka polong tidak gugur, namun akan meninggalkan bekas luka berwarna cokelat
suram sehingga menurunkan kualitas.
Pengendalian dapat dilakukan
dengan memotong bagian tanaman yang terserang kemudian membakarnya. Pengendalian
secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida Morestan 25 WP
konsentrasi 0,5 - 1 g/liter air.
c) Penyakit Layu
Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum yang termasuk ke dalam
famili Pseudomonadaceae. Selain menyerang buncis, penyakit ini juga menyerang tembakau,
tomat, cabe, terung, kacang tanah, pisang, dan wijen. Bakteri ini hidup dalam
tanah dan dapat bertahan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri adalah pada suhu 21 - 35 °C dengan
kandungan air tanah yang tinggi. Penyebaran penyakit dapat melalui aliran air,
tanaman yang dipindahkan, atau peralatan yang digunakan sewaktu pengolahan
tanah.
Gejala serangan ditandai dengan
layunya tanaman, menguning, dan kerdil. Bila batang tanaman yang terserang dipotong
melintang maka akan terlihat warna cokelat dan bila dipijit akan keluar cairan
berwarna putih. Kadang-kadang warna cokelat ini bisa sampai ke daun dan akar
yang sakit pun akan berwarna cokelat.
Pengendalian dapat dilakukan
dengan menggunakan air yang terbebas dari penyakit pada saat menyiram tanaman. Tanah
persemaian sebaiknya disterilisasi dengan air panas 100 °C atau dilakukan fumigasi dengan methyl bromide.
Penyemprtotan fungisda dapat dilakukan dengan Agrept 20 WP dengan konsentrasi
0,5 - 1 g/liter air.
d) Penyakit Bercak Daun
Penyakit ini
disebabkan oleh cendawan Cercospora canescens yang termasuk ke dalam
famili Dematiaceae. Sporanya dapat tersebar memalui air hujan, angin, serangga,
alat-alat pertanian, dan manusia. Spora yang terdapat pada daun-daun tua yang
gugur akan tetap hidup di dalam tanah, sehingga pada penanaman selanjutnya akan
terdapat serangan yang sama. Spora yang terdapat dalam biji akan bertahan 2-3
tahun.
Gejala serangan ditandai dengan
adanya bercak-bercak kecil berwarna cokelat kekuning-kuningan. Lama kelamaan
bercak akan melebar dan pada bagian tepinya terdapat pita berwarna kuning. Akibat
lebih lanjut, daun menjadi layu dan akhirnya gugur. Bila menyerang polong maka
akan terlihat bercak berwarna kelabu dan biji yang terbentuk kurang padat dan
ringan.
Pengendalian dapat dilakukan
dengan merendam benih dalam air panas dengan suhu 48 °C selama 30 menit lalu dibilas dengan air dingin dan
keringkan. Bila telah timbul gejala maka bagian yang terserang segera dipotong
dan dibakar. Pengendalia secara kimia dilakukan dengan penyemprotan fungisida
Baycor 300 EC, bayleton 250 EC, Cupravit OB 21, dan Delsene MX-200.
e) Penyakit Hawar Daun
Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris yang termasuk ke dalam famili
Pseudomonadaceae. Bakteri ini dapat berkembang pada suhu lebih dari 20 °C dan suhu optimum 30 °C.
Hidupnya dapat bertahan beberapa tahun didalam biji, tanah, dan sisa-sisa
tanaman yang sakit. Proses masuknya bakteri melalui luka bekas gigitan serangga,
saluran hidatoda pada tepi daun, stomata, dan akar tanaman.
Gejala ditandai dengan adanya
bercak kuning pada bagian tepi daun dan kemudian meluas menuju tulang daun
tengah. Daun terlihat layu, kering, dan berwarna cokelat kekuning-kuningan.
Bila seranganya hebat, daun berwarna kuning seluruhnya dan akhirnya rontok. Gejala
kemudian dapat meluas ke batang, dan lama kelamaan tanaman akan mati.
Pengendalian
dapat dilakukan dengan merendam benih dalam Sublimat dengan dosis 1 g/liter air
selama 30 menit. Selain iktu, kebersihan lahan harus diperhatikan dengan
melakukan penyiangan secara berkala. Tanaman yang sakit segara dicabut dan
dibakar.
7) Panen
Pemanenan dapat dilakukan pada
saat tanaman berumur 60 hari dan polong menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
-
Warna polong masih agak muda dan suram.
-
Permukaan
kulitnya agak kasar.
-
Biji dalam polong belum menonjol.
-
Polongnya belum berserat serta bila
dipatahkan akan menimbulkan bunyi meletup.
Pelaksanaan
panennya dapat dilakukan secara bertahap setiap 2 atau 3 hari sekali. Hal ini
dimaksudkan agar diperoleh polong yang seragam dalam tingkat kemasakannya. Pemetikan
dihentikan pada saat tanaman berumur 80 hari atau kira-kira setelah dilakukan 7
kali panen.
Penentuan saat panen harus
dilakukan setepat mungkin, sebab jika mengalami keterlambatan beberapa hari
saja polong dapat terserang penyakit bercak Cercospora. Panen dilakukan dengan
cara dipetik dengan tangan. Penggunaan alat yang tajam seperti pisau sebaiknya
dihindari karena dapat menyebabkan luka pada polong. Jika hal ini terjadi
dikhawatirkan bakteri dan cendawan masuk ke dalam polong dan dapat menurunkan
kualitas polong.
|
Written by @dmin | |
Tuesday, 05 June 2012 |