Bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedele dan tepung ikan. Dalam proses pengolahan ayam broiler menjadi karkas atau daging siap masak, bagian bulu ayam itu menjadi buangan yang bisa dimanfaatkan untuk beberapa hal seperti untuk sarung bantal, moceng dan lukisan. Disamping untuk berbagai keperluan, bulu-bulu itu dapat pula dimanfaatkan untuk makanan ternak (ruminansia, non ruminansia dan unggas). Jumlah ayam yang dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga bulu ayam yang dihasilkan juga meningkat dan sekaligus menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik. Penerapan teknologi pengolahan bulu ayam yang tepat akan member manfaat yang besar, antara lain mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan bulu ayam yang tidak tepat. Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Sayangnya kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin. 2 Ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen. Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Dengan demikian bila bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa Sebagai makanan ternak tentu saja bulu unggas itu tidak cukup dikeringkan kemudian digiling, tetapi harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah, salah satu bahan makanan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum dan pemanfaatan limbah. Beberapa metode pengolahan yang telah dikembangkan untuk meningkatkan nilai nutrisi bulu unggas adalah 1) perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan, 2) secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL), 3) secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan 4) kombinasi ketiga metode tersebut. Berdasarkan hasil studi di dalam dan di luar negeri, nilai biologis bulu ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan pemberian perlakuan yang benar. Sebagai contoh, bulu ayam yang diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction)
Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa
Protein Kasar, 85%
Serat Kasar, 0,3 – 1,5%
Abu, 3,0 – 3,5%
Calsium, 0,20 – 0,40%
Phospor, 0,20 – 0,65%
Garam, 0,20 %
Tepung bulu yang digunakan ini adalah tepung bulu yang direbus dalam wajan tertutup dengan tekanan 3,2 atmosfer selama 45 menit dan dikembalikan pada tekanan normal selama periode tersebut. Setelah itu dikeringkan pada temperatur 60o C dan digiling hingga halus. Tepung bulu yang diproses dengan cara ini dan perbandingan nilai nutrisinya dengan tepung bulu mentah
Posted By Royan
Disadur dari berbagai sumber